Terdakwa Penyuap Kepala Bappebti Divonis 3 Tahun 4 Bulan Penjara
Berita

Terdakwa Penyuap Kepala Bappebti Divonis 3 Tahun 4 Bulan Penjara

Sherman ngotot tidak bersalah. Sementara, Bihar menerima putusan majelis.

NOV
Bacaan 2 Menit
Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Majelis hakim yang diketuai Ibnu Basuki Widodo menghukum mantan Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Sherman Rana Krishna dengan pidana penjara selama tiga tahun empat bulan. "Ditambah pidana denda Rp150 juta subsidair empat bulan kurungan," kata Ibnu saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/8).

Ibnu menyatakan, Sherman terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair, Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sherman dianggap terbukti memberikan atau menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah Rp7 miliar Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kala itu, Syahrul Raja Sempurnajaya. Pemberian itu dimaksudkan agar Syahrul memberikan izin usaha kepada Lembaga Kliring Berjangka PT Indokliring Internasional.

Sebelum menjatuhkan putusan, Ibnu mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan Sherman. Ibnu juga mempertimbangkan untuk mengembalikan barang bukti berupa uang sebesar AS$200 ribu kepada yang berhak karena uang itu tidak ada korelasinya dengan tindak pidana yang dilakukan Sherman.

Menurut Ibnu, uang itu adalah uang yang digunakan kepentingan audit. Akan tetapi, untuk sementara, barang bukti uang tersebut akan dikembalikan kepada penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, barang bukti itu masih dibutuhkan untuk dipergunakan KPK dalam perkara lain.

Dalam pertimbangannya, hakim anggota Sutio Jumagi menguraikan, berdasarkan seluruh fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap persidangan, semua unsur dalam dakwaan primair telah terpenuhi. Peristiwa ini bermula dari adanya niat PT BBJ untuk memiliki Lembaga Kliring Berjangka (LKB) sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional.

Mengetahui rencana tersebut, sekitar pertengahan 2012, Syahrul memerintahkan Kepala Biro Hukum Bappebti Alfons Samosir untuk menyampaikan kepada pihak PT BBJ bahwa untuk mendapatkan izin LKB mereka diminta memberikan saham kepada Syahrul sebanyak 10 persen dari modal dasar pendirian LKB, yaitu sebesar Rp100 miliar atau senilai Rp10 miliar.

Kemudian, Direktur PT BBJ Moch Bihar Sakti Wibowo menyampaikan permintaan Syahrul itu kepada Hassan Widjaja, Sherman, Yazid Kanca Surya, dan Hendra Gondawijaya. Permintaan itu juga disampaikan Bihar dalam rapat antara Dewan Komisaris dan Direksi PT BBJ, yang antara lain dihadiri oleh Direktur Keuangan PT BBJ Roy Sembel.

Namun, Sutio melanjutkan, Roy mengusulkan agar tidak diberikan dalam bentuk saham, melainkan uang tunai agar lebih simple dan tidak mudah ditelusuri sumbernya. "Fakta ini didukung oleh keterangan saksi-saksi, petunjuk berupa flashdisk yang berisi rekaman rapat tanggal 10 Juli 2012, print out rekaman pembicaraan, dan keterangan terdakwa" ujarnya.

Dalam usaha merealisasikan permintaan Syahrul, pada 27 Juli 2012, Sherman mengingatkan Hassan agar segera menemui Syahrul untuk melakukan klarifikasi dan negosiasi. Hassan menemui Syahrul di Kantor Bappebti dan dari hasil negosiasi Hassan dan Syahrul, disepakati pemberian dalam bentuk uang tunai sebesar Rp7 miliar.

Sekembalinya di kantor PT BBJ, Hassan menyampaikan hasil negosiasi kepada Roy. Lalu, Roy menyetujui, "Sudah lah kasih dia Rp7 miliar saja, kasih tahu Bihar". Pernyataan Roy ini disampaikan pula kepada Sherman dan Sherman menjawab, "Cengli lah". Dengan adanya persetujuan itu, Hassan pun menyatakan, "Ya sudah kalau begitu".

Alhasil, Sutio mengungkapkan, Hassan meminta Bihar menyiapkan uang Rp7 miliar yang diambil dari modal awal PT Indokliring. Selanjutnya, Kadiv Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintang meminta Masfufah mencairkan dua lembar cek senilai Rp2 miliar dan Rp4 miliar untuk ditukarkan ke mata uang dollar Amerika Serikat.

Pada 2 Agustus 2012, Masfufah menukarkan uang Rp6 miliar itu ke dalam bentuk AS$600 ribu untuk diberikan kepada Stephanus. Berselang beberapa lama, Stephanus kembali mencairkan cek masing-masing sejumlah Rp1 miliar. Stepahnus membawa uang AS$600 ribu dan Rp1 miliar tersebut untuk diserahkan kepada Bihar.

Sutio menyatakan, uang itu disimpan ke dalam tas berwarna abu-abu bertuliskan JFX dan dimasukan ke mobil Bihar. Bertempat di Cafe Lulu, Kemang Arcade, Bihar menemui Syahrul. Bihar bersama-sama Syahrul masuk mobil masing-masing dan Syahrul meminta sopirnya agar jalan pelan-pelan diikuti mobil Bihar dari belakang.

"Sesampainya di pinggir jalan kawasan Dharmawangsa, mobil keduanya berhenti. Bihar memberikan tas berisi uang Rp7 miliar terdiri dari AS$600 ribu dan Rp1 miliar kepada Syahrul.  Selanjutnya, tas berisi uang itu diambil oleh Syahrul dan dimasukan ke dalam mobil lalu dibawa pergi ke rumahnya," terangnya.

Dengan fakta-fakta tersebut, Sutio berpendapat, Sherman telah melakukan perbuatan memberi uang sejumlah Rp7 miliar melalui Bihar. Oleh karena itu, majelis hakim berkesimpulan bahwa semua unsur dalam dakwaan primair telah terpenuhi. Majelis juga menilai tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar atas perbuatan Sherman.

Menanggapi putusan majelis, Sherman masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sherman tetap menyatakan dirinya tidak bersalah. Ia menjelaskan, sebenarnya perkataan "Cengli" itu tidak ke luar dari mulutnya, melainkan dari mulut Hassan. Ia menganggap Hassan telah memberikan kesaksian palsu.

Lebih lanjut, Sherman juga menilai ada rekayasa yang dilakukan rekan-rekannya, sehingga ia ikut terseret dalam kasus ini. Padahal, Sherman mengaku ketika itu tidak menjabat apapun di PT BBJ. Atas dasar itu,  ia menegaskan dirinya tidak memiliki kepentingan apapun untuk ikut campur dalam pemberian uang kepada Syahrul.   

"Saya hanya merupakan wakil dari pemegang saham, yaitu PT Valbury Asia Futures. Hanya satu lembar saham dari 29 pemegang saham yang lain. Bagaimana saya bisa memerintahkan Hassan, seorang Komisaris Utama di PT BBJ pada saat itu? Seharusnya saya tidak berada di sini, artinya saya bebas," tuturnya.

Di persidangan terpisah, majelis hakim yang dipimpin Aswidjon menghukum Bihar dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan. Atas putusan itu, Bihar yang telah berkonsultasi dengan pengacaranya mengatakan tidak mengajukan banding. "Saya menerima putusan ini," tandasnya.

Tags:

Berita Terkait