Tahun Politik Ikut Dorong Perekonomian
Berita

Tahun Politik Ikut Dorong Perekonomian

Menaikkan harga BBM merupakan cara paling cepat untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Tahun Politik Ikut Dorong Perekonomian
Hukumonline

Economist UBS Bank Edward Teather mengatakan 2013 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Pasalnya, berbagai isu membuat perekonomian Indonesia selalu naik turun, mulai dari isu tappering off oleh Amerika Serikat (AS), melemahnya kinerja ekspor, tingginya laju impor, kenaikan harga BBM pada Juni, hingga merosotnya nilai tukar rupiah.

Tidak hanya itu, Pemerintah masih dibebani defisit neraca transaksi berjalan dan berbagai persoalan ketenagakerjaan. Edward menegaskan, faktor-faktor tersebut menyebabkan perekonomian Indonesia semakin melambat.

Namun, Edward melanjutkan, ada hikmah positif yang bisa ditarik. Konsumsi domestik masih kuat untuk menopang perekonomian sehingga tidak membuat perekonomian anjlok (collapse). Jumlah utang pemerintah pun tidak terlalu besar.

Edward menegaskan kondisi tersebut tak menyurutkan minat investasi di Indonesia. Indonesia, lanjutnya, masih menjadi magnet investasi bagi para investor asing karena pertumbuhan konsumsi domestik cukup kuat. Pertumbuhan kelas menengah juga diyakini turut mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan setiap tahun.

"Melihat tantangan yang terjadi pada 2013, kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2013 sebesar 5,6 persen," kata Edward dalam diskusi "UBS Call Conference" di Wisma GKBI Jakarta, Kamis (12/12).

Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada pada level 5,2 persen. Konsumsi masih menjadi faktor utama yang menopang ekonomi tahun depan. Sedangkan untuk iklim investasi masih stagnan.

Untuk tahun depan, lanjutnya, karena ada pesta rakyat yakni pemilihan umum (pemilu), kontribusi pertumbuhan ekonomi cukup baik.  Pengeluaran pemerintah (government spending) di tahun politik secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan konsumsi. "Pemilu akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian dengan kontribusi sebesar 0,2%," ujarnya.

Menyoal tappering off yang akan dilakukan oleh AS pada Maret tahun depan, potensi pelemahan rupiah dan melambatnya ekonomi masih akan terjadi, namun tidak akan terjadi dalam waktu yang lama. Dua bulan paska tappering off, perekonomian Indonesia akan kembali stabil karena sudah terbentuknya pemerintahan baru.

Untuk 2014, Edward memprediksi perekonomian Indonesia akan dihadapkan pada dua hal positif dan negatif. Positifnya adalah implikasi pemilu bagi belanja pemerintah, dan negatifnya kemungkinan dilakukannya aksi tappering off oleh The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat. "Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia masih akan stabil karena ada pemilu," ungkapnya.

Inflasi pada 2014 diprediksi berada pada angka 6,7 persen year on year (yoy). Jika pemerintah mampu menjaga harga pangan, efek kenaikan BBM sudah mulai stabil ditambah program-program sosial partai politik, laju inflasi masih akan stabil pada 2014.

Edward juga memproyeksikan defisit transaksi berjalan pada 2014 berada pada posisi 2,8 persen terhadap GDP. Dan untuk defisit transaksi berjalan tahun 2015 berada pada kisaran 1,8 persen terhadap GDP.

Terkait paket kebijakan fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu, Edward menilai cukup baik untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Namun, kebijakan dari paket tersebut akan optimal jika diimplementasikan secara optimal juga. "Defisit transaksi berjalan masih menjadi permasalahan di Indonesia dikarenakan impor minyak dan impor barang konsumsi masih besar," jelasnya.

Selain paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, cara paling efektif yang dinilai Edward paling efektif untuk mengurangi defisit adalah dengan menaikkah kembali harga BBM. Namun hal tersebut sulit untuk diterapkan oleh pemerintah dalam waktu mendekati tahun pemilu.

Opsi lainnya, adalah mempercepat konversi energi minyak ke energi alternatif. Menurut dia dalam paket kebijakan jilid pertama pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan tentang penerapan biodiesel 10%, kebijakan inilah yang harus dipercepat realisasinya karena dinilai sudah cukup baik dalam mengurangi defisit transaksi berjalan. "Terkait soal melemahnya ekspor non komoditi, pemerintah harus memperbaiki kualitas infrastruktur," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait