Syarat Dukungan Calon Perseorangan Pilkada Mengacu DPT
Berita

Syarat Dukungan Calon Perseorangan Pilkada Mengacu DPT

Bagi pemohon, putusan ini bisa disebut langkah pertama kemenangan demokrasi.

ASH
Bacaan 2 Menit
Syarat Dukungan Calon Perseorangan Pilkada Mengacu DPT
Hukumonline


Sedangkan untuk calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh partai politik seperti diatur Pasal 40 UU Pilkada menggunakan perolehan suara partai dalam pemilihan anggota DPRD. Artinya, menggunakan ukuran jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih.

“Terdapat perbedaan basis dukungan suara yang digunakan bagi calon perseorangan dan calon yang diusulkan partai politik/gabungan partai politik dalam pilkada. Ini menunjukkan perlakuan tidak sama di hadapan hukum antara mereka yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah melalui jalur perseorangan dan mereka yang melalui jalur partai politik,” ujar Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan putusan.

Karena itu, basis perhitungan persentase dukungan bagi warga negara yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah harus menggunakan jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih dalam DPT di masing-masing daerah yang bersangkutan pada Pemilu sebelumnya.  

Meski Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada telah nyata menghambat pemenuhan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Namun, ketentuan itu tidak dapat dikatakan bersifat diskriminatif karena pembedaan di dalamnya bukan didasarkan pertimbangan ras, etnisitas, agama, jenis kelamin, maupun status sosial.

“Mengingat tahapan-tahapan pilkada telah berjalan dan putusan MK tidak berlaku surut, agar tidak menimbulkan kerancuan penafsiran, putusan MK ini berlaku setelah Pilkada Serentak pada 2015,” tegasnya.

Usai persidangan, salah satu pemohon Fadjroel Rachman mengatakan putusan MK ini menetapkan syarat prosentase dukungan calon peseorangan pilkada sebesar 3,5 hingga 10 persen itu dari DPT Pemilu sebelumnya. Hal ini berbeda dengan keinginan para pemohon yang hendak maju sebagai calon independen atas dasar surat suara sah.

“Jadi, DPT dikurangi golput dan surat suara tidak sah karena itu (suara sah) yang dipakai untuk membagi kursi di DPRD. Tetapi, kami bersyukur karena mengurangi signifikan jumlah pemilih dengan KTP. Ini bisa disebut langkah pertama kemenangan demokrasi,” kata Fadjoel di Gedung MK.  
Mahkamah Konstitusi (MK) memutus inkonstitusional bersyarat Pasal 41 ayat (1) huruf a-d, Pasal 41 ayat (2) huruf a-d UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) terkait syarat dukungan calon perseorangan (independen) dalam pilkada. MK menetapkan jumlah prosentase syarat dukungan calon kepala daerah didasarkan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih seperti termuat dalam daftar calon pemilih tetap (DPT) di daerah bersangkutan pada Pemilu sebelumnya.

Menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai perhitungan persentase dukungan bagi calon perseorangan yang hendak mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didasarkan atas jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih seperti dalam daftar calon pemilih tetap di daerah yang bersangkutan pada Pemilihan Umum sebelumnya,” ucapKetua MK Arief saat membacakan putusan bernomor 60/PUU-XIII/2015 di Gedung MK, Selasa (29/9).

Dengan putusan itu, Pasal 41 ayat (2) UU Pilkada menjadi berbunyi Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10%  dari DPT Pemilu sebelumnya.”

Sebelumnya, Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandiasa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) mempersoalkan Pasal 42 ayat (1), (2) UU Pilkada terkait syarat dukungan calon kepala daerah dari jalur independen. Para pemohon yang berniat mencalonkan diri sebagai calon independen di provinsi Kalimantan Selatan ini sangat keberatan karena ada kenaikan syarat dukungan sebesar 3,5 persen dari jumlah penduduk dibandingkan syarat dukungan dalam UU No. 12 Tahun 2008tentang Pemerintahan Daerah.
 
Ketentuan ini dinilai akan mengebiri calon independen untuk turut serta dalam penguatan demokrasi melalui Pilkada. Untuk itu, agar terjamin kesetaraan dan persamaan, para pemoon meminta penentuan besaran prosentase calon kepala daerah independen seharusnya didasarkan pada jumlah suara sah, bukan didasarkan pada jumlah penduduk
.


Mahkamah berpendapat meski kedua pasal itu memberi kepastian hukum, tetapi mengabaikan keadilan yang dapat menghambat pemenuhan prinsip persamaan di hadapan hukum. Sebab, syarat persentase dukungan didasarkan jumlah penduduk. Padahal, tidak setiap penduduk serta-merta memiliki hak pilih. Sementara keterpilihan calon kepala daerah seperti halnya keterpilihan menjadi anggota legislatif dan Presiden atau Wakil Presiden tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk, tetapi jumlah penduduk yang punya hak pilih.
Tags:

Berita Terkait