Terkait HAM,  8 RUU dalam Prolegnas 2018 Mesti Dikawal
Berita

Terkait HAM,  8 RUU dalam Prolegnas 2018 Mesti Dikawal

Perlindungan hak asasi manusia mesti dipastikan penguatannya melalui sejumlah RUU di Prolegnas 2018 yang terkait dengan pemidanaan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Supri kedelapan RUU tersebut wajib diawasi pembahasannya, pertama RKUHP. Sebab pembahasan RKUHP sudah masuk tahap akhir. Namun, kata Supri, ICJR menilai masih banyaknya potensi kriminalisasi berlebihan melalui sejumlah pasal di RKUHP. Bahkan masih terdapat sejumlah pasal yang belum disepakati perihal tinggi rendahnya ancaman pidana. Karena itulah DPR dan pemerintah mestinya jernih dalam melakukan pembahasan RKUHP, khususnya memperkecil ruang potensi kriminalisasi berlebihan.

 

Kedua, Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Menurutnya KUHAP menjadi penting lantaran menjadi hukum dasar bagi pelaksanaan peradilan pidana di Indonesia. Pemerintah dan DPR dalam pembahasan RKUHAP mesti memastikan prinsip fair trail dan penguatan dalam perlindungan hak asasi manusia.

 

Ketiga, RUU tentang Pernghapusan Kekerasan Seksual. Dalam RUU ini, pemerintah dan DPR mesti fokus  terhadap perlindungan dan pemenuhan terhadap korban. Keempat, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol/Minol. Kelima RUU Terorisme.

 

Keenam, RUU tentang Penyadapan. Dalam RUU ini aturan penyadapan mesti diatur penggunaanya bagi penegak hukum. Sebab dengan begitu, penyadapan tetap memperhatikan hak asasi warga yang disadap. Ketujuh, Revisi UU Narkotika. Kedelapan, RUU Pemasyarakatan.

 

Anggota Komisi III DPR Saiful Bahri Ruray sepakat soal penguatan hak asasi manusia dalam setiap RUU. Namun sebelum pembahasan terlebih dahulu harmonisasi hukum dengan peraturan perundangan lainnya wajib dilakukan di Badan Legislasi (Baleg). “Harmonisasi hukumnya satu sama lain atas semua draf RUU tersebut. Nanti (diharmonisasi, red) oleh Baleg,” ujarnya, Sabtu (8/12).

 

Saiful yang juga tercatat sebagai anggota Panja RKUHP dan RUU Terorisme itu berpandangan sudah tidak zamannya UU  mengangkangi hak asasi manusia. Sebab terhadap UU yang bertentangan dengan HAM boleh jadi bakal diuji materi ke Mahkamah Konstitusi oleh masyarakat. “Hak asasi manusia itu perintah konstitusi. Undang-undang itu hierarkinya di bawah konstitusi, jadi gak bisa berlawanan,” katanya.

 

Lebih lanjut politisi Partai Golkar itu berpendapat setiap kali pembahasan RKUHP dan RUU Terorisme misalnya, melibatkan Komnas HAM, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga akademi kampus. Dengan kata lain, semua pemangku kepentingan memiliki peran dalam memberikan masukan dalam pembahasan RUU.

 

“Setiap stakeholder tidak terlewatkan. Bahkan organisasi keagamaan pun dilibatkan. Juga asosiasi para korban teroroisme yang dalam UU sekarang tidak terakomodir hak-haknya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait