Terkait Kasus Siyono, Kinerja Densus Anti Teror Perlu Diaudit
Utama

Terkait Kasus Siyono, Kinerja Densus Anti Teror Perlu Diaudit

Pelaku kekerasan mesti diganjar hukuman berat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas.  Foto: RES
Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas. Foto: RES
Kematian Siyono menyisakan sejumlah pertanyaan besar bagi keluarga dan masyarakat. Kerja-kerja pemberantasan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror menjadi sorotan. Setidaknya banyaknya korban salah tangkap, bahkan pulang ke keluarga daam kondisi tidak bernyawa meskipun belum terbukti sebagai bagian pelaku aksi tindak terorisme. Sejumlah kalangan mendesak agar Densus 88 Anti Teor dilakukan audit kinerja dan keuangan.

Ketua Pengurus Pemuda (PP) Muhamadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, lembaganya melakukan pendampingan dan advokasi mengungkap kematian Siyono. Kematian Siyono oleh tindakan kekerasan aparat Densus menjadi momentum untuk memperbaiki kinerja Densus, sekaligus mengungkap kebenaran fakta kematian Siyono.

Berdasarkan hasil otopsi melalui tim forensik Muhamadiyah, setidaknya ditemukan berbagai kejanggalan kematian Siyono. Penyiksaan yang berujung patahnya beberapa tulang rusuk di tubuh Siyono serta lebam di wajah menunjukan Densus melakukan aksi penangkapan dengan melanggar hak asasi manusia.

“Untuk kepentingan jangka panjang, apakah Komisi III akan melakukan audit kinerja Densus,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III di Gedung DPR, Selasa (12/4).

Pentingnya melakukan audit kinerja dan keuangan Densus lantaran kerja pemberantasan terorisme acapkali mendapat keluhan dari masyarakat. Pelanggaran hak asasi manusia yang kerap dilakukan aparat di lapangan menjadi evaluasi bagi Densus semestinya. Namun, dalam aksi-aksi penangkapan berikutnya kerap kali berulang.

Dalam kasus Siyono, pihak Densus dinilai berusaha membungkam istri Siyono yakni Suratmi dengan uang gepokan senilai Rp100 juta. Oleh Suratmi, uang gepokan tersebut yan dbungkus dengan amplop diserahkan ke PP Muhamadiyah. Nah, uang tersebut pun dinilai sebagai upaya agar Suratmi tidak menuntut Densus dan mengikhlaskan kepergian Siyono.

Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Imdadun Rahmat menilai kematian Siyono banyak terdapat kejanggalan. Pertama, kematian Siyono terkesan ditutupi oleh pihak kepolisian. Kedua, aparat Densus aktif membujuk keluarga korban agar merelakan kepergian Siyono. Tak hanya itu, keluarga yang hendak melihat jenazah Siyono dihalang-halangi oleh Nurlan yang mengklaim sebagai anggota Tim Pembela Muslim (TPM).

Sedangkan penunjukan Nurlan dari TPM tanpa persetujuan keluarga korban. Ketiga, adanya upaya pemberian uang dalam bentuk dua bungkusan yang diberikan terpisah tanpa tanda terima. Keempat, adanya upaya sistematis menghalangi KomnasHAM melakukan otopsi jenazah.

Berdasakan hasil otopsi yang dilakukan sembilan dokter forensik dari Muhamadiyah dan dihadiri oleh dokter forensik dari Polda Jawa Tengah, setidaknya ditemukan beberapa temuan. Pertama, otopsi mayat baru dilakukan oleh tim Muhamadiyah.

Artinya, temuan itu membantah pernyataan Polri yang menyatakan telah melakukan otopsi sebelumnya. Kedua, terdapat tanda-tanda kekerasan dan patah tulang rusuk di kanan dan kiri. Ketiga, kematian korban akibat rasa sakit yang sangat besar. Keempat, tidak ada luka di tangan sebagai upaya tangkisan tangan melawan aparat. Dengan begitu temuan itu membantah alibi Densus yang menyatakan Siyono melawan aparat di dalam kendaraan. “Kesimpulannya, diduga kuat telah terjadi pelanggara HAM,” ujarnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhamadiyah Dahnil Anzar Simanajuntak menambahkan pelaku yang menewaskan Siyono tak saja diberikan hukuman etik dan administrasi, namun juga diberikan sanksi pidana. Menurutnya menghilangkan hak hidup orang adalah kejahatan manusia. Ia pun meminta agar adanya evaluasi terhadap program deradikalisasi.

“Cara BNPT dan Densus bukan deradikalisasi, tapi justru radikalisasi memunculkan terorisme baru,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaedi Mahesa mengatakan usulan audit terhadap kinerja Densus dan BNPT memang mesti dilakukan. Namun khusus Densus, Komisi III pernah meminta rencana kegiatan Densus. Sayangnya, hingga kini tak juga menyerahkan permintaan komisi hukum itu.

“Bicara audit kinerja dan anggaran akan kami bicarakan. Memang kami akan menambah anggaran Polri, tapi kasus ini menjadi catatan,” ujarnya.

Anggota Komisi III Muhammad Syafii menambahkan, aparat Densus setidaknya sudah menembak mati 121 orang yang diduga Densus dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Padahal, tugas Densus menghukum mati sebagai bentuk di luar peradilan untuk membuktikan tidaknya seseorang melakukan tindak pidana terorisme. Dikatakan Syafii, mengaudit kinerja dan anggaran Densus harus dilakukan. Termasuk anggaran yang digelontorkan Rp100 juta yang diperuntukan keluarga Siyono.

“Kita harus mengaudit anggaran Densus apakah ada anggaran tali kasih terhadap korban salah tangkap, atau kalau tidak patut dicurigai untuk menutup itu (kesalahan Densus). Pelaku aparat Densus yang melakukan kekerasan harus diberikan hukum,” ujarnya.

Anggota Komisi III Taufikulhadi menambahkan, adanya dugaan pelanggaran prosedur membuktikan kinerja Densus mesti diaudit. Apalagi banyaknya masyarakat yang mengadukan kinerja Densus kerap melanggar hak asasi manusia. “Kita akan minta pertangungjawaban lebih jauh tak saja pelanggaran etika,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait