Terdakwa Korupsi ‘Gugat’ Larangan Kasasi Vonis Bebas
Berita

Terdakwa Korupsi ‘Gugat’ Larangan Kasasi Vonis Bebas

Majelis panel menilai kedua permohonan lebih banyak mengurai kasus konkret ketimbang kerugian konstitusional.

ASH
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Korupsi ‘Gugat’ Larangan Kasasi Vonis Bebas
Hukumonline

Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur larangan putusan bebas diajukan upaya hukum banding atau kasasi kembali dipersoalkan sejumlah warga negara ke MK. Pemohonan ini diajukan oleh Ismail Novel (Ketua STAIN Bukit Tinggi) dan Idrus (pensiunan PNS Pemkab Pasaman).

Kedua pemohon yang tengah terbelit kasus korupsi ini mengajukan permohonan secara terpisah. Namun, persidangan dilakukan secara bersamaan oleh majelis hakim panel yang dipimpin Muhammad Alim dengan anggota Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.

“Pasal 244 KUHAP bersifat multitafsir dan tidak tegas yang mengakibatkan pemohon kehilangan jaminan kepastian hukum yang adil,” kata kuasa hukum Ismail, M Sholeh Amin dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jum’at (30/11).

Pasal 244 berbunyi, “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”

Sholeh menegaskan frasa “..kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP tidak memberikan larangan yang tegas bagi penuntut umum untuk mengajukan kasasi. Imbasnya, pemohon dalam posisi tidak mendapatkan kepastian hukum apakah penuntut umum boleh mengajukan kasasi atau tidak.

“Kerugian pemohon karena awalnya dibebaskan pengadilan menjadi tidak pasti akan bebas karena jaksa mengajukan kasasi,” tutur Sholeh.

Dia mengatakan putusan Pengadilan Tipikor Padang yang telah membebaskan pemohon seharusnya sudah final. Sebab, sesuai Pasal 244 KUHAP penuntut umum tidak bisa melakukan upaya hukum kasasi. “Kenyataannya penuntut umum bisa melakukan upaya kasasi sepanjang putusan bebas itu dianggap sebagai bukan bebas murni,” katanya.

Karena itu, Sholeh meminta MK membatalkan frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP karena bertentangan dengan UUD 1945. “Atau menyatakan Pasal 244 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, kecuali sepanjang diartikan dengan tegas melarang jaksa mengajukan kasasi baik dengan alasan bebas murni maupun bebas tidak murni,” pintanya.     

Sementara, Idrus menilai sebenarnya Pasal 244 KUHAP itu telah menjamin kepastian hukum, sehingga jika ada putusan bebas diajukan upaya hukum kasasi adalah sesuatu yang melanggar hukum.

“Saya telah diputus bebas oleh PN Lubuksikaping dan jaksa telah mengajukan kasasi ke MA dengan dasar hukum yurisprudensi tetap MA No. K/275/Pid/1983 yang bersumber dari Pasal 244 KUHAP. Jaksa Kejari Lubuksikaping beranggapan putusan bebas itu adalah bebas tidak murni,” kata Idrus.    

Pemohon merasa mendapat perlakuan diskriminatif dengan berlakunya Pasal 244 KUHAP dan yurisprudensi itu. “Sekarang menjadi tidak ada kepastian dan selalu was-was dalam menghadapi kehidupan ini,” kata Idrus.  

Dalam petitum permohonan, Idrus meminta MK untuk menyatakan Jaksa Agung/jaksa penuntut umum tidak dapat mengajukan kasasi terhadap putusan bebas dengan alasan apapun termasuk alasan adanya yurisprudensi. 

“Menyatakan MA tidak dapat menerima dan mengadili permohonan kasasi dari penuntut umum terhadap putusan bebas karena melanggar Pasal 244 KUHAP dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.”         

Hakim Konstitusi Muhammad Alim menilai kedua permohonan lebih banyak mengurai kasus konkret ketimbang kerugian konstitusionalnya. “Coba kalian gambarkan lebih jelas uraian kerugian konstitusional yang dialami pemohon, permohonan lebih banyak mengurai kasus konkret. Ini harap diperbaiki,” saran Alim.   

Secara khusus, dia mengkritik petitum permohonan Idrus yang dinilai keliru. Alim menjelaskan MK hanya berwenang mengadili konstitusionalitas norma tidak mengadili kasus. 

“Petitum yang Saudara mohonkan bukan kewenangan MK, kita hanya mengadili norma. Sebaiknya bagian petitum Saudara diperbaiki dengan memuat pernyataan pertentangan norma yang diuji dengan norma UUD 1945. Saudara bisa lihat contoh-contoh petitum permohonan di MK,” sarannya.     

Sebelumnya, Ismail divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Padang pada 16 Mei 2012 dalam kasus korupsi pengalihan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) Tahun 2007-2010 di STAIN Bukittinggi. Namun, penuntut umum mengajukan kasasi ke MA pada 8 Juni 2012.

Hal serupa dialami Idrus saat menjabat Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Pasaman juga divonis bebas oleh PN Lubuksikaping pada 19 Juni 2008. Namun, penuntut umum mengajukan kasasi ke MA pada 9 Juli 2008.      

Sebagai catatan, Pasal 244 KUHAP sudah beberapa kali dimohonkan pengujian ke MK. Diantaranya, perkara nomor 17/PUU-VIII/2010 dengan pemohon Muh Burhanuddin (advokat), perkara nomor 56/PUU-IX/2011 dengan pemohon Agusrin M Najamudin (mantan Gubernur Bengkulu), dan perkara nomor 85/PUU-IX/2011 dengan pemohon Satono (mantan Bupati Lampung Timur). Semua permohonan itu dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK dengan dalih permohonan itu bukan persoalan konstitusionalitas norma.

Tags: