Tidak Benar, Otonomi Daerah Hambat Investasi
Berita

Tidak Benar, Otonomi Daerah Hambat Investasi

Sejak pemberlakuan otonomi daerah tahun lalu, otonomi daerah sering dituding sebagai salah satu penghalang masuknya investasi baik lokal maupun asing. Namun, kini pemerintah daerah dan sejumlah pakar otonomi daerah membantah hal tersebut. Tidak benar jika otonomi daerah menjadi penghalang masuknya investasi.

Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Tidak Benar, Otonomi Daerah Hambat Investasi
Hukumonline

Hal tersebut dikemukakan oleh pengamat politik yang juga pakar dalam urusan otonomi daerah Andi Malarangeng dalam sebuah seminar bertajuk Tren Investasi dan Bisnis di Era Otonomi Daerah di Jakarta (6/8).

Menurut Andi, di era otonomi daerah ini, justru iklim investasi menjadi semakin bagus dan berkembang. Alasannya, masing-masing daerah tentunya bersaing dalam hal membuat kebijakan sebagus mungkin, sehingga para investor bisa merasa aman dan nyaman dalam menanamkan modalnya di daerah-daerah baik di tingkat Propinsi maupun di daerah Kabupaten/Kota. "Jadi, tidak benar kalau otonomi daerah menjadi penghalang investasi," tegas Andi.

Hal tersebut dibenarkan oleh anggota Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia, Panji Tirtayasa. Kebijakan yang baik memang sangat dibutuhkan oleh setiap daerah yang ingin menarik investor untuk berinvestasi ke daerahnya.

Terlebih lagi, menurut Panji, pertumbuhan ekonomi daerah terutama justru ditentukan oleh investasi yang ada di daerah tersebut dan bukan oleh besarnya APBD (Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah).

"Walaupun kita sudah punya sarana-sarana dasar yang bagus, tanpa di dukung oleh kebijakan-kebijakan yang kondusif, ya tidak bisa. Investor tetap akan berpikir. Oleh karena itu, tiap-tiap kabupaten sekarang berlomba untuk mengeluarkan kebijakan yang sebagus mungkin, sehingga investasi bisa tumbuh di kabupaten itu. Dan yang perlu diingat, pertumbuhan ekonomi di daerah itu paling ditentukan oleh investasi, bukan oleh APBD," papar Panji.

Belakangan, pemerintah kabupaten banyak mengeluarkan kebijakan berupa pemberian keringanan pajak dan retribusi daerah kepada para investor. Panji mengatakan bahwa hal tersebut hanya merupakan salah satu bentuk rangsangan kepada investor saja.

Rangsangan tersebut terutama diberikan kepada investor yang bisa memancing tumbuhnya aktivitas-aktivitas ekonomi baru atau yang mempunyai spread effect yang luas pada pertumbuhan ekonomi. 

Peluang usaha baru

Andi sendiri memandang bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang didasari pada UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah ini, menimbulkan multiplier effect yang positif.

Multiplier effect tersebut bermula dari adanya kebijakan desentralisasi fiskal yang diterapkan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya desentralisasi fiskal, uang mulai beredar dengan merata di daerah-daerah. Hal ini berdampak pada munculnya daya beli masyarakat yang kemudian menciptakan peluang-peluang usaha baru.

Salah satu contoh konkret yang disebutkan oleh Andi adalah berdirinya sebuah apotek di Kabupaten Sanata, Kutai Timur. Apotik tersebut berdiri sebagai akibat dari adanya desentralisasi fiskal yang meningkatkan daya beli masyarakat. Karena sebelumnya, ketiadaan apotik di Kabupaten Sanata bukan disebabkan karena tidak adanya kebutuhan akan obat-obatan, tetapi karena tidak adanya kemampuan masyarakat untuk membeli obat.

Kepastian hukum

Masalah klasik yang muncul sebagai dampak dari otonomi daerah adalah kekagetan jajaran pemerintah daerah ketika menerima kewenangan yang bisa dibilang besar jika dibandingkan kewenangan yang dimilikinya sebelumnya. Terutama, kewenangan dalam membuat peraturan bagi daerahnya masing-masing.

Pada awalnya, hampir setiap pemerintah daerah membuat peraturan yang menguntungkan daerahnya masing-masing, dari sisi finansial tentunya. Namun lama-kelamaan, hal ini mulai ditinggalkan. Apalagi sejak banyaknya Perda hasil karya Pemda yang dinilai bermasalah oleh pemerintah pusat.

Atas hal tersebut, Andi menilai bahwa kepastian hukum terhadap para investor memang sangat diperlukan. Dan itu tentunya berkaitan erat dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat seharusnya bisa menetapkan terlebih dulu soal pembagian wewenang yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten.

Memang ada beberapa daerah yang mungkin saja melakukan pungutan-pungutan tertentu yang melampaui batas. Tapi ini semua bisa dikoreksi kalau pemerintah pusat bisa menetapkan dengan jelas batasanya.

"Bukankah semua perda maupun keputusan Bupati yang dianggap melanggar peraturan di atasnya, melanggar kepentingan umum maupun melanggar perjanjian-perjanjian internasional seperti WTO, ILO, dan segala mcam. "Itu bisa dibatalkan oleh pemerintah pusat," papar Andi.

Memang iklim investasi tidak hanya ditentukan oleh peran pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya. Akan tetapi, sangat terkait erat dengan situasi dan kondisi nasional. Jadi, otonomi daerah memang bukan penghalang masuknya investasi, apabila kebijakan otonomi daerah tersebut dilaksanakan dengan benar dan dikoordinasikan ke pemerintah pusat dengan baik. 

Tags: