Tanpa Jaminan Pemerintah, Bagaimana Swasta Mau Bangun Proyek 35.000 MW?
Berita

Tanpa Jaminan Pemerintah, Bagaimana Swasta Mau Bangun Proyek 35.000 MW?

PT PLN punya opsi untuk memasukan proyek 35.000 MW lewat skema Public Private Partnership (PPP)

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
“Kecuali PLN akan masukan proyek ini di bawah PPP sehingga bisa masuk ke penjaminan PTPII (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia,- red),” kata Kanya. (Baca Juga: Regulasi Penting Untuk Kelancaran Proyek 35 Ribu MW)
Lebih lanjut, Kanya melihat kebanyakan IPP di Indonesia memang tidak mengantongi jaminan pemerintah. Sejauh ini, untungnya belum  ditemukan permasalahan krusial dalam implementasinya. Lagipula, jaminan yang diberikan misalnya lewat PTPII juga tidak 100 persen meng-cover seluruhnya. PTPII akan menentukan kriteria tertentu resiko yang akan dijamin ketika terjadi keadaan yang di luar dugaan. “Jadi ngga 100 persen default-nya PLN akan ditanggung oleh PTPII, paling soal government force majeur, kalau PLN gabisa bayar karena cash flow ngga bagus, PTPII ngga mau nanggung. PTPII cuma akan mau menanggung yang diakibatkan oleh government force majeur,” ujarnya  
Dikatakan Kanya, hal itu juga yang menyebabkan PT PLN tidak banyak menggunakan jaminan dari PTPII. PT PLN biasanya menimbang benar-benar proyek apa saja yang bisa dimasukan karena kenyataannya PT PLN juga harus membayar kepada PTPII atas jaminan yang akan ditanggung. Tapi nanti ada perpanjian berbeda antara PT PLN dengan PTPII dimana PLN akan bayar ke PTPII. 
“Itu juga yang sebabkan ngga terlalu banyak proyek masuk ke PTPII. PLN pertimbangkan proyek apa saja yang bisa dimasukan karena ada PLN bahwa harus bayar ke PTPII. Jadi ngga gratis juga jaminannnya,” katanya.
Perhatikan Government Force Majeure
Secara materil, PPA mengatur sejumlah hal salah satunya mengenai force majeure. Analisa Kanya, force majeure yang terdapat dalam PPA bisa dibedakan menjadi dua, yakni force majeure murni dan government force majeur. Force majeure murni diakibatkan oleh kejadian alam, pemberontakan, huru-hara, perang dan berdampak pada penundaan kegiatan dalam PPA. Jika berlangsung terus menerus, IPP dapat mengakhiri perjanjian tersebut. 
Sementara, government force majeure diakibatkan oleh tindakan pemerintah atau tidak dilaksanakannya suatu tindakan pemerintah. Dalam konteks ini, IPP dapat mengakhiri PPA dan PT PLN wajib membeli proyek dalam jumlah telah disepakati sebelumnya dalam PPA. Dikatakan Kanya, IPP mesti memperhatikan klausul utamanya mengenai government force majeure mengingat jaminan pemerintah kepada IPP belum bisa diberikan di Indonesia. tanpa government force majeur, sulit bagi IPP untuk mendapat coverage.  
“PTPII Cuma akan mau menanggung yang diakibatkan oleh government force majeur misalnya pemerintah bilang semua IPP mesti dinasionalisasi di bawah PLN, itu adalah government force majeur, itu akan dicover PTPII,” ujarnya.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait