Tidak Berikan Refund, Garuda Indonesia Digugat Konsumen
Berita

Tidak Berikan Refund, Garuda Indonesia Digugat Konsumen

Garuda Indonesia dianggap tidak berikan refund kepada penumpang sesuai dengan ketentuan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

Maskapai penerbangan Garuda Indonesia digugat konsumennya karena tidak mengembalikan uang tiket atau refund kepada dua orang penumpang bernama I Kadek Widnyana TP dan istrinya, Farra Fauzia Achmadi yang batal berangkat pada rute penerbangan internasional Jakarta-London-Jakarta. Gugatan ini telah didaftarkan para konsumen melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor register 605/PDT.G/2018/PN.JKT.PST pada Senin 30 Oktober 2018.

 

Kuasa Hukum para korban, David Tobing menjelaskan gugatan ini bermula ketika Garuda Indonesia menghapus atau membatalkan rute penerbangan langsung dari Jakarta menuju London maupun rute penerbangan sebaliknya secara sepihak dan tanpa pemberitahuan kepada para penggugat sebagai calon penumpang pada Senin, 30 Agustus 2018. Padahal, para penggugat telah membeli tiket rute penerbangan internasional tersebut sejak Mei 2018.

 

Sayangnya, David mengatakan Garuda Indonesia juga tidak memberi kepastian jadwal dan maskapai pengganti yang akan digunakan para penggugat. Meskipun, pihak Garuda Indonesia menawarkan refund kepada para penggugat namun pengembalian uang tiket tersebut belum dilakukan hingga saat ini.

 

Padahal, jangka waktu refund tersebut sudah melewati batas waktu yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan. Dalam regulasi tersebut, pihak maskapai harus melakukan refund tiket paling lama 30 hari.

 

Refund harus sudah diterima calon penumpang dalam jangka waktu 30 hari untuk transaksi non tunai atau harus dikembalikan pada saat melapor untuk transaksi tunai. Tapi, hingga 61 hari refund belum dikembalikan Garuda,” kata David, Senin (30/10) usai mengajukan gugatan tersebut.

 

Berdasarkan Permenhub 89/2015 Pasal 9 menyatakan pihak maskapai yang membatalkan penerbangan wajib mengalihkan penumpang kepada penerbangan berikutnya. Apabila, cara tersebut tidak dilakukan, maka pihak maskapai harus mengembalikan uang tiket sepenuhnya.

 

Dengan demikian, David menyatakan tindakan pihak Garuda Indonesia yang tidak melakukan pengembalian seluruh refund tiket dalam waktu 30 hari merupakan perbuatan melawan hukum terhadap Permenhub 89 Tahun 2015 dan telah menimbulkan kerugian materiil bagi para penggugat. Dia juga menilai Garuda Indonesia juga telah melanggar hak dan menimbulkan ketidaknyamanan pada konsumen.

 

"Para penggugat juga mengalami kerugian immateriil karena akibat pembatalan secara sepihak yang dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia. Tidak adanya kepastian rute penerbangan dan pergantian maskapai telah menimbulkan rasa tidak nyaman karena harus mencari tiket pengganti serta mengubah jadwal perjalanan yang sebelumnya telah direncanakan," kata David.

 

(Baca: Insiden Tersiram Air Panas, Penumpang Gugat Garuda)

 

Atas tindakan Garuda Indonesia tersebut, David menyatakan pihaknya menuntut ganti rugi kepada Garuda Indonesia untuk kerugian materiil sebesar Rp38.879.974 dan kerugian immateriil sebesar Rp200 juta.

 

"Gugatan ini diajukan untuk dijadikan pembelajaran bagi Garuda agar mematuhi peraturan yang berlaku dan menghargai hak-hak penumpang yang telah dikecewakan," kata David.

 

Untuk mengonfirmasi persoalan ini, Hukumonline sudah menghubungi pihak Garuda Indonesia melalui telepon dan pesan WhatsApp. Sayangnya, hingga saat berita ini diturunkan, Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan yang Hukumonline hubungi tidak memberi keterangan mengenai persoalan ini.

 

(Baca: Garuda Digugat Gara-Gara Tak Memberi Makanan Ringan)

 

Pernah diulas klinik hukumonline berjudul Ketentuan Ganti Kerugian bagi Penumpang Jika Penerbangan Terlambat, secara regulasi ketentuan pembatalan penerbangan diatur dalam Undang Udang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam beleid tersebut menjelaskan defenisi keterlambatan yaitu “terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.

 

Jenis-jenis keterlambatan kemudian juga diperjelas dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 Tahun 2015 Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia (“Permenhub 89/2015”). Menurut Pasal 2 Permenhub 89/2015, keterlambatan penerbangan pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal terdiri dari:

 

  1. keterlambatan penerbangan (flight delayed);
  2. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan
  3. pembatalan penerbangan (cancelation of flight).

Sedangkan yang dimaksud dengan pembatalan penerbangan (cancelation of flight)adalah tidak beroperasinya suatu penerbangan sesuai rencana penerbangan yang telah ditentukan.

Pembatalan penerbangan termasuk kategori 6 keterlambatan penerbangan. Keterlambatan penerbangan dikelompokkan menjadi 6 (enam) kategori keterlambatan, yaitu:

  1. Kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit;
  2. Kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit;
  3. Kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit;
  4. Kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit;
  5. Kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit; dan
  6. Kategori 6, pembatalan penerbangan.

 

Dalam hal terjadi keterlambatan (pembatalan) penerbangan, Badan Usaha Angkutan Udara (maskapai) wajib menyampaikan informasi pembatalan penerbangan melalui petugas yang berada di ruang tunggu bandar udara yang ditunjuk secara, khusus untuk menjelaskan atau memberi keterangan kepada penumpang.

 

Informasi tersebut, meliputi adanya informasi yang benar dan jelas mengenai pembatalan penerbangan dan kepastian keberangkatan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan.

 

Dalam hal pembatalan penerbangan (cancelation of flight) Badan Usaha Angkutan Udara (maskapai) wajib memberikan kompensasi kepada penumpangnya. Kompensasi yang wajib diberikan Badan Usaha Angkutan Udara akibat keterlambatan penerbangan itu yaitu:

 

  1. mengalihkan ke penerbangan berikutnya; atau Badan Usaha Angkutan Udara dalam melakukan pengalihan ke penerbangan berikutnya atau penerbangan milik badan usaha niaga berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub class pelayanan wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang diberi.
  2. mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket)
    1. Apabila pembelian tiket dilakukan melalui transaksi tunai, maka badan usaha angkutan udara wajib mengembalikan secara tunai pada saat penumpang melaporkan diri kepada badan usaha angkutan udara.
    2. Jika pembelian tiket dilakukan melalui transaksi non tunai melalui kartu kredit, maka badan usaha angkutan udara wajib mengembalikan melalui transfer ke rekening kartu kredit selambat-lambatnya 30 hari kalender.

 

Terlepas dari hal di atas, bila konsumen/penumpang merasa dirugikan dengan keterlambatan penerbangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ganti kerugian terhadap perusahaan pengangkutan udara ke pengadilan negeri setempat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum.

 

 

Tags:

Berita Terkait