Tanda Tanya untuk Perppu Otonomi Khusus Papua Barat
Berita

Tanda Tanya untuk Perppu Otonomi Khusus Papua Barat

Para wakil rakyat di Komisi II DPR seperti dihidangi buah simalakama. Dibuang sayang, digigit bikin penyakit.

Her
Bacaan 2 Menit
Tanda Tanya untuk Perppu Otonomi Khusus Papua Barat
Hukumonline

 

Nah, di antara dana perimbangan itu ada yang dinamai dengan Dana Alokasi Umum (DAU), di samping dana bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam. DAU tersebut merupakan penerimaan khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional. Dana itu terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Tak gampang membagi kue itu, Mangindaan mengingatkan.

 

Perppu ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 April lalu. Ada dua pertimbangan yang melatarbelakanginya. Pertama, Provinsi Irian Barat (sebelumnya Irian Jaya Barat) yang telah dibentuk sejak 2003 ternyata belum dijatah otonomi khusus. UU No. 21 Tahun 2001 hanya mengatur saudara tua provinsi ini, yaitu Provinsi Papua.

 

Pertimbangan kedua, otonomi khusus itu harus dianugerahkan selekas mungkin. Pemerintah memandang perlu adanya kepastian hukum agar tidak terjadi hambatan dalam melakukan percepatan pembangunan di Papua Barat.

 

Melalui Perppu ini, pemerintah merevisi beberapa ketentuan dalam UU No. 21 Tahun 2001. Definisi Provinsi Papua yang tercantum di Pasal 1 huruf a diperluas. Mulanya, Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi otonomi khusus dalam kerangka NKRI. Kini definisi itu berubah menjadi: Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi otonomi khusus dalam kerangka NKRI.

 

Perubahan lain menimpa Pasal 7 ayat (1) yang mengatur tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Provinsi (DPRP). Ketentuan pada huruf (a) dan (l) dihapus. Dengan begitu, DPRP tidak lagi berwenang memilih gubernur dan wakil gubernur. Selain itu, DPRP juga tak berwenang lagi memilih para utusan Provinsi Papua sebagai anggota MPR. Menhukham Andi Matalatta mengatakan, pemerintah akan menindaklanjuti catatan-catatan yang disodorkan DPR. Aka ada langkah lanjutan seperti pembuatan Peraturan Pemerintah, ujarnya.

 

Saat ini, wilayah Provinsi Papua Barat meliputi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kota Sorong.

 

Pada tahun anggaran 2008, total dana APBD kedua provinsi, baik Papua maupun Papua Barat, mencapai angka Rp28 triliun. Angka itu cukup besar mengingat jumlah penduduk di sana hanya 2,3 juta jiwa.

Semua itu gara-gara pemerintah ‘memaksa' para legislator menyetujui Perppu No. 1 tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang.  Sesuai rencana, dalam rapat paripurna Selasa ini, regulasi yang masih berupa RUU ini akan disahkan menjadi UU.

 

Pilihan kami cuma dua: menyetujui atau menolak. Kami sepakat menyetujui dengan catatan-catatan, kata Ketua Komisi II DPR, AE Mangindaan, dalam rapat kerja dengan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta, Senin (30/6).

 

DPR menilai, ditetapkannya Perppu tersebut menjadi UU bukanlah jalan terbaik untuk memayungi  otonomi khusus di Papua Barat. Solusi paling tepat ialah merevisi UU No. 21 Tahun 2001. Pasal  78 UU ini sudah memberi lampu hijau: Pelaksanaan UU ini dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah UU ini berlaku. Kenyataannya, UU ini telah berlaku sejak 21 November 2001. Artinya, masa tiga tahun itu telah terlampaui.

 

Karena kadung diterbitkan dan bakal menjadi UU, DPR menyarankan, Perppu ini mesti bisa membuat kebijakan pemerintah terhadap Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi lebih baik. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan otonomi khusus .

 

Khusus mengenai dana otonomi khusus, DPR menyeru pemerintah untuk mengelolanya dengan adil dan transparan. Mengacu kepada ketentuan Pasal 34 UU No. 21 Tahun 2001, secara garis besar ada empat sumber penerimaan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua. Keempatnya dalah pendapatan asli Provinsi, Kabupaten/Kota, dana perimbangan, penerimaan Provinsi  dalam angka otonomi khusus, dan pinjaman daerah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: