Terduga Pelaku Kekerasan Jurnalis Tempo Bisa Dijerat Dua Pasal Ini
Utama

Terduga Pelaku Kekerasan Jurnalis Tempo Bisa Dijerat Dua Pasal Ini

Selain dijerat KUHP dan UU Pers, pelaku dinilai melanggar UU HAM, UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Pengimplementasi Hak Asasi Manusia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi aksi kekerasan. Hol
Ilustrasi aksi kekerasan. Hol

Sejumlah kalangan mengutuk dan mengecam keras aksi kekerasan terhadap pekerja jurnalis Majalah Tempo, Nurhadi, Sabtu (27/3/2021) kemarin. Aksi yang dilakukan beberapa orang itu menambah catatan buruk terhadap aksi kekerasan yang dialami pekerja jurnalis. Kepolisian didorong bekerja cepat mengusut sejumlah pelaku agar diadili dan dijatuhi sanksi pidana sesuai hukum yang berlaku.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan kekerasan yang dialami jurnalis Majalah Tempo menjadi bentuk serangan terhadap kebebasan pers. Aksi keji tersebut melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Maka dari itu, kalangan masyarakat sipil, tokoh masyarakat, dan para akademisi mengutuk keras aksi kekerasan tersebut dan menuntut semua pelakunya diadili serta dijatuhi hukuman sesuai hukum yang berlaku,” ujar Muhammad Isnur dalam keterangannya, Senin (29/3/2021). (Baca Juga: Catatan 2020 LBH Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat Hingga Ancaman Kebebasan Berekspresi)

Berdasarkam keterangan resmi Tempo dan Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis, kekerasan yang dialami Nurhadi saat meminta konfirmasi terhadap eks Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Permintaan konfirmasi adalah sebagai bagian dari prinsip cover bothside dalam penulisan sebuah berita. Sebab, Angin Prayitno Aji telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pajak.

Penganiayaan terjadi saat sejumlah orang mencurigai Nurhadi yang berada di sekitar Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB) di kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan laut (Kodiklatal) Surabaya, Jawa Timur, Sabtu 27 Maret 2021 malam. Rupanya, Sabtu malam itu bertepatan dengan resepsi pernikahan anak dari Angin Prayitno Aji.

Meski Nurhadi telah menjelaskan statusnya sebagai jurnalis Tempo yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya, namun sejumlah orang tersebut tetap meminta paksa telepon genggam miliknya. Bahkan memaksa memeriksa isi materi dari telepon genggamnya. Nurhadi pun menerima tamparan, piting, dan pukulan pada bagian tubuhnya dari sejumlah orang tersebut.

“Untuk memastikan Nurhadi tidak melaporkan hasil reportasenya, dia juga ditahan selama dua jam di sebuah hotel di Surabaya,” ujarnya.

Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Rizki Yudha melanjutkan kekerasan yang dialami Nurhadi menjadi dugaan tindak pidana yang melanggar Pasal 170 KUHP yakni kekerasan secara semena-mena terhadap orang atau barang (pasal pengeroyokan) dan Pasal 18 ayat (1) UU 40/1999 yang mengatur tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik.

“Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah seberat-beratnya lima tahun enam bulan penjara,” kata dia.

Terhadap kekerasan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta untuk menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan terhadap jurnalis Tempo itu dan memeriksa semua pihak yang terlibat. Menurutnya, pasca berkas penyidikan lengkap, pelaku harus dibawa ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Prpopam) Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi. Begitu pula terhadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Dewan Pers untuk memberikan perlindungan bagi korban dari ancaman kekerasan lebih lanjut dan mengawal proses hukum atas kasus tersebut.

“Agar semua pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers, demi terjaminnya hak publik untuk tahu dan mendapatkan informasi yang akurat mengenai isu-isu penting,” katanya.

Terpisah, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad mengecam tindakan kekerasan yang dialami jurnalis Tempo di Surabaya. Baginya, apapun alasannya kekerasan terhadap pekerja jurnalis tak dapat dibenarkan. Karenanya, para pelaku harus mendapat hukuman pidana yang setimpal. “Kekerasan terhadap siapapun adalah tindakan kriminal, apalagi terhadap jurnalis. Maka saya mengecam keras penganiayaan tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, kekerasan tersebut bentuk menghalang-halangi kegiatan jurnalistik yang melanggar UU 40/1999. Pelaku pun diduga melanggar UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik dan Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Pengimplementasi Hak Asasi Manusia.

Propam Mabes Polri harus bergerak cepat memproses pelaku secara disiplin dan etika, serta secara pidana ke meja hijau. Ia berharap, kekerasan terhadap jurnalis tidak terjadi lagi. Suparji meminta kepada semua pihak untuk menghormati kerja-kerja wartawan/jurnalis karena tugas dan profesi mereka dilindungi oleh UU Pers.

Pandangan serupa datang dari Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini. Menurutnya, era kebebasan pers semestinya tak lagi terjadi aksi kekerasan terhadap jurnalis ketika menjalankan tugas jurnalistiknya. Apalagi pekerja pers dilindungi UU dan konstitusi. Menurutnya, intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis masuk perbuatan tindak pidana. “Ancaman terhadap wartawan dan pers yang bebas adalah ancaman terhadap demokrasi,” kata Jazuli.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu (PKS) ini mendukung sikap tegas insan pers, masyarakat sipil yang mengecam keras pemukulan dan intimidasi yang dialami jurnalis Tempo sebagai pelanggaran serius. Dia pun mendorong penuh kasus tersebut diproses dan diusut tuntas melalui jalur hukum maupun melalui saluran-saluran konstitusional lain yang tersedia.

“Mahal harga yang dibayar bangsa ini untuk melahirkan pers yang bebas melalui reformasi dan demokrasi yang semakin terlembaga. Jangan ciderai dengan tindakan yang membuat kita mundur ke belakang atau setback,” katanya.

Beri perlindungan

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu menyatakan siap memberi perlindungan untuk jurnalis Tempo yang dilaporkan mendapatkan penganiayaan saat bekerja. "Apa yang menimpa jurnalis Tempo sangat kita sayangkan. Apalagi, korban saat itu tengah melakukan tugas jurnalistik yang dilindungi UU Pers,” kata Edwin dalam keterangannya.

Dia mengatakan LPSK membuka pintu bagi jurnalis Majalah Tempo yang menjadi korban kekerasan untuk mengajukan perlindungan. Menurut Edwin, pihak Tempo sudah berkoordinasi dengan LPSK bahwa korban bakal segera mengajukan perlindungan. Perlindungan diperlukan untuk mencegah potensi ancaman-ancaman selanjutnya yang mungkin ditujukan kepada korban. Apalagi, korban dan pihak Tempo mendesak agar kejadian kekerasan yang menimpa jurnalisnya ini diproses dan pelaku yang terlibat dihukum.

“Perlindungan akan diberikan sejak dimulainya proses peradilan pidana,” ujar Edwin.

Edwin menjelaskan perlindungan merupakan segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan LPSK. Perlindungan yang diberikan dapat berupa perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis atau rehabilitasi psikologis dan psikososial. Korban juga dapat mengajukan ganti rugi kepada pelaku atas penderitaan yang diderita karena perbuatan pidana tersebut.

Menurut Edwin, untuk mendapatkan perlindungan, ada beberapa persyaratan yang diatur UU Perlindungan Saksi dan Korban yaitu sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban, hasil analisis tim medis atau psikolog, dan rekam jejak tindak pidana yang pernah dilalukan saksi dan/atau korban.

“Kita (LPSK) akan telaah permohonan yang diajukan oleh korban. Kita semua berharap proses hukum terhadap kekerasan yang menimpa rekan jurnalis Tempo, diproses hukum dan para pelaku yang terlibat dapat terungkap dan dijatuhi hukuman. Ini penting agar kejadian kekerasan terhadap jurnalis tidak terus berulang,” katanya.

Tags:

Berita Terkait