Tak Ada Putusan Etik Peradi, Jadi Salah Satu Materi Eksepsi Fredrich Yunadi
Berita

Tak Ada Putusan Etik Peradi, Jadi Salah Satu Materi Eksepsi Fredrich Yunadi

Fredrich juga membantah dirinya memanipulasi data kesehatan Novanto.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Fredrich Yunadi. Foto: RES
Fredrich Yunadi. Foto: RES

Advokat Fredrich Yunadi membantah hampir seluruh tuduhan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada dirinya yang tertera dalam surat dakwaan. Menurut Fredrich, dirinya tidak pernah memanipulasi data kesehatan Setya Novanto yang kala itu menjadi kliennya.

 

Dalam nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan di depan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Fredrich menceritakan versinya pada saat terjadi kecelakaan yang menimpa Novanto ketika itu. Pada awalnya ia mengaku mendapat telepon dari ajudan Novanto, Reza Pahlevi bahwa Novanto mengalami kecelakaan.

 

"Kami mendapat telepon dari Reza bahwa Setya Novanto mengalami kecelakaan di Simprug dan mengalami luka parah. Dan kami minta supaya dilarikan rumah sakit dan kami hubungi Ibu Setya Novanto (istri Novanto, Deisti). Kami telepon bu Setya Novanto tapi hp nya tidak aktif," ujar Fredrich dalam eksepsinya, Kamis (15/2).

 

Fredrich melanjutkan, setelah itu ia meminta istrinya untuk menghubungi Deisti karena jarak rumah antar keduanya cukup dekat. Kemudian ia dihubungi lagi oleh Reza dan disampaikan informasi jika Novanto dirawat di RS Permata Hijau lantai tiga.

 

"Kami langsung tanya suster di kamar berapa Pak Setya Novanto dirawat. Kami tanya pada dr. Bimanesh bagaimana kondisi Pak Setya Novanto dan apakah diperlukan periksa x-ray, ct scan, dan lainnya serta apa perlu rawat inap," ujarnya.

 

Dalam eksepsinya kali ini, Fredrich juga menjelaskan jika dirinya telah mengikuti segala prosedur yang ada di RS Permata Hijau. "Kami turun ke lantai dasar untuk daftarkan Setya Novanto rawat inap," tuturnya.

 

Ia pun mengklaim telah menghubungi penyidik KPK Ambarita Damanik tetapi tidak mendapat respons. Selanjutnya, ia pun menghubungi sejumlah media untuk menginformasikan jika kliennya mengalami kecelakaan di tengah perjalanan ke studio Metro TV untuk menghadiri wawancara. (Baca Juga: Dua Poin Menarik dari Dakwaan Fredrich)

 

"Bahwa sekonyong-konyong JPU KPK menyatakan kami menipu dengan memberi keterangan bahwa seolah-olah kami berpura-pura dalam kecelakaan. Kami punya bukti foto dan video kecelakaan. Mohon ijin ditanyangkan karena semuanya ada," tegas Fredrich.

 

Fredrich justru menuding jika para penyidik lembaga antirasuah menyalahi prosedur dalam memproses hukum kliennya. Seperti tidak adanya surat perintah ketika masuk rumah sakit dan surat perintah penangkapan yang dianggap kadaluarsa.

 

Langgar UU Advokat

Selain eksepsi pribadi, penasihat hukum Fredrich, Sapriyanto, Refa juga menyatakan keberatannya atas surat dakwaan jaksa. Menurut Refa tindakan yang dilakukan kliennya bukanlah sebuah kejahatan atau persekongkolan untuk merugikan KPK, dalam hal ini menghalangi proses penyidikan Novanto.

 

Refa menyatakan tindakan yang dilakukan oleh Fredrich merupakan bagian dari tugas seorang pengacara terhadap kliennya. “Tetapi tugas yang bersangkutan sebagai advokat,” kata dia. (Baca Juga: Begini Kongkalikong Fredrich-Bimanesh Halangi Penyidikan Novanto)

 

Refa melanjutkan, dari uraian Surat Dakwaan, yang menentukan Fredrich dalam menjalankan tugas profesinya tidak dengan iktikad baik adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal pihak yang berwenang menentukan kliennya dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik atau tidak adalah PERADI, organisasi Advokat di mana Fredrich terdaftar sebagai anggotanya.

 

"Bahwa sampai saat ini Dewan Kehormatan PERADI tidak pernah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa Terdakwa dalam menjalankan tugas profesinya tidak dengan iktikad baik yaitu melanggar peraturan perundang-undangan atau Kode Etik Advokat dalam menjalankan tugas profesinya sebagai kuasa hukum Setya Novanto," tegas Refa.

 

Wakil Ketua Umum DPN Peradi versi Fauzie Hasibuan ini juga berpendapat jika pun benar kliennya melakukan manipulasi, maka hal itu bukanlah masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Sehingga seharusnya yang menangani perkara ini adalah kepolisian, bukan KPK.  

 

Tags:

Berita Terkait