Tantangan Industri Fintech, dari Risiko TPPU Hingga Kualitas SDM
Berita

Tantangan Industri Fintech, dari Risiko TPPU Hingga Kualitas SDM

Pemerintah dan otoritas perlu memitigasi risiko, namun tetap mengadakan ruang inovasi sehingga bisa diseimbangkan satu dengan lainnya.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Menko Perekonomian Darmin Nasution. Foto: RES
Menko Perekonomian Darmin Nasution. Foto: RES

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengimbau kepada pemerintah dan otoritas agar dapat mengantisipasi berbagai tantangan yang muncul dari adanya perkembangan financial technology (fintech) di Indonesia. Salah satu tantangan yang harus disadari adalah risiko terhadap adanya praktik pencucian uang.

 

“Perkembangan fintech rentan risiko pencucian uang,” kata Darmin seperti dikutip Antara di Jakarta, Rabu (4/9).

 

Selain itu, fenomena pemain industri yang berkuasa akan mengambil semua peluang yang ada di pasar dan membiarkan sisanya gugur dan pada umumnya terjadi pada industri dagang sektor e-commerce juga harus bisa diantisipasi oleh regulator dan otoritas.

 

Menurutnya, regulator juga harus bisa menyiapkan langkah mitigasi agar potensi risiko penyalahgunaan data pribadi para pelaku fintech bisa dicegah sehingga akhirnya tidak akan terjadi. “Indikasi penyalahgunaan data ini sudah banyak,” ujarnya.

 

Darmin menjelaskan dalam mendukung pertumbuhan fintech di Indonesia, pemerintah dan otoritas perlu memitigasi risiko namun tetap mengadakan ruang inovasi sehingga bisa diseimbangkan satu dengan lainnya.

 

“Tidak hanya mengantisipasi tapi ruang inovasi tetap harus ada di samping perlunya pemahaman mengenai lanskap ekosistem, dan dinamika industri,” katanya.

 

Ia melanjutkan semua langkah dan keputusan regulator dalam mengantisipasi berbagai tantangan tersebut sangat penting sehingga perlu dikaji secara mendalam karena era digital yang menyebabkan adanya perubahan kegiatan perekonomian dan keuangan melalui digital sudah tidak bisa dicegah.

 

“Ini adalah masa depannya dunia, bukan hanya Indonesia,” ujar Darmin.

 

Antisipasi terhadap tantangan fintech secara tidak langsung juga turut mendorong inklusi keuangan di Indonesia karena masyarakat bisa lebih terhubung dengan perbankan dalam rangka membuka rekening dan pemanfaatannya sehingga dalam hal ini pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia dan OJK.

 

“Fintech lebih ampuh dalam mendorong keuangan inklusif, perbankan akan bisa membantu masyarakat membuka rekening,” katanya.

 

Di samping itu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu tantangan dalam mengembangkan fintech di Indonesia. Menurut Darmin, pendidikan dasar yang diterima oleh masyarakat selama ini masih kurang cukup untuk menjadikan pribadi tersebut sebagai programmer yang mampu mengembangkan dunia fintech.

 

“Kita kan belajarnya dengan cepat karena selalu yg praktis-praktis saja yang dipelajari seperti tambah, kurang, kali, dan menghitung. Kita tidak pernah mengembangkan logika sehingga sekarang ini (tenaga kerja) dukung berkurang dari yang basic sampai programmer,” katanya.

 

(Baca: Ini Strategi OJK Mengawasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital)

 

Darmin menuturkan peningkatan kualitas SDM untuk pengembangan fintech di Indonesia menjadi salah satu tantangan yang harus segera diantisipasi, sehingga pada 2020 mendatang pemerintah akan fokus untuk memberikan pendidikan dan pelatihan vokasi.

 

“Pemerintah dan otoritas mengantisipasi tantangan yang muncul dari pengembangan fintech di Indonesia, namun tetap membuka ruang adanya inovasi,” ujarnya.

 

Ia menjelaskan adanya inovasi terutama dalam peningkatan kualitas SDM demi kemajuan fintech adalah investasi bagi masa depan sebab di era digital pekerjaan akan cepat berubah karena perkembangannya bersifat eksponensial.

 

“Ekonomi digital secara khusus adalah job masa depan. Ada yang tinggal enggak muncul lagi, ada yang baru dan akan lahir lagi. Fintech adalah salah satu area di mana job masa depan terus diciptakan,” katanya.

 

Selain itu, pertumbuhan digital di Indonesia yang semakin meningkat yakni dengan adanya nilai transaksi online mencapai Rp47,16 miliar pada 2018 atau naik sebesar 281,39 persen dari 2017 yaitu Rp12,38 miliar yang menandakan bahwa pemerintah harus terus memberikan fasilitas pendukung terhadap fintech agar dapat melaju dengan berbagai inovasinya.


Darmin melanjutkan melalui SDM yang berkualitas maka akan turut serta membantu pemerintah dalam memfasilitasi ekosistem pendukung fintech tersebut seperti perkembangan teknologi, big data, dan infrastruktur pendukung lainnya.

 

“Diperlukan ekosistem yang baik dengan lembaga keuangan dan regulator kalau secara backbone untuk digital di Indonesia pemerintah sudah menyelesaikan sekitar 100 persen di kawasan timur Palapa Ring jadi kecepatan dan kualitasnya bagus di setiap daerah,” katanya.

 

Kenali Calon Nasabah

Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Sukarela Batunanggar menyarankan para pelaku financial technology (fintech) mengkaji secara mendalam calon nasabahnya sebelum melakukan transaksi agar terhindar dari praktik pencucian uang.

 

“Fintech harus memenuhi know your customer untuk anti-money laundering dan antiterorisme, itu secara standar harus kenali nasabah siapa, dananya untuk apa, dan dari mana,” katanya.

 

Sukarela mengatakan hal tersebut sebenarnya sudah ada di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan alias POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.

 

Ia menyarankan fintech yang mengetahui adanya transaksi nasabah mencurigakan untuk segera melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sehingga risiko ke depannya bisa diminimalisasi.

 

“Kalau mencurigakan, harus dilaporkan ke PPATK. Sudah ada mekanismenya,” ujarnya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait