Tarif 5 Ruas Tol Bakal Naik, YLKI Kritik UU Jalan
Berita

Tarif 5 Ruas Tol Bakal Naik, YLKI Kritik UU Jalan

UU tentang Jalan dinilai hanya mengakomodir kenaikan tarif tol berdasarkan inflasi, tanpa memperhatikan kepentingan konsumen.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Jalan tol. Foto: SGP (Ilustrasi)
Jalan tol. Foto: SGP (Ilustrasi)

PT Jasa Marga Tbk mengumumkan kenaikan tarif lima ruas tol yang dikelola BUMN Tol itu mulai 8 Desember 2017 pukul 00.00 WIB dengan besaran kenaikan antara 6,7 sampai 10 persen. Kenaikan tarif lima ruas ini sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diatur dalam Pasal 48 ayat 3 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

 

Kelima ruas yang mengalami kenaikan adalah pertama, ruas Tol Cawang-Tomang-Pluit dan Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit atau yang dikenal Tol Dalam Kota Jakarta. Kedua, ruas Tol Surabaya-Gempol; ketiga, ruas Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa; keempat ruas Tol Palimanan-Kanci dan kelima Tol Semarang (Seksi A, B, C).

 

"Penyesuaian dan evaluasi tarif tol setiap dua tahun ini dilakukan berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan laju inflasi," kata Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Tbk, Agus Setiawan, seperti dikutip Antara, Rabu (6/12).

 

Agus menyebut perhitungan usulan tarif tol dilakukan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dan dievaluasi oleh BPJT berdasarkan data inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama dua tahun terakhir. Pasal 48 ayat 3 UU No. 38 Tahun 2004 menyatakan, evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi.

 

"Contoh besaran kenaikan untuk Tol Dalam Kota Jakarta untuk golongan 1 yang sebelumnya Rp9.000 menjadi Rp9.500," katanya.

 

Namun, kata Agus, untuk beberapa ruas yang setelah dihitung dengan komponen inflasi ternyata pembulatannya tidak sempurna menjadi 500 atau selebihnya maka tidak dinaikkan. "Contohnya untuk ruas Semarang ABC, tidak naik tetapi pada kenaikan berikutnya dua tahun lagi, pijakan kenaikannya dari angka itu," kata Agus.

 

(Baca Juga: Tol Cikampek Banjir, YLKI Beri 3 Catatan Kritis)

 

Agus mengakui dengan disetujuinya kenaikan tersebut maka secara tidak langsung, kelima ruas itu Standar Pelayanan Minimumnya (SPM), sudah memenuhi. "Kami akan terus memberikan pelayanan terbaik dengan memenuhi kriteria SPM mulai kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan," kata Agus. Selain itu, kebersihan lingkungan maupun kelaikan tempat istirahat dan pelayanan (TIP).

 

Salah satu upaya-upaya pemenuhan SPM yang telah dilakukan oleh Jasa Marga di antaranya adalah implementasi 100 persen pembayaran tol non-tunai di seluruh ruas jalan tol dengan menggunakan uang elektronik multibank.

 

Tidak Adil

Menanggapi rencana kenaikan tarif tol tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai terdapat beberapa hal yang harus dipersoalkan. Pertama, kenaikan ini bisa memicu kelesuan ekonomi, saat daya beli konsumen sedang menurun. “Sebab kenaikan itu akan menambah beban daya beli masyarakat dengan meningkatnya alokasi belanja transportasi masyarakat,” ujar Tulus dalam rilis.

 

(Baca Juga: Kebijakan Pengenaan Pajak Jalan Tol Dikritik)

 

Kedua, kenaikan tarif tol dalam kota tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol. Menurutnya, kenaikan tarif tol seharusnya dibarengi dengan kelancaran lalu-lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol. Saat ini fungsi jalan tol justru menjadi sumber kemacetan baru, seiring dengan peningkatan volume traffic dan minimnya rekayasa lalu lintas untuk pengendalian kendaraan pribadi.

 

Ketiga, kenaikan tarif dalam kota juga tidak adil bagi konsumen karena pertimbangan kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian PU PR hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol, yakni dari aspek inflasi saja. “Sedangkan aspek daya beli dan kualitas pelayanan pada konsumen praktis dinegasikan,” ujar Tulus.

 

Keempat, YLKI mendesak Kementerian PUPR untuk merevisi dan meng-upgrade regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) tentang Jalan Tol. Selama ini, kata Tulus, SPM tidak pernah direvisi dan tidak pernah di upgrade dan hal ini tidak adil bagi konsumen.

 

“YLKI juga mendesak Kementerian PUPR untuk transparan dalam hasil audit pemenuhan SPM terhadap operator jalan tol,” katanya.

 

Kelima, YLKI mendesak DPR untuk mengamandemen UU tentang Jalan. Soalnya, UU inilah yang menjadi biang keladi terhadap kenaikan tarif tol yang bisa diberlakukan per dua tahun sekali. “Dan UU inilah yang hanya mengakomodir kenaikan tarif tol berdasarkan inflasi saja, dan kepentingan konsumen diabaikan,” cetusnya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait