Terjangkit Korupsi, UU Haji Perlu Direvisi
Reformasi Hukum

Terjangkit Korupsi, UU Haji Perlu Direvisi

Reformasi Hukum dan HAM (Refhuk) adalah program yang mengetengahkan problematika hukum dengan narasumber kompeten. Hadir setiap Senin pukul 09.00-10.00 WIB. Program ini disiarkan oleh 156 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia.

RED
Bacaan 2 Menit
Foto: KBR
Foto: KBR
Pekan lalu, Menteri Agama Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga korupsi dana penyelenggaran haji tahun 2012-2013. Peristiwa ini telah membuka praktik dugaan penyimpangan anggaran dalam penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama. UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (UU Haji) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2009 menyatakan Kementerian Agama memiliki kewenangan, baik sebagai regulator maupun operator penyelenggara haji.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Koalisi Pemantau Dana Haji, Ray Rangkuti menilai perlu adanya revisi terhadap UU Haji. Menurutnya, selama Kementerian Agama menjadi operator haji, para jemaat yang beribadah di tanah suci akan terus terlunta-lunta tiap tahunnya. Dalam revisi, salah satu yang harus diperbaiki mengenai transparansi tabungan haji.

Menurut Ray, Kementerian Agama seharusnya tidak menjadi operator haji karena tabungan haji merupakan dana publik yang seharusnya dikelola oleh publik dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Untuk itu, dia menilai perlu adanya komisi haji. "Tiap tahun kan negara kita mengirimkan jemaat. Jadi komisi ini bersifat tetap," kata Ray Rangkuti.

Wakil Ketua Komisi Agama DPR, Ledia Hanifa mengatakan dana haji tidak berasal dari negara melainkan dari publik. Oleh karena itu sebenarnya pertanggungjawaban dana haji bukanlah kepada DPR, tetapi langsung kepada publik. Untuk itu, dia mengaku lembaganya tengah menyiapkan payung hukum agar pengelolaan dana haji tak lagi dipegang oleh Kemenag.

Sama seperti pendapat Ray, Ladia juga menilai perlu adanya operator haji yang bukan lembaga negara. "Harus bukan lembaga negara karena nanti pertanggungjawabannya beda," imbuhnya. Menurutnya, siklus laporan keuangan haji menggunakan tahun hijriyah, sementara lembaga negara memakai tahun masehi.

Korupsi di tubuh Kemenag menurut Ray Rangkuti bukanlah hal yang mengejutkan. Dia mensinyalir praktik kotor itu telah berlangsung sejak 20 tahun lalu. "Masalah terjadi saat calon jemaat menyetor dana tabungan haji," ujarnya.

Selama ini dana tabungan haji kerap dipakai oleh petinggi Kemenag untuk hal-hal di luar urusan haji. "Lebih dari itu, sering kali bunga dari tabungan haji masuk ke kantong pribadi," tambahnya.

Menyikapi kasus yang menjerat Suryadharma Ali, Inspektur Jenderal Kemenag, M. Jasin menjanjikan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini lancar. "Kita akan meningkatkan pengawasan," imbuhnya. Soal perlunya revisi undang-undang, dia mengklaim tengah menyiapkannya.

Menurut M. Jasin, saat ini ada 48 titik yang patut diwaspadai dalam penyelenggaraan haji. "Beberapa diantaranya adalah soal penginapan, katering, serta transportasi jemaat," kata dia. Untuk itu lembaganya akan merevisi UU Haji supaya pelayanan kepada jemaat dapat meningkat. "Kita akan tingkatkan SDM, tata laksana, dan sebagainya," ujar dia.

Sebagai langkah awal, M. Jasin mengaku telah memperbaiki penyediaan penginapan bagi para jemaat. "Sekarang penginapan minimal bertaraf hotel bintang tiga, serta sudah ada 116 perumahan sewa bagi jemaat," tegasnya.

Terkait kasus yang menjerat SDA, M. Jasin mengaku menyerahkan semua proses hukum kepada KPK. Mantan Wakil Ketua KPK itu menilai tidak menutup kemungkinan adanya pelaku lain selain SDA. "Kita sudah periksa beberapa orang dan menyita ratusan berkas untuk alat bukti," ujarnya.

Anggota Koalisi Pemantau Dana Haji Ray Rangkuti menambahkan KPK harus terus mengungkap kasus ini hingga akarnya mengingat korupsi dana haji sudah terjadi sejak 20 tahun lalu. "Selama ini kecenderungan KPK selalu bisa mengembangkan kasus korupsi ke kasus lainnya, tapi sejauh itu pula saya nilai KPK bertanggung jawab atas keputusannya," tegas Ray.

Mengubah undang-undang memang sangat penting. Namun menurut Ray, mengubah mentalitas pejabat jauh lebih penting karena selama ini peraturan yang sudah baik pun kerap tidak dilaksanakan dengan baik oleh para pejabat.

Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Reformasi Hukum dan HAM KBR. Simak siarannya setiap Senin, pukul 09.00-10.00 WIB di 89,2 FM Green Radio.

Sumber: www.portalkbr.com
Tags:

Berita Terkait