Tak Beri Izin Rapat Gabungan, Aziz Syamsudin Dilaporkan Ke MKD
Berita

Tak Beri Izin Rapat Gabungan, Aziz Syamsudin Dilaporkan Ke MKD

Dengan tidak diizinkannya RDP Komisi III dengan Polri, Kejaksaan, Kemenkumham atas kasus Djoko Tjandra oleh Aziz Syamsuddin, patut diduga Aziz telah melanggar kode etik yakni menghalang-halangi tugas anggota DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Sikap pimpinan DPR yang tak memberi izin atas permintaan Komisi III untuk menggelar rapat gabungan antar institusi penegak hukum berbuntut panjang. Atas sikap itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua DPR Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Aziz Syamsuddin yang enggan memberi izin rapat gabungan untuk membongkar kasus Djoko Tjandra ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD).

“Bersamaan ini kami hendak menyampaikan laporan/pengaduan dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana diatur Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 terhadap yang terhormat Aziz Syamsuddin,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (21/7/2020). (Baca Juga: Rapat Gabungan Apgakum Kasus Djoko Tjandra Terkendala Tatib DPR)

Sebelumnya, rencananya rapat gabungan berupa rapat dengar pendapat dengan semua aparat penegak hukum (apgakum) bakal digelar Selasa (21/7) ini. Surat izin sudah diajukan sejak Rabu (15/7). Mulanya, rencana rapat gabungan dengan Apgakum setelah menerima dokumen berupa surat jalan buronan Djoko Tjandra dari MAKI Selasa (14/7). Lantaran kasus DjokoTjandra dianggap super darurat, maka rencana rapat gabungan perlu mendapat izin dari pimpinan DPR, karena sudah masuk di masa reses.

Lembaga Swadaya Kemasyarakatan (LSM) yang concern di bidang korupsi itu menyodorkan sejumlah dokumen seputar sengkarutnya lolosnya Djoko Tjandra dari wilayah yuridiksi Indonesia. Buron kasus cessie Bank Bali itu masuk dan ke luar wilayah Indonesia dengan mudah. Dugaanya, Djoko Tjandra dibantu sejumlah oknum penegak hukum. Mulai surat jalan dan sehat dari Polri, paspor, hingga hilangnya namanya Djoko Tjandra dari daftar red notice. Polri pun saat ini sedang mengusut dugaan jajarannya terlibat membantu Djoko Tjandra.

Atas dasar itulah, Komisi III bergerak cepat untuk membuat rapat gabungan yang sudah memasuki masa reses. Namun bagi Komisi III ataupun Boyamin Saiman, RDP atau rapat gabungan menjadi amat penting untuk membantu pemerintah mengurai sengkarut kasus lelaki bernama lengkap Djoko Soegiarto Tjandra ini.

“Selanjutnya memberi rekomendasi untuk penindakan terhadap oknum-oknum yang membantu Djoko Tjandra sekaligus melacak keberadaannya sekaligus membawa pulang untuk dijebloskan dalam penjara,” kata dia.

Bagi Boyamin, RDP sejatinya dapat digelar secara virtual, sehingga tak mengganggu agenda anggota Komisi III di tengah masa reses. Lagipula, anggota dewan sepanjang pandemi Covid-19 pun tak terlalu banyak melakukan kegiatan tatap muka dengan konstitutuennya dan di masa reses sudah sering pula terjadi rapat-rapat yang dilakukan alat kelengkapan DPR.

“Izin hanya bersifat administrasi dan bukan rigid. Apalagi, RDP Komisi III DPR ini telah mendapat persetujuan Ketua DPR yang terhormat Ibu Puan Maharani, sehingga semestinya juga dizinkan oleh Azis Syamsuddin,” ujarnya.

Boyamin mengatakan dengan tidak diizinkannya RDP Komisi III dengan Polri, Kejaksaan, Kemenkumham atas kasus Djoko Tjandra oleh Aziz Syamsuddin, patut diduga Aziz telah melanggar kode etik yakni menghalang-halangi tugas anggota DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan. “Patut diduga mempunyai kepentingan lain dengan berlindung di balik aturan yang sebenarnya dapat berlaku fleksibel sesuai kepentingan dan kebutuhan yang mendesak,” katanya.

Tak ambil pusing

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin tak ambil pusing dengan laporan MAKI ke MKD. Aziz malah mendorong agar Komisi III terus mengawasi kinerja mitra kerjanya di lapangan. Seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Kemenkumhan dalam rangka melakukan fungsi pengawasan kasus dokumen berupa surat jalan buronan Djoko Tjandra.

“Jangan kita berdebat masalah administrasi, karena saya tidak ingin melanggar tata tertib dan hanya ingin menjalankan tata tertib DPR dan keputusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13,” ujarnya.

Pasal 1 angka 13 Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib menyebutkan, “Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang.” Khususnya, kata Aziz, kegiatan di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.

Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, sesuai tata tertib DPR Pasal 52 pun mengatur dalam melaksanakan tugas Bamus dapat menentukan jangka waktu penanganan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU). Kemudian memperpanjang waktu penanganan suatu RUU. Dia meminta semua pihak taat terhadap aturan yang dibuat.

“Karena tatib DPR berbunyi seperti itu, jadi jangan kita ngotot, tetapi substansi masalah kasus buronan Djoko Tjandra harus segera dilakukan pengawasan oleh Komisi III DPR. Tata tertib DPR kan dibuat bersama untuk dilaksanakan seluruh anggota dewan. Jadi saya nggak habis pikir ada yang ngotot seperti itu ada apa ini?” kata mantan Ketua Komisi III DPR Periode 2014-2019 itu.

Tags:

Berita Terkait