Syarat Kepemilikan Kartu Kredit Akan Diperketat
Berita

Syarat Kepemilikan Kartu Kredit Akan Diperketat

Perlu ada plafon maksimal kepemilikan berdasarkan persentase dari penghasilan.

MVT
Bacaan 2 Menit
Kepemilikan kartu kredit akan diperketat. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Kepemilikan kartu kredit akan diperketat. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Maraknya kasus debt collector belakangan ini memaksa Bank Indonesia meninjau lagi kebijakan kepemilikan kartu kredit. Rencananya, BI akan meninjau kemungkinan pengetatan syarat bagi nasabah untuk memiliki kartu kredit. Saat ini, kajian tengah dilakukan dengan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI).

 

Kepala Biro Humas BI, Difi Johansyah, mengatakan ada dua hal yang menjadi perhatian otoritas moneter tersebut. Pertama, soal plafon (batasan) atas ‘utang’ kredit. Saat ini, tidak ada batasan kepemilikan kartu kredit dibanding penghasilan.

 

“Kita sedang berpikiran membatasi mudahnya kepemilikan kartu kredit. Plafon tersebut nantinya diatur sesuai penghasilan agar nasabah dan bank dapat mengukur tingkat kemampuan pembayaran,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (15/4).

 

Difi mengatakan, selama ini persoalan tersendatnya pembayaran kartu kredit karena nasabah kartu kredit berlebihan memakainya.  Banyak nasabah yang terlena tanpa mengukur kemampuan membayar.Walhasil, mereka bisa memakai kartu kredit layaknya pepatah ‘besar pasak daripada tiang’.

 

Selain itu, BI juga berencana membatasi umur minimal kepemilikan kartu kredit. Meski demikian, Difi belum mau merinci batasn umur yang dapat memiliki kartu kredit. “Masih dalam kajian. Saya belum bisa sampaikan,” tepisnya.

 

Saat ini, dasar hukum bagi sistem kartu kredit di Indonesia diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

 

Dalam aturan tersebut, memang belum ada pembatasan syarat kepemilikan kartu kredit oleh nasabah. BI hanya mewajibkan bank untuk Dalam penyelenggaraan Kartu Kredit, bank wajib menerapkan manajemen risiko.

 

Hal ini meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen risiko operasional dan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi.

 

Upaya BI ini diapresiasi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut Ketua Harian YLKI, Sudaryatmo, harus diakui sebagian konsumen salah memahami kepemilikan kartu kreditnya. Banyak yang menganggap kartu kredit sebagai utang. “Nasabah anggap kartu kredit itu kartu utang, belanja kemudian nyicil bayarnya,” kata dia.

 

Padahal, harusnya kartu kredit dilihat sama halnya dengan uang, sebagai alat pembayaran hanya waktu pembayarannya saja yang berbeda. “Dengan demikian, di akhir bulan konsumen selalu bayar lunas. Kalau seperti itu, berapapun besar tagihannya, tidak akan ada masalah, karena ada kontrol diri. Dan tidak perlu berhadapan dengan debt collector juga,” terangnya.

 

Karena itu, Sudaryatmo mengatakan rencana pembatasan plafon kartu kredit ini sesuatu yang logis. Konsumen aka terdorong untuk mengukur kemampuan bayarnya sebelum mengajukan aplikasi kartu kredit.

 

“Seharusnya memang tidak lebih dari 30 persen dari penghasilan, sebab nasabah kan punya pengeluaran lain juga. Kalau lebih dari 30 persen, saya kira potensi masalahnya besar, seperti selama ini banyak terjadi,” katanya.

 

Namun, Sudaryatmo juga mengingatkan transparansi dan sosialisasi bank mengenai kartu kredit masih minim. Komsumen tidak memahami produk kartu kredit secara utuh.

 

“Penjelasan kepada nasabah tidak detail dan menyeluruh sehingga banyak nasabah yang keliru atau tidak paham resiko kartu kredit,” tukasnya. 

 

Sudaryatmo meminta BI juga menegaskan kepada bank pemberi kartu kredit agar memperhatikan sosialisasi yang baik kepada nasabah. “Perlu segera dibenahi transparansi ini, saya kira harus sejalan dengan upaya pembatasan syarat kepemilikan kartu kredit tersebut,” pungkasnya.

Tags: