Tarif Program JKN Masih Dikeluhkan
Berita

Tarif Program JKN Masih Dikeluhkan

Fasilitas kesehatan masih merasa tarif yang dibayar BPJS Kesehatan sangat kecil.

ADY
Bacaan 2 Menit
Tarif Program JKN Masih Dikeluhkan
Hukumonline
Besaran tarif pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) yang memberikan pelayanan kepada peserta JKN masih menghadapi masalah. Akibatnya, masih ada peserta yang ditolak faskes untuk mendapat pelayanan kesehatan. Menurut Kepala Bidang Pembiayaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kalsum Komaryani, besaran tarif yang digunakan akan terus dievaluasi.

Bahkan, perempuan yang disapa Yani itu melanjutkan, Menkes sudah memerintahkan jajarannya untuk mengevaluasi besaran tarif lebih cepat dari yang direncanakan. Sehingga tarif yang diberikan BPJS Kesehatan kepada faskes primer (Puskesmas) dan sekunder (RS)  ditingkatkan.

Walau begitu Yani tak menampik masih ada faskes yang merasa tarif itu sangat kecil. Salah satu penyebabnya,  emahaman para pemangku kepentingan terkait mekanisme pembayaran klaim yang digunakan BPJS Kesehatan – kapitasi INA-CBGs-- masih kurang. Bisa jadi pangkal masalahnya karena sosialisasi kurang, terutama mengenai mekanisme pembayaran. Maklum, pembayaran klaim selama ini yang diterima faskes sekunder menggunakan mekanisme fee for service. Seperti program jaminan kesehatan yang digelar PT Askes dan PT Jamsostek sebelum bertransformasi menjadi BPJS. Untuk program Jamkesmas dan Kartu Jakarta Sehat (KJS), pola pembayarannya menggunakan kapitasi INA-CBGs).

Untuk membenahi masalah yang terjadi pada pelaksanaan BPJS Kesehatan, Kemenkes terus melakukan pemantauan dan mencari solusinya. “Memang sosialisasi itu kunci, untuk memberi pemahaman ke semua pemangku kepentingan. Terutama terkait pola pembayaran,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (18/2).

Yani memantau sebagian faskes yang mengeluhkan pembiayaan itu itu hanya membandingkan besaran tarif berdasarkan paket per diagnosis. Padahal, data data yang ada di RS sakit itu untuk mendukung argumen mereka yang mengatakan besaran tarif sangat kecil sehingga menyebabkan RS merugi dapat dikatakan belum ada.

Yani mencatat sampai saat ini Kemenkes belum mendapat laporan ada klaim bulan Januari 2014 dari faskes tingkat sekunder yang masuk. Jika klaim itu sudah diajukan, maka dapat diketahui apakah RS yang bersangkutan merugi atau tidak. “INA-CBGs itu untuk mengendalikan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan (agar efektif dan efisien,-red),” paparnya.

Pada kesempatan yang sama Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Ikhsan, mengatakan INA-CBGs menuntut RS untuk cermat dalam melakukan pencatatan. Sehingga, tidak salah dalam memasukan data klaim (coding) atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta. “Kalo salah coding maka bakal rugi RS-nya. Jadi RS harus meningkatkan kemampuan SDM, bisa dengan cara pelatihan,” ujarnya.

Ikhsan menjelaskan, tarif yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada faskes sudah mencakup semua pelayanan yang diberikan dalam program JKN. Mulai dari konsultasi, perawatan, tindakan medis dan obat-obatan. Untuk kapitasi, BPJS Kesehatan sudah membayarkannya dimuka kepada faskes primer. Bahkan ada faskes primer yang dana kapitasinya mencapai Rp1 milyar.

Selain itu untuk memuluskan transformasi peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek ke program JKN yang dilaksanakan BPJS Kesehatan, Ikhsan mengatakan sebulan sekali BPJS mengadakan rapat koordinasi. Lewat rapat itu BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan berkoordinasi agar mantan peserta JPK Jamsostek mendapat pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya. Serta menjamin agar tidak ditolak faskes yang biasa mereka disambangi.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengatakan tenaga medis belum paham soal pola pembayaran BPJS Kesehatan. Sehingga, sebagian dokter menganggap yang tercantum dalam INA-CBGs adalah tarif minimum. Padahal, besaran tarif itu rata-rata dan bisa dievaluasi.

Secara sederhana Hasbullah menjelaskan tarif kapitasi INA-CBGs laksana  membayar sesuatu dengan sistem borongan. Oleh karena itu besar dan kecilnya pelayanan kesehatan yang diberikan faskes kepada peserta dibayar lewat satu paket biaya. Namun, pelayanan itu harus memenuhi standar yang ditetapkan.

Hasbullah menegaskan program yang digelar BPJS, terutama Kesehatan, lebih baik ketimbang sebelumnya. Misalnya, cangkok ginjal, sekarang dijamin sedangkan program sebelumnya tidak. “Intinya program JKN itu menjamin semua penyakit, kecuali berkaitan dengan kosmetika dan narkotika,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait