Terima Gratifikasi, Mantan Walikota Makassar Hadapi Tuntutan
Berita

Terima Gratifikasi, Mantan Walikota Makassar Hadapi Tuntutan

Berbekal radiogram Menteri Dalam Negeri, Baso Amirudin Maula menunjuk Hengki Samuel Daud dan menambah unit mobil pemadam kebakaran. Hasilnya Maula kecipratan hadiah Rp600 juta dari Hengki.

Mon
Bacaan 2 Menit

 

Cerita dibalik persetujuan DPRD juga 'unik'. Hengki langsung turut turun tangan Hengki menyuap Ketua DPRD Makasar, P.N. Rivai sebesar Rp50 juta agar menyetujui perubahan itu. Dana suap itu dipinjam dari Bagian Keuangan Kota Makassar atas persetujuan Maula. Hasilnya, dana sogokan itu mempengaruhi Rivai. Surat Persetujuan Ketua DPRD pun ditelorkan Rivai pada 9 Juli 2003. Surat bernomor 217/028/DPRD/2003 melegalkan penambahan mobil kebakaran sebanyak sembilan unit.

 

Terkait dengan harga, menurut jaksa, Maula telah melakukan mark up harga satu unit damkar. Dibandingkan dengan perhitungan dari Lembaga  Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI ITB) ternyata harga satu unit mobil damkar jauh lebih murah. Harga riil berdasarkan hasil rekonstruksi pembuatan mobil damkar hanya Rp454,281 juta/unit atau Rp4,452 miliar untuk sepuluh unit mobil damkar. Berdasarkan perhitungan itu, terdapat kemahalan harga sebesar Rp4,310 miliar. Selisih harga itu dinikmati sebagai keuntungan PT Istana Raya.

 

Hengki juga bagi-bagi keuntungan kepada Maula sebesar Rp600 juta. Jaksa sendiri menuntut Maula untuk membayar uang pengganti sebesar itu. Namun karena uang tersebut sudah dikembalikan saat penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tuntutan uang pengganti dikompensasikan dengan uang yang telah disita.

 

Selain Maula, Syarifudin Nur juga kecipratan uang sebesar Rp150 juta dan Aminullah Teng (Kepala Dinas Pelayanan Darurat dan Pemadam Kebakaran) sebesar Rp13,5 juta. Aminullah diduga berperan memuluskan penunjukan Hengki sebagai rekanan. Salah satunya adalah penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi barang yang disesuaikan dengan surat penawaran harga dari PT Istana Raya. Seolah-olah dalam pengadaan tersebut sudah dilakukan negosiasi harga, imbuh jaksa Dwi Aries.

 

Berdasarkan fakta tersebut, jaksa menyimpulkan bahwa Maula telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Usai pembacaan tuntutan, Maula menanggapinya dengan datar. Saya tidak kaget dengan tuntutan jaksa, katanya. Untuk menangkis tuntutan jaksa, Maula bersama tim penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pledoi) pekan depan.

 

Tags: