Tidak Terpenuhi Syarat Formil Jadi Alasan MA Tolak PK KPK
Berita

Tidak Terpenuhi Syarat Formil Jadi Alasan MA Tolak PK KPK

KPK akan mempelajari putusan dan membuka peluang langkah hukum lain, tapi penasihat hukum Syafruddin anggap kasus ini sudah selesai.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Syafruddin Arsyad Temenggung saat di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Syafruddin Arsyad Temenggung saat di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Mahkamah Agung (MA) menolak upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) pada kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas putusan kasasi yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menyatakan penolakan itu karena PK yang diajukan KPK tidak memenuhi syarat formil. Sehingga berdasarkan hal tersebut maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin dikirim kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Surat pengantar pengiriman itu sendiri bertanggal 16 Juli 2020.

“Setelah diteliti oleh hakim penelaah dan berdasarkan memorandum Kasubdit perkara PK dan Grasi  pidana khusus pada MA ternyata permohonan PK tersebut tidak memenuhi persyaratan formil sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, putusan MK No.33/PUU-XIV/2016 dan SEMA No. 04/2014,” kata Andi saat dikonfirmasi wartawan. (Baca: Pelaku Korupsi Divonis Ringan, KPK: Itu Urusan Hakim)

Syarat formil yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP yaitu terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK ke MA. Sementara putusan MK yang dimaksud yaitu yang berhak melakukan upaya PK hanyalah terpidana atau ahli waris, bukan penegak hukum. Sama halnya dengan SEMA Nomor 4 Tahun 2014 jika PK tidak bisa dilakukan oleh jaksa.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pengajuan PK sebenarnya merupakan upaya maksimal pihaknya dalam penanganan perkara ini. Sebab KPK memandang putusan dalam putusan kasasi ada beberapa alasan hukum sebagai dasar antara lain adanya kekhilafan hakim dalam memutus pada tingkat kasasi dan kontradiktif antara pertimbangan dengan putusan.

Namun sayang upaya itu ditolak MA sebelum adanya penunjukkan majelis hakim. Meskipun begitu Ali mengaku menghormati putusan tersebut. “KPK menghormati putusan MA untuk mengembalikan berkas perkara tersebut. Namun KPK akan pelajari dan kaji kembali terkait putusan tersebut, termasuk mengenai kemungkinan langkah hukum apakah yang bisa diambil berikutnya,” ujarnya.

Kuasa hukum Syafruddin, Hasbullah menyambut baik putusan ini. Ia menilai apa yang diputuskan oleh MA sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya syarat formil KPK sebagai penegak hukum yang mengajukan PK tidak tidak terpenuhi baik dari segi subyektivitas maupun obyektivitas.

“Kalau dari kita sebagaimana jawaban PK jaksa KPK pengajuan PK oleh jaksa tidak sesuai memenuhi syarat formal syarat subyektif ahli waris atau terpidana syarat obyektif putusan pemidanaan, putusan bebas, onslag tidak bisa diajukan PK. Itu kita jawab dalam sidang, alhamdulillah MA dalam PK menjalankan sesuai UU, Mahkamah mendudukan kembali filosofinya untuk kepentingan terpidana,” ujarnya.

Mengenai pernyataan KPK yang membuka peluang untuk mengambil langkah hukum lain, Hasbullah berpendapat untuk perkara pidana tidak ada jalan lain bagi KPK kecuali menutup kasus. Sebab apa yang diputuskan oleh MA sudah jelas jika tidak ada tindak pidana yang dilakukan kliennya dalam penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).  

“Terkait kerugian negara pada saat sidang di PN kami kasih solusi adanya potensi kerugian negara, nah waktu itu kita usulkan bahkan prof Nindyo Pramono saksi ahli waktu itu mengatakan jalurnya bukan pidana tapi perdata, itu ada di pasal 32 UU Tipikor, siapa yang digugat yang menurut KPK merugikan kerugian negara, itu digugat secara perdata tapi yang jelas bukan Pak Syafruddin,” jelasnya. (Baca: Dua Opsi Bagi Kejaksaan Setelah Putusan Lepas Karen Agustiawan)

Lepas di Kasasi

Sebelumnya MA mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin dengan membatalkan dua putusan tingkat judex factie yang menghukumnya 13 tahun penjara dan 15 tahun penjara. Putusan kasasi bernomor 1555 K/PID.SUS/2019 tertanggal 9 Juli 2019 ini diputuskan oleh Majelis Hakim Agung yang diketuai Salman Luthan dan beranggotakan Hakim Agung Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin.

Dalam amar putusannya, MA membatalkan putusan-putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakara No. 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tanggal 2 Januari 2019 yang mengubah amar Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat No. 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 24 September 2018.

Dalam kesimpulan pertimbangan putusan, Terdakwa Syafruddin Arsyad terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan kepadanya. Akan tetapi, perbuatannya itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Selain itu dalam putusannya MA ini, Majelis menyatakan memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Sebelumnya, di pengadilan tingkat pertama pada 24 September 2018, Temenggung dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Itjih, dan Sjamsul Nursalim karena menerbitkan SKL kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.

Tags:

Berita Terkait