Tersangka Karyawan Chevron Akan Gugat Kejagung
Berita

Tersangka Karyawan Chevron Akan Gugat Kejagung

Karena memaksakan pelimpahan perkara.

NOV
Bacaan 2 Menit
Foto: Gedung Kejaksaan Agung. (Sgp)
Foto: Gedung Kejaksaan Agung. (Sgp)

Setelah ’gagal‘ melakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti dua pekan lalu, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung kembali menjadwal ulang pelimpahan tahap dua Bachtiar Abdul Fatah, tersangka korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi mengatakan, penyidik tetap akan melimpahkan perkara Bachtiar ke penuntutan karena secara formil dan materil berkas tersebut telah dinyatakan lengkap (P21) sejak 17 Januari 2013.

“Alasannya, selain karena secara formil dan materil berkas perkara sudah lengkap, juga karena perkara Bachtiar merupakan satu kesatuan yang di-split, sedangkan perkara terdakwa lainnya telah disidangkan dan saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta,” katanya, Senin (28/1).

Namun, Untung enggan menjelaskan, apakah secara prosedur pelimpahan tahap dua tetap dapat dilakukan jika tersangka keberatan dan menolak untuk hadir. Dia juga tidak mau mengungkapkan, apakah penyidik akan menjemput paksa Bachtiar untuk dilimpahkan ke penuntutan. “Ikuti saja perkembangannya,” ujarnya.

Seperti pemanggilan sebelumnya, Bachtiar tetap menolak perkaranya dilimpahkan ke penuntutan. Pengacara Bachtiar, Maqdir Ismail berpendapat, tidak ada alasan bagi penyidik untuk melakukan pelimpahan tahap dua karena Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menyatakan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah.

Dalam putusan praperadilan November lalu, Hakim Suko Harsono menyatakan penahanan dan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah karena tidak berdasarkan hukum. Apabila penyidik bersikeras melimpahkan perkara Bachtiar ke penuntutan, Maqdir menegaskan pihaknya akan menempuh upaya hukum perdata.

“Penetapan tersangkanya sudah dinyatakan batal oleh pengadilan, kalau mereka bersikeras, tentu kami akan lakukan langkah hukum. Kami bisa pertimbangkan untuk mengajukan gugatan perdata karena mereka melakukan perbuatan melawan hukum. Kami pun bisa pertimbangkan untuk gugat di PTUN,” tutur Maqdir.

Maqdir melanjutkan, penyidik seharusnya mematuhi putusan praperadilan Bachtiar yang telah berkekuatan hukum tetap. Manakala penyidik tetap memaksakan pelimpahan perkara Bachtiar, Kejagung dianggap secara sengaja tidak mengindahkan kewajibannya sebagai pelaksana undang-undang dan putusan pengadilan.

Putusan praperadilan Bachtiar sempat membuat penyidik kesulitan menentukan sikap. Penyidik nekat mengajukan banding, meski kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak dengan alasan KUHAP tidak mengenal upaya banding atas putusan praperadilan. Penolakan itu membuat penyidik mengambil tindakan lain.

Jampidsus menyurati Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan praperadilan Bachtiar. Sembari menunggu jawaban MA, penyidik tetap menyempurnakan berkas perkara Bachtiar. Sebelum MA mengirimkan jawaban, penyidik  menerbitkan surat panggilan untuk pelimpahan tahap dua.

Berdasarkan surat panggilan tertanggal 16 Januari 2013, Bachtiar diminta hadir untuk pelimpahan tersangka dan barang bukti yang sedianya dilakukan Jumat, 18 Januari 2013. Namun, Bachtiar menolak dan menyampaikan keberatan melalui dua pengacaranya, Maqdir dan Leonard Arpan Aritonang.

Bachtiar ditetapkan sebagai tersangka bersama General Manager SLN Operation Alexiat Tirtawidjaja, Team Leader SLS Migas Kukuh Kertasafari, General Manager SLN dan SLS Endah Rumbiyanti, Team Leader SLN Widodo, Direktur PT Sumigita Jaya Herland, dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri.

Berkas Kukuh, Endah, Widodo, Herland, dan Ricksy terlebih dahulu disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Berawal ketika Kukuh Kertasafari ditunjuk menjadi koordinator tim penanganan isu sosial/lingkungan SLS Minas. Oktober 2009-2012, Kukuh menetapkan 28 lahan sebagai tanah terkontaminasi limbah minyak (COCS).

Setelah penetapan 28 lokasi, Kukuh menghubungi Herland selaku Direktur PT Sumigita Jaya (SJ). Bersama-sama Tim IMS-REM dilakukan pembersihan atau pengangkatan tanah menggunakan dump truck milik SJ dari beberapa sumber di tiga titik. Namun, proyek itu seharusnya tidak dilakukan.

Berdasarkan pengujian sample tanah terkontaminasi minyak bumi CPI, pada 25 Juli 2012 oleh tim ahli bioremediasi, didapat hasil yang tidak sesuai. Merujuk Kepmen LH No.128 Tahun 2003, bioremediasi dilakukan jika konsentrasi TPH berkisar 7,5-15 persen dengan standar hasil bioremediasi TPH kurang dari atau sama dengan satu persen.

Dalam uji laboratorium dengan menggunakan mikroorganisme pada tanah terpapar minyak mentah, tim ahli bioremediasi mendapatkan hasil tidak terjadi penurunan TPH dan tidak ditemukan mikroorganisme pendegradasi minyak. Jika bioremediasi dilakukan di tanah seperti itu, hasilnya nihil.

Pengujian dengan menggunakan metode spreading area dengan alat tertentu juga menghasilkan TPH yang diperoleh sama dengan nol. Temuan tim menunjukan, tanah yang dijadikan sample dinyatakan terpapar minyak mentah tidak lah benar. Sementara, Kukuh dan Herland tetap menjalankan proyek bioremediasi.

Penuntut umum mencatat, semua biaya ganti rugi pembebasan tanah terkontaminasi dibebankan pada negara melalui cost recovery Rp5,4 miliar. Hal itu tertuang dalam Production Sharing Contract (PSC) 15 Oktober 1992. Pembebanan cost recovery kegiatan bioremediasi termasuk dalam golongan biaya non capital.

Tags:

Berita Terkait