Tegakkan Kode Etik Advokat untuk Pendampingan Hukum Berintegritas
Kolom

Tegakkan Kode Etik Advokat untuk Pendampingan Hukum Berintegritas

Perlu extraordinary action dari seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga kemuliaan profesi advokat sebagai officium nobile.

Bacaan 4 Menit
Rahim Bin Lasupu. Foto: Istimewa
Rahim Bin Lasupu. Foto: Istimewa

Tugas profesi seorang advokat pada dasarnya bukan sekadar memberikan bantuan hukum kepada klien. Lebih dari itu, advokat adalah representasi dari keadilan dan perlindungan hak-hak individu. Profesi ini memastikan prosedur penanganan permasalahan hukum ditunaikan sesuai dengan koridor hukum dan etika. Setelah diambil sumpah menjadi advokat, Kode Etik Profesi Advokat melekat sebagai pedoman menjalankan tugas profesinya. Pedoman ini juga menjadi fondasi integritas dalam pendampingan hukum, sebagaimana cita-cita tujuh organisasi advokat dalam Komite Kerja sama Advokat Indonesia (KKAI) yang menetapkan kode etik itu pada tahun 2002.

Merujuk Pasal 2 Kode Etik Profesi Advokat, isinya menyebutkan bahwa, “Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.” Secara rinci diuraikan bagaimana Kode Etik Profesi Advokat menjadi fondasi integritas profesi . Ada harapan agar kemuliaan profesi advokat—disebut sebagai officium nobile atau profesi yang mulia—tetap relevan. 

Salah satu prinsip utama Kode Etik Profesi Advokat adalah keharusan mengutamakan kejujuran, integritas, dan keadilan dalam semua aspek praktik hukum. Ini meliputi mulai dari hubungan dengan klien, hubungan dengan rekan sejawat, hingga cara melaksanakan tugas profesi advokat.

Baca juga:

Kehadiran prinsip utama Kode Etik Profesi tersebut menjadi hal yang langka dalam dunia advokat Indonesia. Sejumlah oknum advokat yang mengambil peran dalam pusaran kasus korupsi akhir-akhir ini menjadi faktanya. Tampaknya banyak oknum advokat yang telah kehilangan etika profesinya. Perintangan proses penegakan hukum (obstruction of justice) dan middleman oleh advokat dalam kasus korupsi cukup sering menjadi tajuk utama pemberitaan nasional. Sebagai contoh, kasus obstruction of justice yang dilakukan oleh seorang advokat atas kasus korupsi di Papua, kasus korupsi mantan ketua DPR RI yang sempat viral dengan benjol bakpao, serta keterlibatan oknum advokat sebagai perantara suap dalam kasus yang melibatkan hakim agung.

Berbagai pemberitaan tentang peran oknum advokat dalam pusaran kasus korupsi jelas bertolak belakang dengan slogan officium nobile atau profesi advokat sebagai profesi mulia. Kenyataan ini menjadi pukulan berat bagi organisasi advokat di Indonesia untuk menjaga kehormatan profesi advokat di Indonesia.

Integrasi Penegakan Kode Etik Advokat

Penting untuk diingat bahwa kepatuhan terhadap Kode Etik Profesi Advokat dalam melakukan pendampingan adalah kunci menjaga integritas dalam sistem peradilan di Indonesia. Advokat yang mengutamakan prinsip-prinsip etika ini ikut memastikan bahwa keadilan dapat terwujud. Tidak hanya terwujud bagi kliennya, tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat dalam proses hukum.

Tags:

Berita Terkait