Terbukti Mencabuli, Guru JIS asal Kanada Divonis 10 Tahun Penjara
Utama

Terbukti Mencabuli, Guru JIS asal Kanada Divonis 10 Tahun Penjara

Ketua majelis hakim menyatakan dissenting opinion.

Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Neil Bantleman (kiri) didampingi oleh penerjemah saat menghadiri sidang pembacaan vonis atas dirinya di PN Jaksel, Kamis (2/4). Foto: RES
Neil Bantleman (kiri) didampingi oleh penerjemah saat menghadiri sidang pembacaan vonis atas dirinya di PN Jaksel, Kamis (2/4). Foto: RES

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menghukum guru Jakarta International School (JIS) asal Kanada, Neil Bantleman selama 10 tahun penjara karena terbukti telah melakukan pencabulan terhadap siswa di sekolah internasional itu.

"Menyatakan Neil telah terbukti telah sah dan meyakinkan dengan sengaja melakukan kekerasan, mengancam, melakukan serangkaian kebohongan, melakukan dan membiarkan melakukan tindakan cabul. Menghukum terdakwa pidana penjara 10 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Nuraslam Bustaman di PN Jaksel, Kamis (2/4).

Dalam putusan ini, Nuraslam sendiri selaku ketua majelis menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dengan mayoritas majelis hakim. Dalam dissenting-nya, Nuraslam memiliki dasar hukum yang sama dengan dua anggota majelis lainnya, tetapi berbeda ketika menentukan lamanya hukuman. Nuraslam menyatakan seharusnya terdakwa dihukum selama 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan penjara.

Majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dengan berbagai pertimbangan. Di antaranya adalah ada hal-hal yang memberatkan bagi Neil, yakni tidak mengakui, tidak meminta maaf, dan tidak menyesali tindakan yang telah menyakiti masa depan anak yang menjadi korban dan masih di bawah umur. Majelis menilai tindakan tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang pendidik.

“Terdakwa juga terbelit-belit sehingga menyulitkan persidangan. Serta pembentukkan opini publik baik sebelum atau sesudah persidangan. Mencoreng nama baik pendidikan secara umum dan JIS," jelas Nuraslam.

Sedangkan, unsur yang meringankan ialah terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan sopan dalam persidangan.

Majelis menilai unsur-unsur tindak pidana pencabulan telah terbukti sehingga terdakwa dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri melakukan kekerasan memaksa atau membujuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul sesuai dengan Pasal 82 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Majelis juga mempertimbangkan hasil dari B2TP2A yang menyatakan bahwa terdapat adanya tekanan psikologi karena adanya pencabulan, sehingga mengganggu emosi dari saksi korban. Sehingga saksi korban tidak tahu apa yang sedang ia rasakan setelah ia mulai mengalami sodomi.

Selain itu, majelis juga menjelaskan mengenai Berita Acara Penyelidikan (BAP) ketika terdakwa diberikan pertanyaan mengenai sodomi terhadap saksi korban. "BAP oleh Bareskrim Budi Santoso saat Neil dalam menjawab pertanyaan apakah memasukan alat kelamin ketiga lubang anus saksi korban? Kemudian Neil menjawab tidak. Hal tersebut menunjukan indikasi berbohong," demikian pertimbangan majelis.

Lebih lanjut, majelis mempertimbangkan keterangan ahli yang menjelaskan mengenai kesehatan seks dari terdakwa. Dimana terdakwa melakukan seks seminggu sekali, sedangkan menurut ahli kesehatan, seks normalnya dilakukan 2-3 kali seminggu. Sehingga, terdakwa dipertanyakan bagaimana caranya menyalurkan masturbasi dengan kesehatan seks hanya seminggu sekali.

Majelis juga menolak dan mengenyampingkan bukti-bukti yang diajukan oleh penasehat hukum dari Neil. Surat dari Pengadilan Singapura yang melegitimasi hasil laboratorium rumah sakit di Singapura juga dikesampingkan. "Surat Pengadilan Singapura mengenai dapat digunakan hasil dari RS di Singapura berdasar Pasal 184 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP harus dikesampingkan. Karena tidak ada perjanjian bilateral atau multilaleral antara Indonesia – Singapura,” jelas majelis.

“Sehingga, hakim tidak punya kewajiban untuk mempertimbangkan bukti atau keputusan yang dibuat oleh pengadilan negera lain," tambahnya lagi.

Tak hanya itu, bukti atas Video Mcmartin, jurnal-jurnal, laporan hasil penelitian dari Kamala London juga dikesampingkan  oleh majelis karena tidak ada hubungannya dengan kasus. "Bahwa video McMartin berdasar Pasal  184 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP harus disampingkan karena tidak relevan dengan kasus," tambahnya.

Majelis juga mengenyampingkan keterangan ahli mengenai adanya pertanyaan yang diarahkan pada saat investigasi terhadap saksi korban. Berdasarkan KUHAP, majelis menegaskan bahwa keterangan yang digunakan ialah keterangan yang disampaikan dalam persidangan sehingga menjadi fakta hukum. "Bagaimana mungkin ahli bisa mengetahui kalau anak terpengaruh oleh sugesti padahal ahli tersebut tidak pernah melakukan investigasi mendalam mengenai pertanyaan yang diberikan kepada saksi korban," sebut majelis.

Sebagai informasi, Neil didakwa Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Neil dituntut oleh Jaksa Penuntut umum penjara 12 Tahun dikurangi masa tahanan dan denda sebanyak Rp100 juta. Selain itu Neil juga diminta untuk membayar biaya perkara Rp5ribu. Sedangkan guru JIS lainnya, Ferdinant Tjiong disidangkan dalam berkas dan persidangan terpisah.

Sidang yang baru dimulai pukul 10.00 WIB dan selesai pukul 18.00 WIB  banyak didatangi oleh orangtua murid JIS yang menggunakan baju berwarna putih. Selama persidangan Ketua Majelis hakim berkali-kali melakukan skors. Skors tersebut dikarenakan adanya pengunjung sidang yang minum dan menelpon di dalam ruang sidang selama persidangan berlangsung, juga media yang mengambil foto namun menggunakan blitz.

Dalam sidang sebelumnya Nuraslam juga memberikan peringatan kepada tim penasehat Neil (Terdakwa) untuk tidak memberikan informasi mengenai jalannya persidangan kepada media demi menjalankan esensi sidang tertutup.

Pihak terdakwa memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

Tags:

Berita Terkait