Surat Panggilan Polisi Salah Ketik Nama, Terlapor/Saksi Bisa Tolak Penuhi Panggilan?
Utama

Surat Panggilan Polisi Salah Ketik Nama, Terlapor/Saksi Bisa Tolak Penuhi Panggilan?

Tidak ada kewajiban bagi terlapor untuk memenuhi panggilan kepolisian yang salah dalam mencantumkan nama atau identitas terlapor.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pernahkah anda berhadapan dengan pihak Kepolisian berupa pemanggilan atas suatu peristiwa pidana, baik sebagai saksi atau terlapor namun identitas anda sebagaimana tercantum dalam Surat Pemanggilan tak sesuai dengan identitas asli anda? Dalam konteks ini haruskah anda memenuhi panggilan kepolisian tersebut atau dapatkah anda menolak untuk menghadiri pemeriksaan?

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju, menyebut tidak ada kewajiban bagi terlapor untuk memenuhi panggilan kepolisian yang salah dalam mencantumkan nama atau identitas terlapor. Sehingga jika berhadapan pada kondisi demikian, Anggara menyarankan untuk meminta pihak Kepolisian memperbaiki Surat Pemanggilan itu terlebih dahulu.

“Karena kan namanya salah, iya kalau memang betul terjadi kesalahan dalam penulisan nama, tapi kalau ternyata beda orang bagaimana?” katanya ketika dihubungi hukumonline, Senin (15/10).

Anggara menjelaskan bahwa kegunaan dari surat panggilan kepolisian itu sebetulnya adalah untuk mencari alat bukti melalui keterangan saksi. Padahal, kata Anggara, tanpa perlu mengeluarkan surat panggilan maka pihak kepolisian bisa langsung mendatangi saksi dan memintai keterangan sebagai alat bukti yang akan berguna untuk menentukan ada atau tidaknya peristiwa pidana.

 

Hal tersebut disebut Anggara penting diperhatikan, mengingat setiap pemanggilan saksi oleh kepolisian selalu akan ada konsekuensi biaya pemanggilan yang selama ini harus dan mau tidak mau ditanggung oleh saksi, seperti biaya transportasi dan sebagainya. Sementara, kata Anggara, saksi tak bisa menolak untuk memenuhi panggilan kepolisian.

 

“Artinya dia wajib memenuhi panggilan itu berdasarkan KUHAP, kecuali ada alasan-alasan yang sah seperti misalnya sakit atau sedang ada tugas Negara,” katanya.

 

Lain hanya jika pihak kepolisian mendatangi langsung saksi, kata Anggara, di situ saksi berhak untuk memilih bersedia atau enggan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian dengan tanpa paksaan.

 

(Baca Juga: Salah Ketik Tak Membuat Surat Dakwaan Batal)

 

Hal itu wajar menurut Anggara, karena dalam kondisi langsung tersebut bisa saja saksi merasa perlu adanya penampingan lawyer atau mempersiapkan jawabannya untuk meminimalisir risiko akibat kekeliruan jawaban atau pernyataannya atas pertanyaan yang disampaikan oleh pihak kepolisian.

 

Jadi, kata Anggara, memang dalam pemeriksaan langsung tanpa surat panggilan oleh kepolisian itu maka jawaban saksi bersifat voluntary atau sukarela, lain halnya dengan pemanggilan melalui surat panggilan kepolisian yang sifat kesaksiannya wajib di samping memang saat itu saksi sudah memiliki persiapan yang cukup seperti persiapan jawaban atau kesiapan karena memiliki waktu untuk mencari lawyer yang akan mendampinginya.

 

Selanjutnya, seberapa penting seorang saksi didampingi oleh lawyer dalam menghadapi panggilan polisi tersebut? Anggara menjawab bahwa pendampingan oleh lawyer sangatlah penting jika posisi terlapor sebagai orang yang tidak memahami proses hukum, mengingat belum tentu polisi akan menjelaskan kepadanya proses hukum kedepannya akan seperti apa serta gambaran resiko hukum apa saja yang mungkin bisa menjeratnya.

 

“Jadi memang terlapor itu butuh advokat untuk mendampingi dan sebaiknya begitu, tapi bukan berarti setiap orang membutuhkan lawyer, seperti orang yang memang sudah paham proses hukum misalnya,” kata Anggara.

 

(Baca Juga: Bila Jaksa Salah Sebut tentang Ganja)

 

Misalnya untuk mengungkap peristiwa pidana yang terjadi 6 bulan lalu, kata Anggara, jika saksi yang bersangkutan adalah orang yang sudah cukup tua jelas ia belum tentu bisa mengingat secara jelas soal pukul berapa persisnya terjadinya peristiwa 6 bulan yang lalu tersebut. Jangankah terlapor yang sudah berumur, lanjut Anggara, bahkan yang masih muda pun belum tentu bisa mengingat soal ‘waktu’ secara jelas sementara polisi biasanya banyak menanyakan soal waktu kepada saksi.

 

“Itu kan susah kita ingat jelasnya peristiwa yang udah terlampau lama berlalu, itu contoh kenapa menjadi penting didampingi advokat. Karena memang saat pemeriksaan di kepolisian itu banyak pertanyaan sederhana yang diajukan tapi ga begitu mudah orang mengingat, sehingga untuk menjaga kepentingan saksi peran advokat menjadi penting di situ,” kata Anggara.

 

Lantas apakah keterangan saksi yang diperoleh dari proses pemeriksaan tersebut dapat dijadikan bukti yang sah secara hukum? Menurut Anggara tidak bisa, mengingat keterangan saksi untuk BAP (Berita Acara Pemeriksaan) hanya berlaku sebagai landasan pembuatan surat dakwaan. Adapun untuk keterangan saksi yang berlaku sah sebagai bukti adalah keterangan saksi yang ada di Pengadilan. Namun bagaimana jika jawaban saksi keliru dalam pemeriksaan itu? Anggara menyebut tidak ada konsekuensi hukum untuk kekeliruan itu kecuali saksi terbukti memberikan keterangan bohong.

 

“Tak ada sanksi bagi saksi jika keliru, kecuali dia bohong. Kalau terbukti berbohong, maka dia dikenakan sanksi karena bisa membuat proses hukum menjadi salah akibat kebohongan pernyataannya,” kata Anggara.

 

Dosen Pidana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Alfitra, mengatakan bila polisi salah dalam penulisan nama pada surat panggilan maka status surat panggilan tersebut adalah cacat formil, sehingga saksi tak harus memenuhi panggilan dan dapat meminta kepolisian untuk melakukan revisi surat panggilan tersebut terlebih dahulu.

 

“Kalau ada cacat formil dalam surat panggilan sebaiknya tak usah datang, repot urusannya kalau ternyata salah orang,” kata Alfitra kepada hukumonline.

 

Namun jika tak ada kesalahan dalam penulisan nama pada Surat Panggilan Polisi, bisakah terlapor menolak memenuhi panggilan? Alfitra menyebut hal itu tak bisa dilakukan. Dalam Ketentuan Acara Pidana dan Perkap Polri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana jelas diatur bahwa jika saksi menolak untuk bersaksi dalam panggilan pertama, maka akan dipanggil untuk kedua kalinya.

 

Selanjutnya jika saksi masih menolak hadir untuk kedua kalinya, maka untuk ketiga kalinya pihak kepolisian berhak memaksa saksi untuk menghadiri pemeriksaan.

 

KUHAP

Pasal 112:

  1. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;
  2. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
  3.  

Pasal 113:

Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

Peraturan Kepala POLRI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

Pasal 27:

  1. Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar Laporan Polisi, laporan hasil penyelidikan, dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.
  2. Surat panggilan ditandatangani oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
  1. Dalam hal yang dipanggil tidak datang kepada penyidik tanpa alasan yang sah, penyidik membuat surat panggilan kedua.
  2. Apabila panggilan kedua tidak datang sesuai waktu yang telah ditetapkan, penyidik menerbitkan surat perintah membawa.
Tags:

Berita Terkait