Tersangka Suap di Luar Negeri, KPK: Kami Imbau Kembali ke Indonesia
Berita

Tersangka Suap di Luar Negeri, KPK: Kami Imbau Kembali ke Indonesia

Dirut PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah telah berada di luar negeri sebelum terjadi operasi tangkap tangan.

ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Dirut PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut, kembali ke Indonesia. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, hingga kini Fahmi berada di luar negeri.

"Jadi kepada saudara FD (Fahmi Darmawansyah) tentu saja kami imbau segera kembali ke Indonesia dan akan lebih baik bagi tersangka kalau bekerja sama pada penegak hukum dan segera menyerahkan diri ke KPK," kata Febri di gedung KPK Jakarta, Jumat (16/12).

Menurut Febri, Fahmi pergi keluar negeri sebelum terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 14 Desember 2016. Tapi sayangnya, ia enggan menjelaskan lebih rinci mengenai keberadaan Fahmi di luar negeri tersebut. (Baca Juga: KPK Tetapkan Pejabat Bakamla Sebagai Tersangka Suap)

"Yang bersangkutan berangkat beberapa hari sebelum terjadi OTT, jadi dua hari yang lalu yang bersangkutan sudah ada di luar negeri namun rincian posisi dan pergerakan kami belum bisa sampaikan," tambahnya.

Febri juga mengaku KPK sudah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi dan instansi pemerintah lain terkait pemulangan Fahmi, tapi belum mengirim surat permintaan red notice kepada Interpol.

"Kami belum sampai pada kesimpulan apa perlu dibuat seperti 'red notice' atau kerja sama dengan interpol atau upaya-upaya paksa lain, yang pasti penyidik sedang fokus di beberapa kegiatan memperdalam perkara ini. Kalau yang bersangkutan bisa pulang sendiri dengan jadwal yang sudah dibuat dengan sendirinya tentu akan lebih efektif dan efisien," ungkap Febri.

KPK juga masih mengembangkan perkara ini apakah ada pihak-pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau pengembangan kasus ke tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Kemungkinan TPPU sama dengan kemungkinan pengembangan perkara itu kami gantungkan pada informasi dan bukti yang ada, untuk TPPU kami harus melihat misalnya ada penyamaran aset atau uang dari hasil kejahatan," tambah Febri. (Baca Juga: 17 Operasi Tangkap Tangan KPK Terheboh)

Mengenai kemungkinan memanggil oknum TNI, Febri juga mengatakan akan mengoordinasikan dengan POM TNI. Menurutnya, butuh tidaknya memanggil oknum TNI dalam perkara ini kewenangannya berada di penyidik.

"Nanti kami koordinasikan, tapi tentu saja kewenangan memanggil saksi itu ada pada KPK khususnya penyidik. Namun karena ini menyangkut dua wilayah hukum jadi kita perlu ada koordinasi agak intensif. Keterlibatan oknum militer masih kami dalami tapi KPK tidak masuk ke wilayah militer, namun sepengetahuan kami memang belum ada militer yang diproses," jelas Febri.

Sebelumnya, pada Rabu (14/12), KPK melakukan OTT terhadap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Edi Susilo Hadi, dan tiga pegawai PT Melati Technofo Indonesia Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta, dan Danang Sri Radityo di dua tempat berbeda di Jakarta. (Baca Juga: KPK OTT Pejabat Bakamla Berinisial ESH, Nilai Proyek Cukup Signifikan!)

Eko diduga menerima Rp2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar commitment fee yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp200 miliar. KPK menetapkan Eko sebagai tersangka penerima suap dan Hardy, Muhammad Adami Okta serta Fahmi sebagai tersangka pemberi suap sedangkan Danang hanya berstatus sebagai saksi. Suap diberikan agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam proyek itu.
Tags:

Berita Terkait