Tanggapan KY Terkait Pengujian Pasal Pengangkatan Calon Hakim Ad Hoc MA
Terbaru

Tanggapan KY Terkait Pengujian Pasal Pengangkatan Calon Hakim Ad Hoc MA

Pemaknaan main organ dan supporting organ tidak dapat dilakukan secara ajeg dan sempit, tapi berdasarkan fungsi. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan seleksi hakim agung dan hakim ad hoc MA, KY merupakan main organ.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pengujian Pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial (KY) terkait kewenangan KY mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) kepada DPR untuk mendapat persetujuan, tengah berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini diajukan oleh Burhanudin, dosen yang pernah mengikuti seleksi hakim ad hoc di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) pada 2016. Saat ini, pengujian Pasal 13 huruf a UU KY ini sudah memasuki sidang pemeriksaan ahli.   

Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh Pasal 13 huruf a UU KY, khususnya frasa “dan hakim ad hoc”. Bagi pemohon, menyamakan hakim ad hoc dengan hakim agung merupakan pelanggaran konstitusional terhadap Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Ketentuan hakim ad hoc bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan MA baik yang ditentukan dalam UUD 1945 maupun UU Kekuasaan Kehakiman.

Berlakunya Pasal 13 huruf a UU KY, secara expressis verbis telah memperluas kewenangan KY yang semula hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, tapi juga mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di MA. Memperlakukan seleksi yang sama antara calon hakim agung dengan hakim ad hoc di MA yang memiliki perbedaan baik secara struktural, status, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan. Karena itu, pemohon meminta MK Pasal 13 huruf a UU KY harus bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945.

Menanggapi permohonan ini, KY menilai dalil pemohon bahwa KY sebagai organ penunjang, sedangkan MA dan MK merupakan organ utama dalam kekuasaan kehakiman tidak memiliki relevansi langsung baik secara konsep maupun teoritik. Sebab, pemohon tidak dapat menguraikan secara rinci apa yang dimaksud dengan organ utama dan organ penunjang serta kaitannya dengan materi pengujian norma ini.

Misalnya, dalam Basic Principles on the Independence of the Judiciary angka 2 dan angka 10 menyebutkan seleksi hakim harus dibuat perisai untuk melindunginya dari tujuan-tujuan yang tidak patut. KY didesain untuk menjalankan mandat itu yaitu bertindak sebagai organ yang mandiri dan terpisah dari organisasi pengadilan untuk melakukan seleksi terhadap calon hakim ad hoc di MA.

“Pemaknaan main organ dan supporting organ tidak dapat dilakukan secara ajeg dan sempit, tapi berdasarkan fungsi. Dalam fungsi memeriksa dan mengadili perkara, MA merupakan main organ, sedangkan KY supporting organ. Tapi, dalam fungsi pengawasan dan seleksi calon hakim, KY merupakan main organ, sedangkan MA merupakan supporting organ,” ujar Anggota KY Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan, Binziad Kadafi dalam keterangan yang disampaikan kepada MK beberapa waktu lalu.

Dua ahli yang dihadirkan KY dalam persidangan sebelumnya yaitu Mantan Hakim MK Maruarar Siahaan dan Pakar Hukum Tata Negara FH UGM Zainal Arifin Mochtar, mengelaborasi dalil ini secara lebih mendalam. “Dalam pelaksanaan peradilan yaitu memeriksa dan memutus perkara, main organ dalam kekuasaan kehakiman adalah MA dan MK. Sementara dalam hal seleksi hakim, main organ adalah KY,” kata Maruarar Siahaan dalam persidangan, Rabu (1/9/2021) kemarin.  

“Terlepas dari perdebatan mengenai tepat atau tidaknya konsep checks and balances diantara lembaga yang sifatnya main organ dengan supporting organ, tetapi kebutuhan pengawasan eksternal oleh KY secara kontekstual penting dalam menafsirkan rumusan konsepsi yang terdapat dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945”, lanjutnya.

Sementara Zainal Arifin Mochtar menilai penyebutan KY sebagai supporting organ tidak ada dalam norma UUD Tahun 1945, tapi putusan MK (judicial adjudication) yang menyatakan hal itu. Sekalipun dinyatakan demikian, bukan berarti hal itu berarti tidak ada kewenangan. Sebab, frasa “wewenang lain” dalam Pasal 24B UUD 1945 terkait kewenangan KY tidak limitatif karena mencakup semua usulan-usulan dalam pembahasan pembentukan KY saat amandemen Konstitusi. Usulan-usulan ini berupa urgensi pembentukan KY yang ciri utamanya menyelenggarakan seleksi dan pengangkatan hakim.

“Hal ini bukan memperlebar (ekstensifikasi) kewenangan KY, melainkan mengintesifikasikan semangat pembentukan KY sebagai sebuah perwujudan constitutional importance,” paparnya.

Menurutnya, konsep main organ dan supporting organ sudah sangat jauh berkembang dan seharusnya diletakkan secara tepat berdasarkan fungsi. Dalam fungsi peradilan, MA dan MK merupakan main organ dalam lingkup kekuasaan kehakiman, sedangkan KY merupakan supporting organ. Namun, dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan seleksi hakim agung da hakim ad hoc, KY merupakan main organ.

“Dengan demikian, KY memiliki kewenangan sekaligus main organ dalam seleksi terhadap hakim, terutama hakim ad hoc di MA,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait