Tarik Ulur Delik Contempt of Court dalam RKUHP
Problematika RKUHP:

Tarik Ulur Delik Contempt of Court dalam RKUHP

Idealnya perumusan norma contempt of court tidak menyentuh/melanggar kebebasan pers. Karena itu, Pasal 329 huruf d RKUHP perlu dirumuskan kualifikasi perbuatan yang jelas agar tidak melanggar kebebasan pers.

Rofiq Hidayat/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Karena itu, tindak pidana ini sebenarnya tidak perlu diatur secara khusus. Dia beralasan sistem peradilan di Indonesia menganut non adversarial model. Yakni, satu cara menemukan kebenaran materil dalam perkara pidana melalui proses penyidikan yang dilakukan agak tertutup. Kemudian, pembuktian kasus dilakukan di pengadilan dengan cara “terpimpin”.

 

“Jadi, (sebenarnya) tidak memungkinkan adanya pranata contempt of court. Karena di Indonesia, hakim memiliki kekuasaan sangat besar dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara,” ujarnya.

 

Menyasar  media

Ketentuan tindak pidana terhadap pelecehan atau penghinaan terhadap lembaga peradilan sebenarnya sudah diatur dalam KUHP. Khususnya Pasal 210, 216, 217, 221, 222, 223, 224, 225, 232, 233, dan 522 KUHP. Karena itu, aturan pasal tentang contempt of court bukanlah hal baru dalam RKUHP.

 

Dossy tak menampik aturan pasal contempt of court bakal menyasar jurnalis/pekerja media cetak dan elektronik ketika menjalankan tugas peliputan di pengadilan. Namun Panja, kata Dossy, dalam pembahasan sangat berhati-hati. Aturan contempt of court memang beririsan dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi. “Prinsip negara hukum dan demokrasi itu salah satu basisnya adalah kebebasan pers,” ujar politisi Partai Hanura yang cukup vokal dalam pembahasan RKUHP yang digelar terbuka di ruang Komisi III DPR ini.  

 

Menurutnya, perumusan norma contempt of court idealnya tidak menyentuh kebebasan pers. Sebab, membatasi kebebasan media menjalankan tugas jurnalistik sesuai kode etik sama halnya bertentangan dengan demokrasi. “Jangan sampai prinsip-prinsip negara hukum demokrasi itu ada yang dipangkas (melalui aturan contempt of court, red). Ini bahaya ke depan. Karena itu, kita tidak boleh sembarangan. Makanya, ini agak lama soal pembahasannya,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya itu.

 

(Baca Juga: Aturan Contempt of Court Bukan untuk Batasi Media)

 

Supriyadi yang juga anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengamini pandangan Dossy. Menurutnya, contempt of court di Indonesia terlampau masif. Dalam Pasal 329 huruf d memang secara eksplisit menyasar pekerja media. Yakni, larangan mempublikasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim di sidang pengadilan. “Ini kan batasan-batasannya tidak jelas. Khusus untuk media ini berbahaya,” kata dia.

 

Baginya, aturan contempt of court lebih tepat diatur dalam hukum acara pidana. Apalagi, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sudah masuk dalam Prolegnas prioritas 2018. Misalnya, pewarta tidak diperbolehkan melakukan peliputan sidang perkara di level saksi.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait