Terkait KEKI, Insentif Pajak Bukan Prioritas
Berita

Terkait KEKI, Insentif Pajak Bukan Prioritas

Pemda bakal dilibatkan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Terutama di KEKI seperti di Batam, Bintan, dan Karimun.

Lut/Tif
Bacaan 2 Menit
Terkait KEKI, Insentif Pajak Bukan Prioritas
Hukumonline

Pernyataan ini dikemukakan Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu terkait hasil pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan Singapura di Jakarta pekan lalu.

 

Pertemuan tersebut adalah langkah pertama dari Joint Steering Committee antara pemerintah Indonesia dan Singapura dalam rangka pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI) seperti di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Sejumlah rumusan penting berhasil dihasilkan dalam pertemuan itu. Misalnya, insentif pajak dianggap bukan prioritas utama untuk KEKI dan ada beberapa hal yang lebih diperhatikan investor sebelum berinvestasi, kata Mari usai mengikuti rakor dengan Menteri Keuangan dan Ketua Apindo Sofjan Wanandi.

 

Ada lima hal yang diperhatikan investor, lanjut Mari, dan insentif pajak merupakan satu di antaranya. Hal lain yang diperhatikan adalah kelembagaan, kebijakan dan pelaksanaan kebijakan, peraturan, infrastruktur, serta insentif. Karena hal itu terkait dengan penataan aturan yang tumpang tindih di KEKI, kami melibatkan pemda untuk menciptakan ikim yang lebih kondusif. Dengan terbentuknya pusat pelayanan yang terintegrasi, tumpang tindihnya aturan diharapkan dapat teratasi, tegas Mari.

 

Dia berharap, dengan berdirinya Pusat Pelayanan Investasi Terintegrasi di Batam investor semakin mudah berinvestasi. Apalagi, kawasan BBK tersebut dianggap memiliki potensi yang cukup besar dan memiliki nilai kompetisi sebagai kawasan ekonomi. Dengan adanya pusat pelayanan ini, investor cukup mengurus prosedurnya di sini. Pusat pelayanan itu akan disimulasikan bulan ini dan diharapkan September bisa berjalan, papar Mari.

 

Berbagai layanan yang dipusatkan, antara lain perizinan, perpajakan, imigrasi, ketenagakerjaan, kepabeanan, serta izin-izin dari pemerintah daerah. Sebagai pelaksana teknis pembangunan pusat layanan terpadu adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M. Lutfi.

 

Idealnya, Diatur Tersendiri

Sementara itu, terkait dengan masalah KEKI, pemerintah berencana memasukkan klausul KEKI ini dalam RUU Bea Cukai. Tidak menutup kemungkinan bila nanti dalam RUU Bea Cukai dan Pajak akan dimasukkan ayat atau pasal tentang KEKI, ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kembali rencana pembahasan KEKI tersebut.  

 

Ia menyatakan saat ini pemerintah sedang membahas intensif soal KEKI terutama produk hukum yang bisa mewadahi status dan tanggung jawab serta lingkup kerja KEKI. Pembahasan dikaitkan dengan kebutuhan jika nantinya KEKI didefinisikan dan diterapkan pada daerah tertentu.

 

Mereka akan mendapat perlakuan berbeda terutama dari sisi perpajakan, kepabeanan dan cukai. Maka pemikirannya, memang pada saat yang sama, saat kita bahas RUU Bea Cukai, memang dipikirkan semacam DIM tambahan untuk menampung itu, katanya.

 

Pengajuan usul KEKI ini dikaitkan dengan fakta bahwa kawasan di Asia Tenggara dan Asia Timur banyak yang meningkatkan kegiatan ekonomi melalui kawasan tersebut. Menkeu menambahkan bahwa pihaknya telah beberapa kali melakukan rapat di Pemerintah, baik formal maupun informal, bersama seluruh fraksi dan pimpinan pansus DPR untuk membicarakan isu ini dengan berharap bisa direalisir.

 

Mengenai MoU Indonesia-Singapura untuk Batam, Bintan dan Karimun, Menkeu memaparkan bahwa hal itu merupakan penegasan komitmen dua pemerintah untuk mengembangkan tiga kepulauan itu. Ia menyatakan bahwa sampai hari ini belum ada treatment berbeda dari apa yang sudah disepakati.

 

Namun tidak menutup kemungkinan bila nanti dalam RUU Bea Cukai-Pajak akan dimasukkan ayat atau pasal tentang KEKI dimana perlakuan pajak, bea cukai akan secara eksplisit diperbolehkan, maka mungkin kita bisa mengembangkan lebih lanjut, ucap Menkeu.

 

Menurut Menkeu, untuk ketiga kawasan itu Pemerintah tetap menggunakan asas yang selama ini disepakati. Pemerintah ingin mengefektifkan kerjasama karena merasa ada penurunan kinerja Indonesia dalam memberi fasilitasi percepatan jasa maupun masalah perpajakan dan kepabeanan.

 

Selama ini, lanjut Menkeu, Pemerintah menyampaikan RUU dalam amanat presiden melalui menteri. Namun, ada pemikiran yang berkembang dan itu terjadi seperti pada RUU Pajak yang kemudian direvisi sendiri oleh Depkeu. Padahal untuk pajak dan cukai sudah ada DIM dan telah dibentuk Pansus untuk membahasnya. Sementara dirasa ada kebutuhan untuk menambah pasal yang diharap bisa menampung untuk beri ruang bagi kemungkinan treatment.

 

Maka jalur yang dipikirkan secara konstitusional atau secara yurisprudensi apakah DIM akan disampaikan oleh Fraksi DPR atau melalui Pemerintah secara resmi, kami akan konsultasi dengan Fraksi dan pimpinan Pansus. Semoga saya tidak melanggar mekanisme konstitusi, kata Menkeu.

 

Menkeu menyatakan ada tiga hal yang perlu dibicarakan. Pertama konsep KEKI dan konsep lain yang pernah ada seperti Free Trade Zone (FTZ), bonded zone, KAPET. Konsep-konsep tersebut ada yang sudah tertuang dalam peraturan perundang-undangan, ada yang masih merupakan keputusan yang lebih rendah. Kedua, manfaat, cost-benefit, keuntungan/kerugian dari adanya konsep tersebut. Terakhir, akan dibuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang seperti apa. Apakah dititipkan dalam RUU yang sedang dibahas atau menjadi UU terpisah.

 

Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi menyatakan bahwa dalam UU Kepabeanan nantinya akan ada perkembangan tentang KEKI. Ia menilai karena terkait RUU Kepabeanan maka anggota DPR banyak mempertanyakan definisi KEKI, bentuk kelembagaan dan lainnya.

 

UU itu kan waktunya panjang, idealnya memang di UU sendiri. Tapi kan kita mengantisipasi. Kalau sudah ada UU Kepabeanan, bisa saja terjadi amandemen. Pembahasan RUU Kepabeanan tidak akan terlambat karena konsep KEKI sudah jelas, kata Anwar.

 

Anwar menjelaskan bahwa dalam RUU Kepabeanan mungkin akan diatur pembebasan bea masuk antara lain dengan bonded warehouses (kawasan berikat). Jika diizinkan pembebasan hanya 50 persen, maka pihaknya juga akan mempertanyakan pada DPR apakah ada keinginan lain di atas 50 persen itu.

Tags: