Tiada Ahli Hukum, Formasi Wantimpres Dikritik
Berita

Tiada Ahli Hukum, Formasi Wantimpres Dikritik

Hanya Sidarto Danusubroto yang bergelar SH, tetapi lebih dikenal sebagai politisi.

RZK/RFQ
Bacaan 2 Menit
Kiri-kanan: Adnan Buyung Nasution, Albert Hasibuan, Jimly Asshiddiqie. Foto: RES, www.wantimpres.go.id
Kiri-kanan: Adnan Buyung Nasution, Albert Hasibuan, Jimly Asshiddiqie. Foto: RES, www.wantimpres.go.id
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jilid IV akhirnya terbentuk. Presiden Jokowi telah memilih sembilan nama yang sebagian besar dari kalangan partai politik. Dibandingkan tiga jilid sebelumnya, yang menarik adalah Wantimpres jilid kali ini tidak ada ahli hukum.

Untuk diketahui, pada Wantimpres Jilid I, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjuk advokat senior Adnan Buyung Nasution sebagai anggota yang fokus ke bidang hukum. Lalu, Wantimpres Jilid III, SBY menunjuk Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie. Terakhir, Wantimpres Jilid III, SBY menunjuk advokat senior Albert Hasibuan.    

Dalam formasi Wantimpres Jilid IV, sebenarnya terdapat nama Sidarto Danusubroto yang bergelar sarjana hukum (SH). Laman Wikipedia menyebut purnawirawan polisi itu meraih gelar SH melalui “Ujian Negara Sarjana Hukum” pada tahun 1965.

Tiga tahun sebelum itu,  setelah sebelumnya mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Publik lebih mengenal nama Sidarto sebagai politisi, khususnya ketika dia menjadi Ketua MPR 2013-2014.

Ketiadaan ahli hukum dalam formasi Wantimpres pilihan Jokowi menuai tanggapan dari sejumlah anggota Komisi III DPR. Arsul Sani mempertanyakan apa pertimbangan Jokowi sehingga tidak ada ahli hukum dalam formasi Wantimpres.

“Padahal dalam dua periode Wantimpres di masa pemerintahan SBY, ada Bang Buyung Nasution dan Pak Albert Hasibuan yang mewakili sektor hukum di Wantimpres,” ujar Politisi PPP ini membandingkan.

Arsul menegaskan ahli hukum dalam Wantimpres dibutuhkan untuk memberikan pandangan-pandangan dari sisi yang berbeda khususnya untuk kebijakan yang terkait hukum. Terlebih, banyak visi misi Jokowi yang perlu dituangkan dalam berbagai bentuk perundang-undangan.

“Maka, ketiadaan ahli hukum dalam Wantimpres akan menjadikan tidak ada ‘first hand’ di lingkungan terdekat Presiden yang bisa memberikan sisi pandang lain selain dari sisi di jajaran pemerintahan,” paparnya.

Anggota Komisi III lainnya, Martin Hutabarat turut menyayangkan keputusan Jokowi tidak menempatkan ahli hukum dalam Wantimpres. Padahal, kata dia, keberadaan ahli hukum penting untuk memberi saran-saran seputar hukum sebelum mengambil kebijakan atau keputusan. Namun begitu, Martin mengakui tidak ada aturan yang mengharuskan Jokowi menunjuk anggota Wantimpres berlatarbelakang hukum.

“Itu tidak ada aturannya, suka hati dia (Presiden Jokowi). Tapi harapan kita ada orang hukum, kita menyayangkan saja,” ujar Politisi Partai Gerindra ini.

Diwartakan sebelumnya, Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 6/P/2015 telah mengangkat sembilan orang sebagai anggota Wantimpres. Mereka adalah Abdul Malik Fadjar (tokoh Muhammadiyah), Ahmad Hasyim Muzadi (NU), Jan Darmadi (pengusaha), M. Yusuf Kartanegara (Pensiunan TNI), Rusdi Kirana (pengusaha), Sri Adiningsih (ekonom), Sidarto Danusubroto (mantan Ketua MPR-RI), Subagyo Hadi Siswoyo (pensiunan TNI), dan Suharso Monoarfa (mantan Menteri Perumahan Rakyat).
Tags:

Berita Terkait