Tiga Alasan di Balik Positifnya Kinerja Perpajakan Pasca Pandemi
Kaleidoskop 2021

Tiga Alasan di Balik Positifnya Kinerja Perpajakan Pasca Pandemi

DJP layak mendapat apresiasi atas penerimaan pajak yang mencapai target di tengah banyaknya kebijakan sektor pajak berupa insentif di masa pandemi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES

Kinerja perpajakan Indonesia mengalami perbaikan di era pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Hal itu terbukti lewat capaian penerimaan pajak sampai dengan tanggal 26 Desember 2021 telah melebih target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021.

“Sampai dengan tanggal 26 Desember 2021, jumlah neto penerimaan pajak sebesar Rp1.231,87 triliun. Jumlah tersebut sama dengan 100,19% dari target yang diamanatkan dalam APBN Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (27/12).

Sri Mulyani turut mengucapkan selamat dan terima kasih atas pencapaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di tahun 2021. Menurutnya hal tersebut dapat menjadi hari bersejarah mengingat di tengah pandemi Covid-19 DJP mampu mencapai target 100 persen.

“Hari ini adalah hari yang bersejarah. Di tengah pandemi Covid-19, di saat pemulihan ekonomi masih berlangsung, anda mampu mencapai target 100% bahkan sebelum tutup tahun. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas kerja anda semua yang luar biasa. Terima kasih terhadap apa yang kita capai hari ini. Ini adalah bekal kita untuk pelaksanaan tugas-tugas kita di masa mendatang,” ungkap Sri Mulyani.

Sementara itu Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo mengungkapkan kebahagiaan atas keberhasilan DJP mencapai target penerimaan pajak 2021 setelah 12 tahun penantian dan perjuangan tanpa henti.  Banyak faktor yang mewujudkan keberhasilan ini, namun yang paling utama adalah dukungan dan partisipasi seluruh Wajib Pajak yang telah taat dan patuh membayar pajak. (Baca Juga: Pokok-pokok POJK Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel Emiten)

“Kami, seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya besarnya atas dukungan dan partisipasi seluruh Wajib Pajak yang dalam kondisi sedemikian sulit akibat pandemi Covid-19, masih tetap patuh dan taat menjalankan kewajiban perpajakannya dalam membayar pajak. Pajak yang anda bayarkan sangat bermanfaat untuk mempercepat  pemulihan ekonomi dan membiayai pembangunan negeri yang kita cintai ini,” ungkap Suryo Utomo.

Suryo juga mengatakan keberhasilan ini tidak lepas dari kerja keras 46 ribu lebih pegawai DJP. Di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, pembatasan sosial yang masih tinggi, dan terbatasnya interaksi, pengamanan penerimaan pajak menemui hambatan yang tidak mudah. Namun, dengan semangat yang tidak patah, insan-insan kuat DJP terus bekerja mengumpulkan pundi-pundi penerimaan yang merupakan penopang utama pembiayaan negara.

Suryo melanjutkan, euforia akan keberhasilan ini hendaknya tidak berlebihan. Ke depan, tantangan akan semakin berat. Tahun 2022 akan menjadi tahun yang sangat krusial, yaitu tahun terakhir defisit APBN boleh melebihi 3%. Tahun 2023 harus sudah di bawah 3%. Sementara, ketidakpastian risiko pandemi Covid-19 masih membayangi. Penerimaan negara tentu dituntut semakin besar untuk dapat menutupi defisit APBN tersebut.

Oleh sebab itu, DJP akan tetap mengevaluasi kinerja tahun 2021 ini. DJP akan menyisir kembali yang telah terjadi di tahun 2021 untuk mempersiapkan diri menjalani tahun 2022. Kinerja dan strategi yang sudah baik akan dilanjutkan di tahun 2022, kinerja dan strategi yang kurang baik akan diperbaiki dan jika perlu diganti.

Pengamat pajak Fajry Akbar menyampaikan bahwa target penerimaan pajak tahun 2021 yang telah tercapai merupakan sebuah prestasi DJP dan patut diapresiasi. Terakhir kali penerimaan pajak mencapai target terjadi 12 tahun lalu yakni pada tahun 2008.

Fajry menilai capaian DJP di tahun 2021 jauh lebih baik dari 2008, mengingat adanya pandemi Covid-19. Lebih lanjut, kinerja tahun 2008 yang melebihi target juga digenjot oleh adanya program sunset policy. Sedangkan program PPS dalam UU HPP baru berlaku di tahun 2022.  “Dengan demikian, kinerja penerimaan tahun 2021 lebih baik dibandingkan 2008 dari sisi realisasi penerimaan,” kata Fajry.

Meski penerimaan pajak mencapai target, lanjutnya, pemerintah tetap memberikan banyak insentif perpajakan di tahun 2021. Per 24 Desember, pemerintah telah memberikan insentif perpajakan untuk dunia usaha sebesar Rp63,16 triliun atau 100,5% dari pagu. Artinya, meski target penerimaan tercapai namun pemerintah juga tetap fokus memberikan sokongan pemulihan ekonomi melalui instrumen pajak, terutama terhadap sektor-sektor yang masih terdampak dari adanya pandemi covid-19.

Tak hanya dari sisi realisasi, capaian prestasi kinerja penerimaan pajak di tahun 2021 juga dapat dilihat dari pertumbuhannya. Per November 2021, penerimaan pajak mampu tumbuh hingga 17%. Pertumbuhan ini adalah yang tertinggi dalam 11 tahun terakhir. Dengan demikian, penerimaan yang mencapai target tak semata-mata karena target penerimaan yang realistis tapi juga kinerja penerimaan pajak tahun 2021 yang mampu rebound dengan kuat.

Kemudian ditinjau per-jenis pajak, kinerja penerimaan pajak tahun 2021 disokong oleh penerimaan PPN yang tumbuh 19,8%. Secara sektoral, kinerja penerimaan pajak tahun 2021 disokong oleh industri pengolahan (berkontribusi sebesar 22,9%) maupun perdagangan (berkontribusi sebesar 22,1%). Sektor pertambangan meningkat hingga 59,1% namun kontribusinya hanya 4,7%. Jadi, kenaikan harga komoditas bukanlah menjadi alasan utama tercapainya target penerimaan pajak tahun ini.

Fajry menilai ada tiga kemungkinan yang dapat menjadi alasan, mengapa kinerja penerimaan pajak di tahun 2021 begitu baik. Pertama, pemulihan ekonomi di tahun 2021 yang kuat. Hal ini dukung dari penerimaan PPN yang menjadi motor penggerak kinerja penerimaan tahun 2021. ”Kita ketahui, penerimaan PPN begitu responsif terhadap aktivitas ekonomi,” ungkapnya.

Kedua, pemberian relaksasi pajak yang efektif. Pemberian  relaksasi pajak yang efektif dapat memberikan multiplier effect berupa penerimaan  negara yang lebih besar. Dan ketiga, pengawasan yang optimal oleh DJP meski di masa pandemi.

Untuk proyeksi di tahun 2022, Fajry memperkirakan DJP akan melanjutkan kinerja baiknya. Dengan pertimbangan target penerimaan pajak di tahun 2022 yang moderat (dari angka realisasi 2021), pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 yang akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021, pengawasan yang semakin optimal serta paket reformasi perpajakan dalam UU HPP yang akan berlaku aktif di tahun 2022.

“Namun demikian, pemerintah perlu menyiapkan strategi dan perencanaan untuk menjamin paket kebijakan dalam UU HPP seperti Program PPS dapat berjalan dengan  baik. Selain itu, pemerintah juga harus menjawab tantangan di tahun 2022 seperti  peralihan proses bisnis dari “brick and mortar” (konvensional) ke digital pasca  pandemi yang nyatanya bersifat permanen,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait