Syarat Dukungan Calon Kepala Daerah Diuji
Berita

Syarat Dukungan Calon Kepala Daerah Diuji

Dianggap hanya menyenangkan partai-partai besar.

ASh
Bacaan 2 Menit
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang perdana pengujian terkait syarat dukungan calon kepala daerah. Foto: SGP
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang perdana pengujian terkait syarat dukungan calon kepala daerah. Foto: SGP

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 59 ayat (1) huruf a dan Pasal 59 ayat (2) UU No 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah (Pemda) terkait aturan persyaratan dukungan calon menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada).

 

Pengujian undang-undang ini dimohonkan oleh Wakil Ketua Pengurus Wilayah PKNU Jawa Timur, H. Imam Buchori. Sidang panel pengujian undang-undang ini dipimpin oleh Anwar Usman yang didampingi anggota panel Ahmad Fadli Sumadi dan Harjono.

        

Selengkapnya, Pasal 59 ayat (1) huruf a UU Pemda berbunyi, “Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.”

 

Sedangkan Pasal 59 ayat (2) yang berbunyi, “Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat  mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.”

 

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan itu, kuasa hukum pemohon Muhammad Soleh, mengatakan adanya pembatasan dan pembedaan antara partai kecil yang dapat kursi tidak sampai 15 persen atau suara tidak sampai 15 persen dengan  partai yang mendapat suara 15 persen, mengakibatkan adanya perlakuan diskriminatif dan merugikan hak konstitusional pemohon dari partai kecil.

 

“Jadi jelas asas persamaan kedudukan di depan hukum tidak tercermin dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a sepanjang frasa ‘atau gabungan partai politik’ dan Pasal 59 ayat (2),” kata Soleh.

 

Ia menilai Pasal 59 ayat (1) huruf a dan Pasal 59 ayat (2) itu telah menghalanginya sebagai warga  masyarakat yang berencana akan mencalonkan diri menjadi Bupati Bangkalan, Jawa Timur.

 

Soleh menegaskan bahwa aturan itu juga tidak memberikan penghormatan dan kebebasan kepada semua warga untuk bisa dicalonkan menjadi kepala daerah. Sebab, materi muatan ayatnya itu dibuat demi menyenangkan partai-partai besar. “Syarat perolehan kursi tidak mencerminkan rasa keadilan.”  

 

Ia menyadari syarat perolehan kursi dan suara 15 persen adalah bertujuan membatasi calon kepala daerah agar tidak terlalu banyak. Namun, dengan diperbolehkannya calon dari unsur perseorangan hakikatnya telah memberi ruang calon kepala daerah sebanyak-banyaknya. “Terbukti, di beberapa kabupaten Pemilukada diikuti lebih dari delapan pasangan calon,” ungkapnya.

 

Karena itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 59 ayat (1) huruf a dan Pasal 59 ayat (2) UU Pemda bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

 

Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 59 ayat (1) huruf a sepanjang frasa "atau gabungan partai politik" dan Pasal 59 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Majelis panel hakim menyarankan agar pemohon memperdalam alasan pengujian aturan itu dan memberikan kesempatan selama 14 hari untuk memperbaiki permohonannya itu.

Tags: