Tarik Ulur Perpanjangan PKP2B dalam Pembahasan Revisi UU Minerba
Berita

Tarik Ulur Perpanjangan PKP2B dalam Pembahasan Revisi UU Minerba

Esensinya adalah bagaimana sebesar-besarnya kemakmuran rakyat itu diterjemahkan.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Polemik perpanjangan Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) ibarat berkelindan dengan pembahasan Revisi Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Bagaimana tidak? Menjelang waktu terminasi kontrak 6 perusahaan pemegang PKP2B, usaha untuk merampungkan pembahasan Revisi UU Minerba terus dikebut. 

 

Tidak hanya satu, pemerintah bahkan menyiapkan tiga kebijakan sekaligus: Revisi UU Minerba, Rancangan UU Cipta Kerja, dan Revisi ke enam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, sebagai jalan keluar untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan pemberian perpanjangan PKP2B. Nampaknya, kasus terminasi PKP2B Tanito Harun tidak boleh terulang. 

 

Jika dilihat kembali, ketidakpastian hukum terkait perpanjangan PKP2B telah terjadi bahkan ketika perjanjian kerja ini ditandatangani. Hal itu terungkap dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu (29/4). 

 

Ada pertanyaan mengenai jangka waktu PKP2B yang dipahami tidak hanya 30 tahun, tapi berlaku hingga 50 tahun. Hal ini menyusul keberadaan klausul “jaminan pemberian perpanjangan” oleh pemerintah kepada kontraktor setelah melakukan evaluasi terhadap 30 tahun masa awal perjanjian kerja. (Baca: Ramai-ramai Menolak Pembahasan Revisi UU Minerba di Saat Darurat)

 

Bukan tanpa dasar, kontraktor PKP2B bahkan menilai hal ini sejalan dengan prinsip UU Nomor 11 Tahun 1968 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan yang merupakan payung hukum awal ketika Kontrak Karya (KK) dan PKP2B ditandatangani. 

 

“Kami memahami perpanjangan 2 kali 10 tahun merupakan hak (kontraktor). Sehingga menjadi kewenangan pemerintah untuk melakukan evaluasi dalam perpanjangan tersebut. Jadi tidak serta merta dianggap berakhir setelah 30 tahun,” ungkap perwakilan dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dalam diskusi daring tersebut.

 

Menjawab hal ini, Diretur Jenderal Minerba KESDM, Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, terkait tafsir kontraktor terhadap klausul jaminan perpanjangan paska evaluasi harus dipahami secara seksama. Menurut Bambang, jika mengacu kepada UU Ketentuan Pokok Pertambangan, belum ada ketentuan yang mengatur tentang perbaikan penerimaan negara.

 

Hal ini berbeda dengan ketentuan di UU Minerba yang telah mengatur tentang penerimaan negara yang harus lebih baik. “Dulu di UU 11 tidak ada mengkaitakan dengan penerimaan negara dan ketentuan lain. Waktu itu mungkin belum terpikirkan. Tapi dalam UU 4 Tahun 2009 dan PP 77 (Tahun 2014) sudah menyebutkan itu. Penerimaan negara harus lebih baik,” terang Bambang. 

 

Selanjutnya, menurut Bambang, selain perbaikan penerimaan negara, ada juga kewajiban peningkatan nilai tambah dalam negeri melalui industri pengolahan dan pemurnian. Hal ini menurut Bambang menjadi hal yang dievaluasi pemerintah. “Anda kalau mau mendapatkan ini (ijin perpanjangan) maka anda harus melakukan hilirisasi,” tegas Bambang.

 

Bambang mengakui terkait pembangunan smelter merupakan beban dalam evaluasi yang dilakukan pemerintah. Pemerintah menyadari, mendorong investasi smelter tanpa investasi disektor hulu tidaklah menarik bagi investor. Karena itu, sejak 2009 pemerintah mulai menegakkan ketentuan ini kepada para kontraktor.

 

Menurut Bambang, tanpa aktifitas pemurnian dan pengolahan dalam negeri, peningkatan nilai tambah industri hulu tidak akan berjalan. “Karena itu di Indonesia kita paksa harus melakukan pengolahan sampai intermediate produk dan sekarang, itu yang harus diulang lagi (pembahasannya). Jadi kalau bahan mentah itu diekspor lagi kembali lagi itu tidak menarik invesmentnya,” urai Bambang.

 

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPPI) Rizal Kasli mengatakan soal durasi kontrak dan perpanjangan tidak bisa dipukul rata. Hal ini berkaitan dengan komoditas pertambangan yang sedang diusahakan. 

 

Rizal menilai ada PKP2B yang baru ketahuan nilai ekonominya setelah 30 tahun, ada pula yang 50 tahun. Karena itu, soal waktu perpanjangan PKP2B, Rizal menilai hal ini adalah opsi. “Memang masa operasi pertambangan itu spesifik pada komoditasnya. Ada yang sampai 50 tahun baru dia ekonomis untuk skala ekonominya,” terang Rizal.

 

Namun Rizal menegaskan perlu kepastian. Untuk menarik investasi, dibutuhkan jaminan diperolehnya kembali perpanjangan atas PKP2B. Tentu saja setelah mempertimbangkan sejumlah persyaratan seperti perusahaan tidak melanggar hukum, tidak melanggar kewajiban keuangan terhadap negara, tidak melanggar keselamatan kerja, lingkungan, dan sebagainya. “Itu uang harus dibuat clear supaya tidak abu-abu disitu,” tegas Rizal.

 

Sementara, menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Sukmandaru Prihatmoko, untuk menentukan berapa lama umur PKP2B harusnya bergantung pada seberapa banyak sumber daya atau cadangan satu wilayah operasi. Menurut Rizal, ada PKP2B yang memiliki cadangan hanya 10 atau 20 tahun. Selain itu ada pula yang lebih dari itu.  

 

“Artinya sesuaikan aja. Kalau 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun yah seperti itu kira-kira,” ujarnya.

 

Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Hikmahanto Juwana, menekankan jika untuk memperhitungkan usia izin tambang mesti memperhatikan berapa besar cadangan, maka ia mensyaratkan perlu ada klausul tentang mandatory divestment. 

 

Dengan begitu, dalam jangka waktu tertentu, terdapat kewajiban divestasi saham perusahaan tambang asing kepada pemerintah. Hikmahanto mengingatkan ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Keberadaan tambang dan usaha disektor sumber daya alam, harus memperhatikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

“Esensinya adalah bagaimana sebesar-besarnya kemakmuran rakyat itu kita terjemahkan,” pungkas Hikmahanto.

 

Nikmati Akses Gratis Koleksi Peraturan Terbaru dan FAQ Terkait Covid-19 di sini.

Tags:

Berita Terkait