Terima Uang Bantu Perkara Gatot, Rio Divonis 1,5 Tahun
Berita

Terima Uang Bantu Perkara Gatot, Rio Divonis 1,5 Tahun

Rio Capella langsung menerima putusan majelis hakim.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella. Foto: RES
Mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella. Foto: RES
Majelis hakim yang diketuai Artha Theresia menghukum mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan anggota DPR nonaktif Patrice Rio Capella dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan denda Rp50 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka Rio harus mengganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.

Artha menyatakan, Rio terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 11 UU Tipikor. "Terdakwa terbukti menerima uang Rp200 juta dari Evy Susanti melalui Fransisca Insani Rahesti alias Sisca," katanya membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/12).

Berdasarkan alat bukti di persidangan, lanjut Hakim Anggota Ibnu Basuki Widodo, terungkap fakta bahwa Rio adalah anggota Komisi III DPR periode 2014-2019. Rio mengenal Sisca sejak kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang tahun 1989. Berkat bantuan Rio, Sisca menjadi karyawan magang di kantor OC Kaligis & Associates.

Sementara, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti adalah klien OC Kaligis. Oleh OC Kaligis, Sisca diperbantukan dalam tim pengacara yang mengurus perkara Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Tunggakan Dana Bagi Hasil, Bantual Operasional Sekolah, dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD Sumut.

Ibnu mengungkapkan, dalam beberapa kali kesempatan, Evy meminta Sisca mempertemukannya dengan Rio. Evy meminta agar Rio dapat memfasilitasi islah Gatot dengan Wakil Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi dan memfasilitasi hubungan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) sehubungan dengan perkara yang menjerat Gatot.

"Evy dan Gatot mengetahui Rio adalah anggota DPR dan Sekjen Nasdem. Erry maupun Jaksa Agung juga berasal dari Nasdem. Wajar jika orang lain beranggapan jabatan Rio mempunyai kekuasaan atau setidaknya pengaruh untuk membantu ketidakharmonisan hubungan Gatot dan Erry, serta perkara yang melibatkan Gatot sebagai tersangka di Kejagung," ujarnya.

Terlebih lagi, menurut Ibnu, unsur "padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhub dengan jabtannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya" dalam Pasal 11 UU Tipikor merupakan delik formal.

Pasal ini lebih menekankan pada kepastian bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara itu telah menerima uang. Tidak dipersoalkan, apakah pegawai negeri atau penyelenggaran dimaksud sudah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan sesuai dengan kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Pada kenyataannya, sesuai keterangan Sisca dan Gatot, Rio memang telah menerima uang Rp200 juta untuk "ngopi-ngopi" dari Evy melalui Sisca. Bahkan, Rio mengembalikan Rp50 juta kepada Sisca sebagai pengganti uang transport. Dengan demikian, Ibnu berpendapat, semua unsur dalam Pasal 11 UU Tipikor telah terpenuhi.

Ibnu menilai, adapun pembelaan pengacara Rio yang pada intinya menyatakan pemberian Rp200 juta itu berkaitan dengan jabatan Rio sebagai Sekjen Nasdem dan bukan anggota Komisi III DPR, sehingga tidak ada larangan, sudah sepatutnya ditolak. Begitu pula dengan pembelaan pengacara Rio yang menyatakan uang sudah dikembalikan kepada Sisca.

Walau uang sudah dikembalikan, sambung Ibnu, tidak menghapus fakta hukum bahwa Rio menerima uang. Majelis juga menolak pembelaan pengacara Rio yang menyatakan Rio berstatus sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC). Sebab, berdasarkan surat KPK tanggal 17 Desember 2015, permohonan Rio sebagai JC telah ditolak.

"Rio adalah anggota Komisi III DPR, dimana Kejagung merupakan salah satu mitra Komisi III. Evy dan Gatot memerlukan bantuan Rio berkaitan dengan perkara dugaan korupsi yang melibatkan Gatot sebagai tersangka di Kejagung, atau yang menurut istilah Gatot mendudukan perkara, dan memfasilitasi islah Gatot dengan Erry," tuturnya.

Menanggapi putusan majelis, Rio langsung menerima dan tidak akan mengajukan banding. Rio menganggap putusan majelis sudah jelas. Namun, ia merasa ada yang kurang dari putusan majelis, yaitu majelis tidak menyinggung adanya pelaku utama yang membuat skenario dan meminta besaran uang Rp200 juta kepada Evy.

Pelaku utama yang dimaksud Rio adalah Sisca. Rio berpendapat, dari awal, bukan ia yang meminta uang Rp200 juta kepada Evy, melainkan Sisca. "Saya di sini disebut pelaku tunggal. Padahal, ada pelaku lain yang menginisiasi pemberian uang Rp200 juta itu tanpa diminta. Tidak dijelaksan apa orang itu turut serta atau tidak," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait