Kristomo juga menampik bahwa dengan adanya Permenkumham tersebut, bisa menyebabkan turunnya kredibilitas Fakultas-fakultas Hukum di mata masyarakat. Menurutnya, aturan ini lahir sebagai respons atas minimnya SDM dalam memberikan akses keadilan dan bantuan hukum bagi masyarakat-masyarakat di pelosok daerah, mengingat sebaran advokat yang sangat minim.
“Jadi tidak ada hubungannya sama sekali dengan fakultas hukum dibutuhkan atau tidak,” pungkas Kristomo.
Dalam banyak forum, kata Kristomo, bahkan ia langsung menanyakan kepada pengacara-pengacara yang bertugas di LBH-LBH. Menurutnya, para pengacara tidak ada yang merasa perannya diambil alih paralegal, bahkan merasa sangat terbantu dengan adanya paralegal karena memang paralegal ini sama dengan paramedis yang memberikan pertolongan pertama di lapangan.
“Sekarang begini, kalau orang sakit di desa yang gak ada dokternya dan kalau mau ke dokter dia harus menempuh perjalanan ke kota besar sekian jam lamanya tanpa adanya pertolongan pertama, ya mati nanti,” tukas Kristomo.
Jadi yang perlu disorot, menurut Kristomo, jika banyak advokat yang mau ditempatkan di daerah-daerah yang jauh dari kota besar atau ditempatkan di level kabupaten, kecamatan atau desa terpencil, maka wajar kalau paralegal tidak perlu ada.