Tenang! Pembeli Tanah dari Nominee Tak akan Dirugikan Asalkan…
Utama

Tenang! Pembeli Tanah dari Nominee Tak akan Dirugikan Asalkan…

Mahkamah Agung telah menerbitkan pedoman jelas yang menjadi acuan hakim melindungi pembeli beriktikad baik.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam diskusi mengenai perjanjian nominee dalam kasus pertanahan yang diselenggarakan hukumonline. Foto: RES
Para pembicara dalam diskusi mengenai perjanjian nominee dalam kasus pertanahan yang diselenggarakan hukumonline. Foto: RES

Hakim Agung I Gusti Sumanatha menegaskan bahwa nominee (pihak yang tercatat secara hukum/legal owner) diakui sebagai pemegang hak milik tanah yang sah secara hukum. Oleh karena itu perolehan hak milik atas tanah dari nominee diakui sah atas nama hukum. Pembeli tanah dari pihak nominee tidak dapat digugat demi kepastian hukum.

 

“Mahkamah Agung tidak mengakui perjanjian pinjam nama (nominee) dalam kepemilikan tanah. Perjanjian nominee ini adalah penyelundupan hukum yang harus dicegah,” kata Sumanatha dalam diskusi publik yang diselenggarakan Hukumonline, Selasa (18/2).

 

Sikap Mahkamah Agung ini dilandasi pada politik hukum Indonesia yang masih membatasi kepemilikan hak milik atas tanah oleh Warga Negara Asing (WNA). “Perjanjian ini melahirkan dua konsep kepemilikan, nominee selaku legal owner dan beneficiary. Kami hanya mengakui legal owner,” kata Sumanatha.

 

Sumanatha menjelaskan bahwa nominee berhak mengalihkan, menjual, membebani, menjaminkan, serta melakukan tindakan apapun atas benda yang bersangkutan atas nama hukum. Sikap Mahkamah Agung soal ini telah dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.7 Tahun 2012 yang menyebut soal pembeli beriktikad baik.

 

Berdasarkan SEMA mengenai rumusan hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung ini, perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang beriktikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (atas objek jual beli tanah). Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada penjual yang tidak berhak.

 

Baca juga:

 

Kriteria tentang siapa yang termasuk pembeli beriktikad baik itu dijelaskan lebih lanjut dalam SEMA No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan.

 

Sumanatha menekankan bahwa pembeli tanah harus memastikan penjual adalah orang yang berhak sesuai dengan bukti kepemilikannya. SEMA No. 4 Tahun 2016 menegaskan bahwa melakukan jual beli atas objek tanah dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan. Ada beragam cara: pembelian tanah melalui pelelangan umum; pembelian tanah di hadapan PPAT sesuai Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; atau pembelian tanah milik adat/yang belum terdaftar yang dilaksanakan sesuai ketentuan hukum adat.

 

Hukumonline.com

 

“Ini yang menjadi pegangan para hakim kami dalam menangani perkara. Pembeli yang membeli dari nominee selaku legal owner adalah pembeli beriktikad baik,” kata Sumanatha. Sikap ini diambil Mahkamah Agung dalam rangka perlindungan hak WNI dan kepentingan ekonomi Indonesia. Apalagi sudah ada norma yang tegas melarang hak milik atas tanah oleh WNA.

 

Sikap Mahkamah Agung ini didukung oleh Suparjo Sujadi, akademisi hukum agraria Universitas Indonesia. Ia merujuk pasal 26 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Perjanjian nominee bahkan bisa juga menyebabkan status tanah tersebut otomatis kembali menjadi tanah negara.

 

Hukumonline.com

 

Untungnya pasal tersebut tidak membatalkan hak-hak pihak lain jika telanjur ada pada tanah tersebut. Termasuk pula jika tanah sudah beralih hak milik ke pihak ketiga. Hak milik pembeli tanah dari nominee tetap berlaku.

 

Sumanatha menyebutkan sejumlah putusan Mahkamah Agung yang berpihak pada pembeli beriktikad baik. Misalnya Putusan No.403 PK/Pdt/2015, Putusan No.256 K/Pdt/2016, Putusan No.1161 K/Pdt/2016, Putusan No.2828 K/Pdt/2016, Putusan No.1775 K/Pdt/2017, Putusan No.2520 K/Pdt/2017, dan Putusan No.734 PK/Pdt/2017.

 

Praktisi hukum Hotman Paris Hutapea juga membenarkan sikap Mahkamah Agung. “Perjanjian nominee tidak menjadi dasar penerbitan sertifikat, jadi pihak ketiga tidak ada urusannya dengan itu. Selama dia beli dari pemilik yang tertera di sertifikat,”  kata Hotman sebagai salah satu narasumber diskusi.

 

Pembeli tanah dari nominee tampak mendapat perlindungan penuh dari pengadilan. Namun, SEMA No.7 Tahun 2012 membuka peluang beneficiary untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada nominee.

Tags:

Berita Terkait