Surati DPR, Pemerintah Siap Bahas Rencana Kenaikan PPN
Utama

Surati DPR, Pemerintah Siap Bahas Rencana Kenaikan PPN

Pemerintah menyiapkan tiga opsi untuk menggenjot penerimaan pajak, yakni kenaikan tarif PPN, memperluas basis pajak digital, dan pengenaan cukai pada kantong plastik.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Target penerimaan perpajakan pada 2022 yang dipatok oleh pemerintah tumbuh sebesar 8,37% hingga 8,42% year on year (yoy). Jika merujuk rencana postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, otoritas mematok outlook penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun, atau lebih tinggi dari proyeksi tahun ini senilai Rp 1.444,5 triliun.

Kenaikan target tersebut tentu akan menjadi tantangan baru bagi pemerintah di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Maka untuk mencapai target tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah menyiapkan beberapa strategi, salah satunya berencana akan meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

Terkait wacana tersebut, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat kepada DPR RI untuk membahas rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Presiden sudah berkirim surat dengan DPR untuk membahas ini. Pemerintah tentu memperhatikan situasi perekonomian nasional,” kata Airlangga, Rabu (19/5). (Baca: Ini Alasan di Balik Relaksasi PPnBM Sektor Otomotif dan Perumahan)

Airlangga menjelaskan terdapat sejumlah pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Di antaranya, PPN termasuk PPh orang per orang dan pribadi, pengurangan tarif PPh badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, serta terkait carbon tax, hingga pengampunan pajak.

“Jadi ada beberapa hal yang akan dibahas, hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR,” ujar Airlangga.

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan pajak penjualan ataupun jasa turut menjadi pembahasan di DPR. Tujuannya, agar pemerintah lebih fleksibel dalam mengatur sektor manufaktur maupun sektor perdagangan dan jasa.

“Akan diberlakukan pada waktu yang tepat dan skenarionya dibuat lebih luas, tetapi tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan wacana kenaikan tarif PPN untuk menggenjot pendapatan negara. Sri Mulyani menyiapkan tiga opsi, yakni kenaikan tarif PPN, memperluas basis pajak digital, dan pengenaan cukai pada kantong plastik.

Dua opsi skema kenaikan pajak yang disiapkan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu adalah single tarif dan multitarif. Jika menggunakan skema single tarif, pemerintah perlu membentuk PP karena UU Pajak saat ini menggunakan sistem yang sama. Namun, jika menggunakan skema multitarif, maka UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM perlu direvisi.

Sri Mulyani mengungkapkan, penggalian potensi penerimaan pajak diharapkan bisa meningkatkan tax ratio pada 2022. Dari sisi perluasan basis perpajakan antara lain pemungutan pajak e-commerce, penerapan cukai plastik, menaikkan tarif PPN, dan sistem perpajakan yang sejalan dengan struktur perekonomian.

Pengamat Pajak Fajry Akbar mengatakan bahwa upaya pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak di tahun 2021 lewat ekstensifikasi. Jika berbicara tentang ekstensifikasi, maka data menjadi kunci, dengan syarat data tersebut harus diverifikasi dan dapat dipertanggungjawaban untuk mencegah ketidakpastian bagi wajib pajak.

“Lewat ekstensifikasi, sektor-sektor atau pihak-pihak yang tidak tersentuh oleh pajak harus menjadi fokus utama,” tambahnya.

Namun, Fajry mengingatkan pemerintah untuk tidak terlalu agresif dalam memungut pajak di tahun depan karena bisa berdampak pada perlambatan pemulihan ekonomi. Apalagi tahun 2021 ekonomi Indonesia masih dalam tahap pemulihan. Sehingga stimulus ekonomi dari sisi perpajakan masih dibutuhkan pelaku usaha.

“Masih, karena tidak semua sektor recovery-nya sama, sepeti pariwisata akan lama, apalagi ada kasus reinfeksi di HK dengan strain yang berbeda. Turis dari LN akan sulit diharapkan. Tapi pemberian harus hati-hati, perlu evaluasi, sektor yang sudah berjalan normal seharusnya tak membutuhkan insentif lagi,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait