Tanggapan Kemnaker Terkait Polemik Aturan Klaim JHT Saat Usia 56 Tahun
Utama

Tanggapan Kemnaker Terkait Polemik Aturan Klaim JHT Saat Usia 56 Tahun

Kemnaker berdalih lantaran sudah ada JKP plus pesangon, maka JHT digeser agar manfaat BPJS bisa tersebar. Kalangan buruh meminta Permenaker 2/2022 dibatalkan atau dikaji ulang.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Dita juga mengaku telah mengkonsultasikan hal ini dengan pekerja di forum Tripartit Nasional. Menurutnya, ini adalah soal kehadiran negara pada saat kekinian dan keakanan (masa depan). “Masa tua juga penting saat tenaga kita sudah tidak kuat dan sehat seperti sekarang,” tutupnya.

Meninjau ulang

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta pemerintah untuk meninjau ulang aturan baru terkait JHT yang baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun. “Pemerintah jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia. JHT adalah hak pekerja karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri,” kata Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia Sabda Pranawa Djati di Jakarta, Sabtu (12/2/2022).

Kebijakan baru ini berubah dari aturan yang lama dalam Permenaker No.19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, yakni manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja baik mengundurkan diri maupun terkena PHK. Dalam Permenaker 19/2015, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.

Menurut ASPEK Indonesia, aturan terbaru melalui Permenaker 2/2022 yakni JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun sangat merugikan pekerja yang terkena PHK. Hal itu karena dana JHT bisa digunakan untuk modal usaha bagi para pekerja terkena PHK. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak pekerja sulit mendapat pekerjaan baru.

Komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan sendiri dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulan sebesar 2 persen dari upah sebulan dan 3,7 persen dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan. “Banyak juga pekerja yang di-PHK tanpa mendapat pesangon antara lain karena dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan, sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya.”

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai terbitnya Permenaker No.2 Tahun 2022 yang diterbitkan pada 2 Februari 2022 itu meresahkan kalangan para pekerja/buruh di Indonesia. Dia mengecam keras sikap Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) yang sudah mengeluarkan Permenaker 2/2022 karena sangat memberatkan bagi pekerja.

Dia menjelaskan dengan berlakunya aturan tersebut, maka ketika buruh/pekerja yang ter-PHK berusia 30 tahun, manfaat JHT buruh baru bisa diambil setelah menunggu 26 tahun kemudian ketika usianya sudah mencapai 56 tahun. "Pemerintah sepertinya tidak bosan menindas kaum buruh," dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (12/2/2022).

Menurut Said Iqbal, semua ini berpangkal dari sikap pemerintah yang melawan Putusan MK terkait uji formil UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat. KSPI mendesak Menaker mencabut Permenaker No.2 tahun 2022. Sebab, dalam aturan sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan Menaker untuk membuat aturan agar JHT buruh yang di-PHK dapat diambil ke BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) setelah satu bulan di-PHK.

"Dengan demikian, Permenaker ini menjilat ludah sendiri dari kebijakan Presiden Jokowi dalam upaya membantu buruh yang di-PHK yang kehilangan pendapatannya agar bisa bertahan hidup dari JHT yang diambil 1 bulan setelah PHK. Sedangkan dalam aturan baru, buruh yang ter-PHK harus menunggu puluhan tahun untuk mencairkan JHT-nya. Padahal buruh tersebut sudah tidak lagi memiliki pendapatan," lanjutnya.

Said Iqbal menambahkan peraturan baru ini sangat kejam bagi buruh dan keluarganya. Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini KSPI bersama Partai Buruh akan melakukan unjuk rasa ke Kantor Kemnaker RI.

Tags:

Berita Terkait