Tawaran Kepemimpinan Kolektif Sebagai Solusi Penyatuan Peradi
Utama

Tawaran Kepemimpinan Kolektif Sebagai Solusi Penyatuan Peradi

Jika usulan kepemimpinan kolektif ini bisa diterima tokoh-tokoh senior Peradi, diharapkan peluang untuk rekonsiliasi terbuka lebar bagi organisasi di luar Peradi agar wadah tunggal advokat sesuai amanah UU Advokat dapat terwujud kembali.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Juniver Girsang, Luhut MP Pangaribuan, Otto Hasibuan. Foto Kolase: RES
Juniver Girsang, Luhut MP Pangaribuan, Otto Hasibuan. Foto Kolase: RES

Dewan Penasihat PBH Peradi Rivai Kusumanegara menilai bergulirnya kembali upaya penyatuan Peradi akan berhasil jika mempedomani prinsip-prinsip rekonsiliasi dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Hal ini demi penguatan profesi advokat, kepentingan penegakan hukum, dan masyarakat pencari keadilan.

Namun begitu, Rivai berpendapat syarat penyatuan Peradi dengan melarang pihak-pihak tertentu mencalonkan diri dalam Munas Bersama dirasa kurang tepat. Hal ini mengingat prinsip rekonsiliasi justru mendorong kebersamaan dan saling berperan untuk memastikan proses rekonsiliasi berjalan sesuai rencana.

Mengutip pendapat Melor & Bretherton, Rivai menjelaskan terdapat tiga prinsip dalam rekonsiliasi yakni berdamai dengan masa lalu; mengambil peran tanggung jawab di masa sekarang; dan bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik.

“Saya berpandangan tokoh-tokoh senior harus bertanggung jawab dan ambil bagian dalam rekonsiliasi ini, bukan justru meninggalkan arena (karena dilarang mencalonkan diri menjadi calon ketua umum Peradi, red),” ujar Rivai kepada Hukumonline, Jum’at (3/9/2021). (Baca Juga: 6 Poin Tanggapan Peradi SAI Terkait Usulan Munas Bersama)   

Apalagi konflik selama 6 tahun ini telah menimbulkan kerenggangan hingga ke daerah dan perlu proses untuk nge-blend kembali. Sebab, Rivai mengkhawatirkan jika larangan mencalonkan diri terjadi di tingkat pusat akan menjadi preseden dalam Musda Bersama dan dapat menimbulkan riak-riak tersendiri di daerah.

Untuk itu, Rivai mengusulkan agar pimpinan Peradi dijabat secara kolektif, sehingga diharapkan terdapat keterwakilan dari pihak-pihak yang berkonflik. Hasil Munas Bersama untuk menentukan suara terbanyak sebagai ketua umum; urutan kedua terbanyak sebagai Ketua I; urutan ketiga terbanyak sebagai Ketua II; dan begitu seterusnya.

“Model kepemimpinan kolektif diharapkan akan menjawab konflik selama ini baik karena kekecewaan terhadap Munas maupun perbedaan cara pandang yang sebenarnya dapat diuji dan diputuskan secara kolektif,” tegas Rivai.

Menurutnya, jika usulan kepemimpinan kolektif ini bisa diterima tokoh-tokoh senior Peradi, diharapkan peluang untuk rekonsiliasi terbuka lebar bagi organisasi di luar Peradi agar wadah tunggal advokat sesuai amanah UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dapat terwujud kembali.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang PKPA, Sertifikasi Advokat, dan Kerja Sama Universitas DPN Peradi, Shalih Mangara Sitompul, mengatakan seluruh anggota Peradi berharap terjadinya penyatuan kembali guna mewujudkan wadah tunggal organisasi advokat di Indonesia melalui Munas Bersama sesuai kesepakatan ketiga ketua umum Peradi tanggal 25 Februari 2020 lalu. Ketiganya sepakat untuk mewujudkan kemajuan advokat di Indonesia.

“Nah, DPN Peradi pimpinam Otto telah mengirimkan surat kepada Saudara Juniver Girsang dan Luhut Pangaribuan untuk mengajak Munas Bersama guna memilih ketua umum DPN Peradi periode mendatang,” kata Shalih. 

Shalih berharap ketiga ketua umum Peradi bersedia untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum Peradi periode mendatang karena mereka mempunyai kapasitas, kemampuan, dan memiliki pendukung. Hal ini untuk menghindari timbulnya perpecahan kembali. “Dalam Munas nanti mereka bertanding secara fair dan mau mengakui kekalahannya jika tidak terpilih. Biarlah peserta memilih siapa yang layak memimpin Peradi mendatang,” kata Shalih.

Dia juga berharap para pendukung ketiga calon ketua umum dapat menerima apapun hasil pemilihan ketua umum Peradi dan tidak melakukan gugatan ke pengadilan. “Bagi pendukung yang kalah harus bisa legowo dan memajukan Peradi bersama ketua umum terpilih,” katanya. (Baca Juga: Syarat Ketua Peradi Tak Boleh Nyalon Lagi, Otto Hasibuan: Bertentangan Nilai Demokrasi)

Sebelumnya, melalui surat tertanggal 12 Agustus 2021, Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan mengajak Juniver Girsang dan Luhut MP Pangaribuan sebagai pimpinan Peradi SAI dan Peradi RBA untuk menggelar Munas Bersama yang pernah disepakati sebelumnya di hadapan Menkopolhukam M. Mahfud MD dan Menkumham Yasonna H Laoly untuk menyatukan Peradi pada 25 Februari 2020 lalu.  

Dalam suratnya, Otto mengajukan beberapa syarat dalam pelaksanaan Munas Bersama ini diantaranya: setuju bila tata cara pemilihan ketua umum dengan one man one vote; pemungutan suara dilakukan secara manual dengan kertas suara di setiap lokasi Munas; 3 Peradi mengajukan hanya satu calon ketua umum terbaik; seluruh Peradi yang calonnya tidak terpilih wajib membubarkan diri dan bergabung menjadi anggota Peradi di bawah ketua umum Peradi terpilih; pelaksana Munas bisa diserahkan ke lembaga independen profesional yang ditunjuk bersama.

Hanya saja, Peradi SAI dan Peradi RBA mengusulkan syarat penting yakni bagi ketua umum Peradi atau pernah menjadi ketua umum Peradi tidak boleh mencalonkan diri kembali seperti yang pernah diusulkan sebelumnya. Tetapi, nampaknya syarat ini tidak disetujui DPN Peradi pimpinan Otto Hasibuan. Otto beralasan syarat ini justru melanggar nilai demokrasi dan HAM.

Belakangan dalam surat balasan Peradi SAI tertanggal 30 Agustus 2021, pimpinan Peradi SAI meminta upaya penyatuan Peradi bisa dimulai dengan melanjutkan kembali kerja Tim 9 Peradi sebagaimana kesepakatan bersama di hadapan Menkopolhukam dan Menkumham tanggal 25 Februari 2020. Tim 9 Peradi ini ditugasi mengkonsep penyatuan Peradi sekaligus merencanakan gelaran Munas Bersama selama 3 bulan. Masing-masing Peradi menunjuk tiga nama mewakili organisasinya, sehingga disebut Tim 9 Peradi

Dalam poin ketiga surat Peradi SAI itu, ada sejumlah usulan penting yang disampaikan pewakilan Tim 9 Peradi dari Peradi SAI dan Peradi RBA. Misalnya soal masa jabatan Ketua Umum 3 tahun (paling lama 4 tahun) dan tidak dapat dipilih lagi untuk masa jabatan berikutnya; calon ketua umum Peradi berikutnya tidak pernah menjabat ketua umum Peradi.

Perwakilan Tim 9 Peradi dari Peradi SAI dan Peradi RBA juga mengusulkan calon ketua umum dapat dicalonkan dan dapat juga mencalonkan diri secara independen dengan meminta dukungan langsung dari para anggota. Ini berbeda dari usulan DPN Peradi SOHO bahwa masing-masing DPN Peradi hanya boleh mencalonkan satu calon ketua umum. Hal tersebut mengindikasikan pertarungan, bukan rekonsiliasi dari 3 Peradi.

Sedangkan, dalam surat balasan Peradi RBA tertanggal 1 September 2021, intinya Peradi RBA meminta sejumlah hal. Seperti pelaksanaan Munas Bersama digelar secara sederhana; difasilitasi MA; memakai anggaran sebelum Peradi pecah pada 2015 yang tersisa sekitar 50 miliar; dan pengurus inti Peradi selama periode konflik tidak berhak menjadi pengurus Peradi yang akan datang. Peradi SAI berharap nantinya ada satu standar profesi advokat di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait