Tak Miliki Kedudukan Hukum, Pengujian Perubahan UU KPK Kandas
Berita

Tak Miliki Kedudukan Hukum, Pengujian Perubahan UU KPK Kandas

Menurut Mahkamah, uraian kerugian konstitusional tersebut tidak secara spesifik dan aktual terhadap berlakunya pasal yang diujikan.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Dengan demikian, menurut Mahkamah, para pemohon tidak dapat menerangkan kerugian konstitusional, baik aktual maupun potensial yang dialami para pemohon dengan berlakunya norma a quo. “Oleh karenanya, para pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK.”

 

Dalam permohonannya, para pemohon menilai telah terjadi pemindahan kewenangan yang justru dilakukan oleh UU KPK. Menurut para pemohon, pasal-pasal a quo telah terjadi pemindahan kewenangan dalam UU KPK itu. Dalam pandangan para Pemohon, pimpinan dan penyidik KPK sudah seharusnya tidak memiliki wewenang lagi dalam pelaksanaan UU KPK yang dimaksud.

 

“Sebagai warga negara Indonesia dan berprofesi sebagai advokat, kita dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya UU KPK karena kekeliruan dalam proses penegakkan hukum,” ujar Martinus dalam persidangan sebelumnya. Baca Juga: Advokat Persoalkan Konstitusionalitas Dewan Pengawas KPK

 

Martinus menilai substansi UU KPK sebagai kewenangan menjalankan hukum acara pemberantasan tindak pidana korupsi yang mengatur hak Dewan Pengawas untuk memberikan izin atau tidak memberikan izin pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, penggeledahan, penyadapan, dan lainnya patut dimaknai sebagai kewenangan Dewan Pengawas saja.

 

“Karena organ Dewan Pengawas dibentuk Presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres), maka (seolah, red) Dewan Pengawas dalam pemberian izin tersebut bukan sepenuhnya atas dasar wewenangnya, melainkan berdasarkan wewenang Presiden. Artinya, Presiden juga berkuasa atas Dewan Pengawas,” kata Martinus yang hadir didampingi oleh Risof Mario selaku Pemohon II.

 

Menurut Pemohon, pembuat UU tidak jujur membangun asumsi seolah-olah KPK, lembaga subordinat dari pemerintah. Asumsi ini, kata Martinus, keliru atau (sengaja) dikelirukan pembuat UU yang kemudian membangun kesan cukup alasan bagi pemerintah membentuk organ yang disebut Dewan Pengawas. Padahal, pengertian serumpun pada lembaga eksekutif seharusnya dimaknai selain pemerintah ada lembaga eksekutif lain yang juga menjalankan sifat eksekutifnya di luar pemerintahan (yang independen).

 

“Lembaga serumpun eksekutif itu tidak saling mengatasi (hubungan atasan-bawahan, red), bukan cabang pemerintah, dan tidak dalam posisi subordinat satu sama lain. Untuk itu, para pemohon melalui petitumnya memohonkan agar Mahkamah menyatakan UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebut ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’ dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pintanya.  

Tags:

Berita Terkait