Temuan Komnas HAM Dinilai Perkuat Bukti Pelanggaran dalam Asesmen TWK KPK
Terbaru

Temuan Komnas HAM Dinilai Perkuat Bukti Pelanggaran dalam Asesmen TWK KPK

Pelanggaran yang ditemukan Komnas HAM tersebut sangat serius. Mulai dari perlindungan hak perempuan sampai dengan penghilangan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kemeja biru) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu. Foto: RES
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kemeja biru) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu. Foto: RES

Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tim 57 mengapresiasi hasil laporan penyelidikan dan rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tentang asesmen tes tersebut. Komnas HAM dianggap bekerja profesional dan objektif menilai persoalan yang terjadi dalam TWK KPK.

“Kami mengapresiasi Komnas HAM yang setingi-tingginya atas Laporan Hasil Penyelidikan dan rekomendasi yang dirilis hari ini. Indonesia harus berbangga karena memiliki Komisioner dan Staf Komnas HAM yang bekerja sangat professional dan objektif dalam melihat sebuah persoalan. Dalam hal ini khususnya tentang Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan KPK,” jelas Perwakilan TIM 57, Yudi Purnomo, dalam keterangan persnya, yang dikutip Rabu (18/8).

Dia menjelaskan temuan Komnas HAM mengungkap sisi lain dari TWK yang ternyata bukan hanya sarat dengan perbuatan maladministrasi sesuai dengan temuan Ombudsman. Tapi juga perbuatan nyata yang merupakan 11 pelanggaran HAM sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan berbagai konvensi internasional. (Baca: Komnas HAM Temukan Pelanggaran atas Proses Asesmen TWK di KPK)

“Pelanggaran yang ditemukan Komnas HAM tersebut sangat serius. Mulai dari perlindungan hak perempuan sampai dengan penghilangan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan,” tambah Yudi.

Perwakilan Tim 57 lainnya, Hotman Tambunan menambahkan pelanggaran HAM ini merupakan bukti yang semakin menunjukkan bahwa terdapat permasalahan yang lebih luas. Temuan ini memperkaya validasi Ombudsman yang menyebutkan adanya pelanggaran dalam prosedur pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan TWK.

“Bukti dan validasi ini menjadikan penggunaan hasil TWK sebagai dasar pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN tidak memiliki legitimasi baik dari sisi hukum maupun norma,” jelasnya.

Dia menilai seharusnya rekomendasi Komnas HAM tersebut ditindaklanjuti oleh seluruh pihak terkait. Sehingga pelanggaran HAM yang terjadi tidak berlanjut, kemudian menimbulkan dampak yang serius. Termasuk untuk segera mengangkat pegawai KPK yang dinyatakan TMS untuk menjadi ASN.

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan pihaknnya menghormati hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM terkait alih status pegawai KPK yang telah disampaikan kepada publik hari ini. Sejauh ini KPK belum menerima hasil tersebut Segera setelah menerimanya, kami tentu akan mempelajarinya lebih rinci temuan, saran, dan rekomendasi dari Komnas HAM kepada KPK.

“Di awal kami perlu sampaikan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN bukan tanpa dasar, namun sebagai amanat peraturan perundang-undangan yang telah sah berlaku yakni UU Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020, dan Perkom Nomor 1 tahun 2021,” jelas Ali.

Dia mengatakan dalam pelaksanaannya KPK pun telah patuh terhadap segala peraturan perundangan yang berlaku, termasuk terhadap putusan MK dan amanat Presiden. Yakni dengan melibatkan kementerian/lembaga negara yang punya kewenangan dan kompetensi dalam proses tersebut. Proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN saat ini juga sedang dan masih menjadi objek pemeriksaan di MA dan MK.

“Sebagai negara yang menjujung tinggi azas hukum, sepatutnya kita juga menunggu hasil pemeriksaan tersebut. Untuk menguji apakah dasar hukum dan pelaksanaan alih status ini telah sesuai sebagaimana mestinya atau belum,” jelasnya.

Dalam jumpa pers, Senin (16/8), Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, menyatakan Komnas HAM menemukan fakta proses alih status Pegawai KPK menjadi ASN melalui Asesmen TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021, diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau terlabel Taliban.

Komnas HAM menilai pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap Pegawai KPK yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik faktual maupun hukum adalah bentuk pelanggaran HAM. “Pelabelan Taliban di dalam internal KPK sengaja dikembangkan dan dilekatkan kepada pegawai KPK dengan latar belakang tertentu sebagai bagian dari identitas maupun praktik keagamaan tertentu,” jelas Ahmad.

Komnas HAM berpendapat nyatanya stigma atau label tersebut sangat erat kaitannya dengan aktivitas kerja profesional pegawai KPK. Tidak hanya itu, label ini juga melekat pada pegawai KPK yang tidak bisa dikendalikan. Padahal, karakter kelembagaan KPK atau internal KPK merujuk pada kode etik lembaga justru memberikan ruang untuk bersikap kritis dalam melakukan kontrol internal maupun kerja-kerja penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian, Komnas HAM juga menemukan telah terjadi pembebastugasan Pegawai KPK yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui alih status dalam asesmen TWK. Penggunaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pembebastugasan yang mengarah pada PHK melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi. 

Hal ini terlihat dari perubahan mandat dan substansi alih status dari pengangkatan menjadi pengalihan hingga akhirnya disepakati menjadi asesmen atau seleksi dalam dinamika diskursus pembentukan Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 yang menjadi pedoman tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN. 

Tags:

Berita Terkait