Tidak Jujur tentang Beneficial Ownership, Izin Notaris Bisa Dicabut
Berita

Tidak Jujur tentang Beneficial Ownership, Izin Notaris Bisa Dicabut

Perpres Beneficial Ownership bukan untuk mempersulit, tapi melindungi dunia usaha.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Penguatan dan Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Bagi Korporasi.

 

Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, penandatanganan ini merupakan satu langkah penting setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 13 Tahun 2018. Mulai berlaku 5 Maret 2018 lalu, Perpres ini mengatur tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Terorisme.

 

Sebelum penandatanganan ini, Kemenkumham sendiri, kata Yasonna, telah mengeluarkan mengeluarkan peraturan menteri mengenai pengenalan teknis beneficial ownership. Selanjutnya, Kemenkumham akan kembali mengeluarkan peraturan terkait sanksi bagi mereka yang tidak jujur ketika mengisi formulir pendaftaran perusahaan. Salah satu yang terancam terkena sanksi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM adalah notaris.

 

(Baca juga: Yuk, Pahami Pemilik Manfaat Suatu Korporasi untuk Hindari Tindak Pidana)

 

"Termasuk nanti di pertanahan, notaris juga punya sanksi. Notaris kita bebani kewajiban untuk membuat data yang sebenarnya mereka bertanggung jawab kalau dia tidak membuat data yang sebenarnya. Jadi, ini adalah beberapa teknik yang kita lakukan untuk itu," ujarnya di Jakarta, Rabu (3/7).

 

Menurut Yasonna, untuk sanksi sebenarnya ada di kementerian masing-masing. Tapi khusus yang berkaitan dengan Kemenkumham seperti notaris, kementerian ini akan bertindak tegas dengan mencabut izin bagi notaris yang ketahuan tidak jujur menyebutkan siapa pemilik manfaat. "Bisa dicabut dia punya izin notarisnya. Jadi banyak tahapan yang kita lakukan untuk semua ini dalam rangka peningkatan transparansi," terangnya.

 

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dalam menjalankan jabatannya notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Memang, di pasal yang sama ada kewajiban notaris menyimpan rahasia terkait isi akta yang dibuatnya, tetapi kewajiban ini dikecualikan jika undang-undang menentukan lain.

 

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta para pengusaha tidak salah mengartikan mengenai Perpres Beneficial Ownership. Menurut dia, aturan ini dibuat bukan untuk mempersulit dunia usaha, tetapi justru melindungi dunia usaha agar tidak terjerat kasus hukum. Demikian pula penyandang profesi hukum yang membantu pengusaha. Regulasi ini justru mendorong transparansi bagi dunia usaha, sehingga mereka tidak mudah terjerat kasus hukum.

 

"Jadi jangan salah artikan ini tidak diartikan KPK dan Kemenkumham untuk menghukum para dunia  usaha tidak, tidak sama sekali. Bahkan sebenarnya kalau lebih transparan lebih baik saya pikir bisa menimbulkan dunia usaha yang lebih baik dan mungkin pemerintah memberikan bisa insentif dan penghargaan khusus kapada dunia usaha yang sejalan dengan segala aturan yang ada," pungkasnya.

 

(Baca juga: KPK Kembali Tetapkan Tersangka Korporasi)

 

Penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat merupakan salah satu bagian dari Rencana Aksi Strategis Nasional Pencegahan Korupsi sebagaimana termuat dalam Perpres No. 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Dalam perkembangannya, pencegahan korupsi dilakukan dengan berbagai cara. Selain memperbaiki tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, Pemerintah berusaha melakukan penyelarasan regulasi dengan standar internasional yang berlaku dan harus dipatuhi Indonesia sebagai negara pihak.

 

 

Pengungkapan penerima manfaat adalah salah satu tantangan selama ini dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, pencucian uang, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana perbankan. Para pelaku menyembunyikan identitas pemilik sebenarnya dari unit bisnis yang menjalankan aktivitasnya di suatu negara, termasuk di Indonesia. Perusahaan menggunakan alamat di negara-negara surga pajak sehingga sulit dilacak pemilik asli perusahaan.

 

Pengungkapan data pemilik adalah upaya menutup celah timbulnya kejahatan. Berdasarkan kasus-kasus yang terungkap ternyata ada banyak upaya yang dilakukan termasuk pengelabuan pemilik manfaat melalui tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle. Menteri Yasonna mengakui, ini salah satu yang dihadapi pemerintah Indonesia.

 

Perpres No. 13 Tahun 2018 mewajibkan para pemangku kepentingan –instansi pemerintah, profesi pendukung, pengurus perseroan, untuk melaporkan informasi pemilik manfaat. Dengan pengaturan ini Indonesia akan memiliki database pemilik manfaat yang akurat dan mudah diakses.

Tags:

Berita Terkait