Hukum Aborsi dan Syarat Aborsi Legal dalam PP Kesehatan
Terbaru

Hukum Aborsi dan Syarat Aborsi Legal dalam PP Kesehatan

Aborsi menurut hukum adalah dilarang. Namun, dalam UU Kesehatan dan PP Kesehatan, pemerintah memperbolehkan aborsi dengan sejumlah syarat.

Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Dalam KUHP lama, aborsi merupakan sebuah tindak pidana. Adapun ketentuan Pasal 346 KUHP menerangkan bahwa seorang wanita yang sengaja (aborsi) menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama 4 tahun.

Merujuk pasal tersebut, unsur “seorang wanita”, “dengan sengaja”, dan “menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu”; menekankan bahwa KUHP lama tidak membenarkan aborsi atas alasan apapun.

Aborsi dalam KUHP Baru atau UU 1/2023

Ketentuan aborsi diubah dalam KUHP baru atau UU 1/2023. Pasal 463 UU 1/2023 mengatur:

  1. Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

Merujuk pasal tersebut, pada intinya, KUHP baru “memperbolehkan” korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual untuk melakukan aborsi (selama usia kehamilannya tidak lebih dari 14 minggu) dan bagi mereka memiliki indikasi kedaruratan medis. Namun, patut digarisbawahi KUHP baru atau UU 1/2023 ini baru akan berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang.

Baca Juga:

Ius Constitutum dan Ius Constituendum Pengaturan Aborsi di Indonesia  

Jerat Pidana Bagi Penjual Obat Aborsi

Aborsi dalam UU Kesehatan

Persoalan aborsi juga diatur alam UU Kesehatan yang mulai berlaku sejak 8 Agustus 2023 lalu. Pasal 60 UU Kesehatan mengatur ketentuan sebagai berikut.

  1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
  2. Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan:
  1. oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
  2. pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan
  3. dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.

Merujuk pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 60 UU Kesehatan mengacu pada KUHP baru yang “memperbolehkan” korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual dan mereka yang memiliki indikasi kedaruratan medis untuk melakukan aborsi dengan merincikan aturan lain yang wajib dipenuhi, yakni pelaksanaan aborsi oleh tenaga medis/kesehatan yang kompeten dan berwenang, dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang terdaftar, dan adanya persetujuan dari perempuan hamil yang bersangkutan.

Hukum Aborsi di Indonesia Saat Ini, Mana yang Berlaku?

KUHP lama dinyatakan masih berlaku saat ini demikian pula UU Kesehatan yang dinyatakan berlaku per 8 Agustus 2023 lalu. Lalu, bagaimana aturan aborsi saat ini?

Sebagaimana diterangkan dalam Bunyi Pasal 364 KUHP tentang Aborsi, dalam konteks ini, berlaku asas lex specialis derogat legi generali; UU Kesehatan (yang lebih khusus) mengesampingkan KUHP lama (yang merupakan peraturan yang lebih umum). Selain itu, berlaku pula asas lex posterior derogat legi priori, di mana UU Kesehatan merupakan peraturan baru, sehingga dapat mengesampingkan KUHP yang merupakan peraturan lama.

Syarat Aborsi dalam PP Kesehatan

Perlu diketahui bahwa Pasal 62 UU Kesehatan menerangkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai aborsi diatur dengan peraturan pemerintah. Pemerintah baru saja mengeluarkan PP 28/2024 atau yang dikenal pula dengan sebutan PP Kesehatan. Dalam PP 28/2024 ini, aturan aborsi dimuat dalam Pasal 116 s.d Pasal 119. Berikut ringkasan syarat aborsi dalam PP Kesehatan atau PP 28/2024.

  1. Aborsi dapat dilakukan atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan (Pasal 116 PP 28/2024).
  2. Indikasi kedaruratan medis yang dapat diaborsi meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; serta kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan (Pasal 117 PP 28/2024).
  3. Pembuktian kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekeran seksual lainnya dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian; dan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan atau kekerasan seksual tersebut (Pasal 118 PP 28/2024).
  4. Pelayanan aborsi harus dilakukan pada fasilitas kesehatan lanjutan (seperti klinik utama, rumah sakit umum, atau rumah sakit khusus) sesuai standar yang ditetapkan oleh menteri; dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang (Pasal 119 PP 28/2024).

Follow Official Whatsapp Channel Hukumonline untuk mendapatkan update terkini seputar dunia hukum Indonesia sekarang juga! Klik link berikut untuk bergabung!

Tags:

Berita Terkait