Dinamika dunia profesi advokat ternyata mendapat atensi dari salah satu organisasi pembangunan internasional nirlaba, The Asia Foundation’s (TAF) Indonesia. Mereka melihat perlu diadakan penguatan organisasi advokat melalui program pelatihan/pendidikan berkelanjutan bagi advokat agar makin meningkatkan skills yang pada akhirnya masyarakatlah yang dapat merasakan langsung manfaatnya.
“Kita sudah memetakan isu yang diindikasikan menjadi permasalahan yakni belum terlindunginya kewenangan advokat di dalam instrumen peraturan perundang-undangan sehingga advokat sebagai penegak hukum tidak dapat bekerja membela kliennya dengan tenang.” ujar Director for Rule of Law in The Asia Foundation’s Indonesia Mohamad Doddy Kusadrianto ketika Hukumonline menyambangi kantornya, Selasa (31/5/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Program Officer The Asia Foundation Ajeng Wahyuni membeberkan bahwa Advokat sebagai penegak hukum harusnya bisa menonjolkan peran lebih besar dalam pemeriksaan perkara pidana. “Dalam beberapa pemberitaan, banyak ditemukan tersangka yang mengalami kekerasan di tahap penyidikan. Cara-cara oknum aparat untuk mendapatkan alat bukti berupa pengakuan dalam proses penyidikan banyak yang melanggar HAM. Dalam hal ini advokat seperti tidak bisa berkutik untuk merespon (karena tidak memiliki kewenangan yang memadai, red),” kata dia.
Baca Juga:
- Dewan Kehormatan Bersama Bagi Advokat Sebuah Keniscayaan
- Sejumlah Tantangan Sistem Digitalisasi Database Advokat
Di tengah peliknya problem yang menyelimuti dunia advokat dan polemik kewenangan advokat yang dipandang belum sejajar dengan penegak hukum lain, Ajeng melihat perdebatan panjang terkait multi bar dan single bar organisasi Advokat (OA) masih terus terjadi. “Kalau ditanya posisi TAF bagaimana, satu, kalau kenyataannya adalah multi bar berarti kita sebenarnya memang mendorong supaya ada satu dewan kehormatan,” kata dia.
Di tengah kondisi multi bar saat ini, ada kecenderungan ketika advokat melanggar kode etik di satu organisasi advokat, tapi advokat tersebut malah pindah ke organisasi advokat lain. Hal ini menjadi salah satu karut marutnya sistem multi bar saat ini.
Akan tetapi, hal tersebut bisa diatasi dengan adanya satu dewan kehormatan dengan satu standar yang berlaku bagi semua Organisasi Advokat (OA). Standardisasi tersebut diantaranya berupa satu pedoman kode etik, pedoman pelaksanaan PKPA, atau mengenai syarat-syarat bagi anggota yang hendak memperbaharui Kartu Tanda Anggotanya.