Surat Kuasa ‘Tercecer’, Nindya Karya Lolos
Berita

Surat Kuasa ‘Tercecer’, Nindya Karya Lolos

Majelis hakim tidak menemukan surat kuasa yang dimaksud pemohon.

HRS
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP.
Foto: SGP.

Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk tidak menerima permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan PT Uzin Utz Indonesia (UUI), Senin (19/8). Alhasil, BUMN yang bergerak di bidang konstruksi PT Nindya Karya (Persero) lolos dari PKPU.

Majelis tidak dapat menerima permohonan ini lantaran sebuah surat kuasa. Majelis tidak menemukan surat kuasa yang menunjukkan UUI telah memberikan kuasanya kepada kuasa hukum. Surat kuasa khusus yang bernomor 09/K/2013 itu tidak ditemukan.

Majelis hakim hanya menemukan dua surat kuasa khusus lainnya yang bernomor 08/K/2013 dan 10/K/2013. Dua surat kuasa ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan perkara yang tengah diajukan. Bukan pihak dari subjek perkara.“Surat kuasa khusus nomor 9 itu tidak ada. Yang ada nomor 8 dan 10,” sebut Ketua Majelis Hakim Arif Waluyo, Senin (19/8).

Arif membacakan bahwa surat kuasa nomor 10/K/2013 tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT Saripari Pertiwi Abadi. Padahal, pihak dalam perkara ini adalah PT Uzin Utz Indonesia. Sehingga, majelis mengatakan UUI tidak memiliki formalitas secara hukum untuk mengajukan permohonan PKPU. Untuk diketahui, Ivan Wibowo juga kuasa hukum dari Saripari Pertiwi Abadi (dalam PKPU).

Cacat formal lantaran tidak ada surat kuasa ini merujuk pada Pasal 224 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal tersebut mengatur permohonan PKPU harus ditandatangani oleh pemohon PKPU dan advokatnya. Namun, syarat utama ini raib.“Secara hukum acara, permohonan cacat formal. Jadi permohonannya di N.O (niet ontvankelijke verklaard, red),” putus Arif.

Kuasa hukum PT Nindya Karya (Persero) Jemy Ronald Vito tidak mau berkomentar banyak atas putusan ini. Jemy hanya mengatakan putusan ini sama sekali belum menyentuh pokok perkara. Sehingga, ada kemungkinan UUI akan mengajukan permohonan kembali atas Nindya Karya.

Kuasa hukum UUI Ivan Wibowo kaget dengan putusan majelis. Ia dengan tegas mengatakan telah menyerahkan surat kuasa khusus tersebut ke hadapan para majelis.

Lebih lagi, jika Ivan tidak mempunyai surat kuasa khusus, tentu dirinya dilarang untuk bersidang. Faktanya, majelis melanjutkan seluruh proses persidangan hingga tahap akhir. “Kalau saya dianggap tidak punya surat kuasa, terus kenapa dia (majelis, red) ngeladenin sidang,” tukas Ivan ketika dihubungi hukumonline, Senin (19/8).

Ketika ditanyakan ada indikasi hilang atau tercecer, Ivan menjawab kemungkinan ada indikasi keteledoran dalam perkara ini. Sebab, Ivan sangat yakin telah memberikan surat kuasa khusus tersebut. Namun, Ivan mengingatkan untuk tidak langsung menjustifikasi kalau surat kuasa tersebut hilang karena belum ada bukti yang kuat untuk menyatakan surat kuasa tersebut hilang.

Ketika ditanyakan bagaimana surat kuasa khusus Saripari Pertiwi Abadi yang ada di meja hakim, Ivan juga tidak tahu pasti tentang hal itu. Namun, Ivan mengatakan pada 31 Juli 2013, ia memang mendaftarkan dua perkara di kepaniteraan niaga pada PN Jakpus, yaitu kasasi Saripari dan PKPU Nindya Karya ini.

Kendati demikian, Ivan tidak mau menuding ada indikasi tertukarnya surat kuasa. “Jangan maen tuduh. Musti konfirmasi dulu. Yang jelas, bukan salahnya saya dan tim,” pungkasnya.

Untuk diketahui, UUI mengajukan permohonan lantaran sama sekali belum mendapatkan pembayaran sebagaimana yang dijanjikan Nindya Karya. Jumlah utang yang tertunggak berdasarkan klaim UUI mencapai Rp327,7 juta dan telah jatuh tempo pada 2008.

Utang piutang ini terjadi untuk pengerjaan proyek Aston Mangga Dua Hotel & Residence. UUI mendapat order untuk menyediakan bahan-bahan material seperti semen dalam pengerjaan proyek tersebut, dan Nindya Karya berjanji akan membayar tunai atau dalam waktu satu bulan setelah invoice UUI diterima Nindya Karya.

Tags:

Berita Terkait