Tak Ada Pelanggaran Prosedur, KPK: Devianti Sukarela Serahkan Uang
Berita

Tak Ada Pelanggaran Prosedur, KPK: Devianti Sukarela Serahkan Uang

KPK mengaku tak melakukan penggeledahan.

NOV/ANT
Bacaan 2 Menit
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti dalam kasus dugaan suap jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Foto: NOV
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti dalam kasus dugaan suap jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Foto: NOV
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menampik tuduhan pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus dugaan suap jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Devianti Rochaeni (DVR). Ia menegaskan, petugas KPK yang menangkap Devianti telah menunjukan surat tugas, serta mematuhi KUHAP dan standard operating procedure (SOP).

Selain itu, menurutnya, tidak terjadi penggeledahan pada saat penangkapan Devianti. Ketika itu, Senin (11/4), petugas KPK mengamankan Devianti di ruangannya di lantai empat kantor Kejati Jawa Barat. Saat petugas menanyakan uang yang diberikan Lenih Marliani (LM), Devianti secara sukarela memberitahukan bahwa ada uang-uang lainnya yang dia terima.

"Jadi, tidak ada kesalahan prosedur. Sebenarnya juga tidak terjadi penggeledahan. Petugas KPK hanya menanyakan uang yang diberikan LM kepada dia, tapi dia memberikan ada beberapa uang lain yang ada di dalam situ. 'Oh ada lagi yang ini, ada lagi yang itu', dan ada videonya," katanya saat menggelar konferensi pers di KPK, Selasa (12/4).

Laode menjelaskan petugas KPK mengabadikan peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) yang di Kejati Jawa Barat melalui video. Hal itu sekaligus kontrol pimpinan KPK terhadap kinerja para petugas agar bekerja secara profesional. Dari video itu, tidak ada paksaan dan penggeledahan. Justru Devianti yang secara sukarela memberikan uang-uang lainnya.

Kemudian, terkait tuduhan pelanggaran prosedur karena KPK tidak mengantongi izin Jaksa Agung dalam menangkap Devianti sebagaimana diatur UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Laode menegaskan, UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK bersifat lex specialis. Sesuai UU KPK, tidak perlu mendapatkan izin dari Jaksa Agung. "Sehingga kami menjalankan itu," ujarnya.

Pada saat bersamaan, sambung Laode, Ketua KPK Agus Rahardjo justru menghubungi Jaksa Agung dan ia sendiri berkomunikasi dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung Widyo Pramono. Bahkan, Komisi Kejaksaan yang datang ke KPK untuk meminta klarifikasi mengenai penangkapan jaksa Kejati Jawa Barat ditemui langsung oleh tiga pimpinan KPK.

Malahan, beberapa jam lalu, Laode mengaku mendapat telepon dari Widyo yang pada intinya mengatakan petugas dari Kejaksaan akan mengantar sendiri jaksa Fahri Nurmallo ke KPK sebagai bagian dari koordinasi. "Jadi, koordinasi Kejaksaan dan KPK berjalan dengan baik," ucapnya. KPK memang belum melakukan penangkapan terhadap Fahri karena dia sudah dipindahtugaskan ke Jawa Tengah.

Fahri ini adalah mantan Ketua Tim Penuntut Umum pada Kejati Jawa Barat yang menangani kasus korupsi penyalahgunaan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kabupaten Subang tahun 2014 bersama Devianti. Fahri dan Devianti telah dietapkan sebagai tersangka penerima suap dari Lenih, Jajang Abdul Holik, dan Bupati Subang Ojang Sohandi.

Jajang yang merupakan terdakwa kasus korupsi BPJS bersama Lenih dan Ojang diduga memberikan suap kepada Devianti dan Fahri sejumlah Rp528 juta. Saat ini, perkara Ojang tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. KPK menduga pemberian uang itu dimaksudkan untuk meringankan tuntutan Jajang dan mengamankan Ojang agar tidak tersangkut kasus tersebut.

Sebelumnya, Widyo menyatakan KPK telah melakukan pelanggaran prosedur saat melakukan penggeledahan di ruangan Devianti di kantor Kejati Jawa Barat. Selain itu, petugas KPK juga melanggar prosedur karena tidak menunjukan surat tugas saat penangkapan Devianti. "Tidak ada surat perintahnya. Tidak ada berita acaranya. Bagaimana itu?" tuturnya.

Kendati demikian, Widyo belum berencana untuk melakukan langkah hukum atas pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh petugaa KPK. Namun, menurutnya, penegakan hukum harus dilakukan sesuai prosedur atau perundang-undangan. "Negara hukum ini harus dijaga marwah penegakan hukum yang baik. Tidak bisa asal begitu. Kita akan pelajari dulu ya," tandasnya.
Tags: