Tidak Muat Perintah Gencatan Senjata, ICJ Jadi Sasaran Kekecewaan Masyarakat Internasional
Mengadili Israel

Tidak Muat Perintah Gencatan Senjata, ICJ Jadi Sasaran Kekecewaan Masyarakat Internasional

Banyak kalangan masyarakat internasional termasuk rakyat Palestina di Gaza dan pakar hukum yang menyayangkan tidak dimuatnya perintah gencatan senjata dalam putusan ICJ.

Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit
Suasana sidang keputusan sementara ICJ atas klaim genosida Afrika Selatan terhadap Israel di Gaza, Jumat (26/1/2024) malam. Foto: Tangkapan Layar Youtube Resmi United Nations
Suasana sidang keputusan sementara ICJ atas klaim genosida Afrika Selatan terhadap Israel di Gaza, Jumat (26/1/2024) malam. Foto: Tangkapan Layar Youtube Resmi United Nations

Pada Jum’at (26/1/2024) lalu, Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) membacakan putusannya atas kasus genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel. Melalui putusan provisional measures itu, ICJ menerima perkara yang diajukan Afrika Selatan dan menyatakan adanya risiko genosida yang masuk akal dalam serangan di Jalur Gaza.

“Mahkamah (ICJ) menunjukkan provision measures berikut. Pertama, Negara Israel, sesuai dengan kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida sehubungan dengan orang-orang Palestina di Gaza, mengambil semua tindakan sesuai kewenangannya untuk mencegah dilakukannya semua tindakan yang tercantum dalam Pasal II Konvensi tersebut,” ujar Ketua ICJ Joan E. Donoghue dalam persidangan.

Baca Juga:

Pada pokoknya, terdapat 6 tindakan sementara kemudian diperintahkan oleh Mahkamah. Antara lain Israel harus mencegah tindakan genosida di Gaza, mencegah dan menghukum hasutan publik untuk melakukan genosida, segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, Israel diperintahkan untuk menyimpan bukti genosida, serta Israel menyerahkan laporan ke Mahkamah dalam waktu satu bulan.

“Pengadilan mengingat bahwa perintah mengenai tindakan sementara berdasarkan Pasal 41 Statuta (ICJ) memiliki efek mengikat (binding) dan menciptakan kewajiban hukum internasional bagi pihak manapun yang menerima tindakan sementara (dalam hal ini adalah Israel),” kata dia.  

Putusan ini lantas menuai ragam respons publik. Meski ICJ memerintahkan Israel untuk mencegah genosida yang terjadi di Jalur Gaza dan segera memberikan bantuan dasar ke Gaza nampaknya tidak diindahkan pihak Israel yang kecewa terhadap ICJ. Namun, putusan ICJ juga tidak memerintahkan aspek penting gugatan Afrika Selatan untuk dilakukannya gencatan senjata secepatnya pun dinilai sebagai kegagalan oleh golongan pro-Palestina.

Seperti dikabarkan Middle East Monitor (MEMO), sejumlah pengunjuk rasa yang mendukung Palestina di luar gedung ICJ, Den Haag, Belanda mengkritik putusan tersebut pasca pembacaan Jum’at (26/1/2024). Padahal, invasi dan serangan besar-besaran terus dilancarkan pihak Israel di tanah Palestina sudah hampir memasuki bulan keempat pasca 7 Oktober 2023 hingga menelan nyawa lebih dari 26.000 warga Palestina di Gaza dan sekitar 1,9 juta orang menjadi pengungsi internal.

“Meskipun saya tidak mempercayai komunitas internasional, saya memiliki secercah harapan bahwa Mahkamah akan memutuskan gencatan senjata di Gaza. Tapi, Mahkamah (ICJ) adalah sebuah kegagalan, sangat mengejutkan sayangnya, tidak ada seorang pun yang mampu menangani seruan gencatan senjata. Semua orang menyaksikan pemusnahan kami tanpa mengambil tindakan untuk mendorong gencatan senjata yang serius,” ungkap seorang warga Palestina di Gaza, Ahmed al-Naffar, mengutip Aljazeera.

Pria 54 tahun yang merupakan ayah dari 6 anak ini mengungsi dan berlindung di halaman Rumah Sakit Martir al-Aqsa di Deir el-Balah, Gaza tengah, bersama ratusan warga Palestina lainnya. “Kami tidak menginginkan bantuan atau makanan. Kami menginginkan gencatan senjata, diakhirinya perang, dan kembali ke (kota) Gaza.”

Seorang pengungsi lainnya Mohammad al-Minawi mengaku pesimis sedari awal dengan putusan ICJ. Ia menyayangkan tidak ada yang bisa benar-benar menghentikan kekejaman Israel di tanah airnya itu. Tetapi, Mohammad berterima kasih terhadap Afrika Selatan yang mengajukan gugatan terhadap Israel sebagai sesuatu yang “belum pernah terjadi sebelumnya”.

Masyarakat Palestina menyayangkan putusan ICJ yang tidak segera memerintahkan gencatan senjata segera terhadap genosida yang dilakukan Israel terhadap bangsa mereka. Seolah tidak ada negara, putusan Mahkamah, bahkan resolusi PBB yang bisa betul-betul menyudahi kejahatan yang Israel lakukan.

Salah satu pendiri Lawyers for Palestinian Human Rights, Daniel Machover, kepada Guardian turut menyampaikan rasa kekecewaannya sebab hakim gagal dalam aspek penting putusan dengan tidak memerintahkan gencatan senjata. Mengingat menghentikan korban jiwa lebih lanjut adalah tujuan gabungan dari permohonan Afrika Selatan.

“(Saat ini sebetulnya) Organisasi hak asasi manusia telah meluncurkan proses hukum dalam negeri terhadap pejabat Amerika Serikat dan Inggris atas bantuan kepada Israel. Meskipun secara hukum berbeda dari kasus ICJ, keduanya berakar pada hukum yang sama,” terang staf pengacara untuk Proyek Litigasi Strategis di Dewan Atlantik, Celeste Kmiotek, dalam rilis resmi pakar Dewan Atlantik.

Pada proses yang diajukan di AS berlandaskan pada Konvensi Genosida sebagaimana diterapkan dalam hukum AS; dan yang terakhir didasarkan pada Kriteria Perizinan Strategis, di dalamnya disebut Celeste memuat larangan ekspor senjata “jika terdapat risiko yang jelas bahwa senjata tersebut dapat digunakan untuk melanggar hukum internasional”.

Maka dari itu, bila ICJ memutuskan terjadinya genosida dilakukan Israel, sepatutnya negara-negara yang membantu Israel pun dapat menghadapi kasus serupa di hadapan ICJ. Akan tetapi, Lisandra Novo yang merupakan staf pengacara untuk Proyek Litigasi Strategis di Dewan Atlantik dan sebelumnya merupakan judicial fellow di ICJ menyampaikan bahwa ICJ bukanlah suatu peradilan pidana. Oleh karenanya, ICJ tidak akan memutuskan siapa saja “bersalah” atas genosida.

“Mahkamah hanya dapat menilai apakah Israel bertanggung jawab atas pelanggaran ketentuan spesifik berdasarkan Konvensi Genosida. Namun, bukti yang sama yang relevan untuk penilaian tersebut, dimana Israel kini mempunyai kewajiban hukum mengikat juga akan relevan di hadapan pengadilan lain.”

Sebut saja, seperti melalui proses di Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC). Dimana telah banyak pihak dengan pikiran serupa terkait kejahatan genosida yang Israel lakukan sudah menggulirkan perkara ke meja ICC. Dimana ICC yang nantinya dapat memutuskan individu-individu yang bertanggung jawab secara pidana sepanjang mereka memiliki yurisdiksinya. 

Jaksa ICC Karim Khan mengonfirmasi, seperti dimuat dalam situs resmi ICC, pihaknya sejak Maret 2021 sudah melakukan penyelidikan atas dugaan kejahatan kekejaman yang dilakukan di Gaza dan Tepi Barat dari tahun 2014. Ia pun menyampaikan, demikian dipublikasi Human Rights Watch, bahwa kantornya memiliki yurisdiksi atas kejahatan dalam permusuhan yang berlangsung antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina termasuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seluruh pihak.

Patut diketahui, The Guardian melaporkan sebetulnya putusan ICJ bukan jadi kali pertama Israel dituding atas genosida. Faktanya di tahun 1982, Majelis Umum PBB menyatakan dalam resolusinya bagaimana Israel bertanggung jawab atas tindakan genosida terhadap rakyat Palestina yang tinggal di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut, Lebanon. Kala itu dari pemungutan suara diperoleh 123 berbanding 0 dengan Amerika Serikat abstain.

Saat ini dengan banyaknya korban yang berjatuhan dengan serangan yang tidak kunjung berhenti pasca pembacaan putusan ICJ sekalipun, alih-alih membantu menghentikan kebengisan Israel, sejumlah negara dikabarkan UNWatch justru membekukan dana mereka untuk UNRWA.

UNRWA merupakan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Palestina sebab tuduhan 12 anggota dari 13.000 stafnya ikut serta dalam serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober. Sedangkan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional dan hukum perang Israel tidak dihiraukan.

Tags:

Berita Terkait