Surat Fadel Muhammad Selamatkan Dayaindo
Berita

Surat Fadel Muhammad Selamatkan Dayaindo

Majelis memilih untuk memaksimalkan tujuan dari lembaga PKPU itu sendiri, yaitu perdamaian

HRS
Bacaan 2 Menit
Surat Fadel Muhammad Selamatkan Dayaindo
Hukumonline

Lagi, untuk sementara waktu, PT Dayaindo Resources International Tbk bisa selamat dari ancaman pailit. Pasalnya, majelis hakim memutuskan memberikan waktu bagi Dayaindo untuk merealisasikan rencana perdamaian yang telah disepakati para kreditor pada beberapa waktu lalu.

Saat itu adalah 27 Mei 2013. Mayoritas kreditor Dayaindo baik separatis maupun konkuren sepakat menyetujui rencana perdamaian yang ditawarkan perusahaan dengan kode emiten KARK ini. Namun, PT Bank Internasional Indonesia Tbk selaku pemohon PKPU mengajukan satu persyaratan agar homologasi tersebut tercapai. Persyaratannya adalah KARK harus membayar sebagian utangnya kepada BII paling lambat pada 31 Mei 2013 dengan pembayaran awal Rp15 miliar. Kalau tidak, perdamaian tidak akan tercapai.

Rupanya, kesepakatan tersebut hanya di atas kertas. Hingga waktu untuk pengesahan perdamaian dilakukan hari ini, Rabu (12/6), Dayaindo masih belum bisa menjalankan persyaratan yang diajukan BII. Alhasil perdamaian menjadi tidak tercapai.

Dengan melihat kedudukan BII yang dominan lantaran sebagai kreditor separatis, KARK seharusnya akan berada dalam keadaan insolvensi. Akan tetapi, majelis tidak serta merta mengetok palu untuk menyatakan perdamaian tidak tercapai. Majelis dengan tegas mengatakan untuk memaksimalkan tujuan dari lembaga PKPU itu sendiri, yaitu perdamaian.

“Majelis memiliki pendapat agak lain. Majelis ingin memaksimalkan perdamaian,” ucap Ketua Majelis Hakim Dwi Sugiarto dalam persidangan, Rabu (12/6).

Keinginan majelis dalam memaksimalkan perdamaian ini juga didukung dengan keinginan salah satu kreditor Dayaindo. Kreditor tersebut menginginkan agar Dayaindo berada dalam keadaan PKPU Tetap. Begitu juga dengan surat Fadel Muhammad selaku Chairman of Gema Group. Surat tersebut menyebutkan untuk tetap memberikan kesempatan kepada Dayaindo dalam mencari cara membayar kewajiban-kewajibannya.

Atas hal itu, sepanjang belum melebihi jangka waktu masimal 270 hari, majelis sepakat untuk memberikan perpanjangan waktu selama 40 hari ke depan. Majelis memberikan batas waktu hingga 9 Juli 2013 untuk membuat rencana perdamaian kembali.

Kendati demikian, majelis mengingatkan Dayaindo beserta pengurusnya untuk memberikan perkembangan tentang rencana perdamaian ini kepada hakim pengawas pada awal bulan Juli. Majelis tidak ingin lagi dikejar-kejar waktu seperti saat ini. Karena, seharusnya majelis telah mengambil keputusan tentang terjadinya perdamaian atau tidak pada 5 Juni lalu.

“Kami (majelis, red) tidak ingin dipepet-pepet waktu lagi. Jadi, awal bulan kami harus dapat info tentang rencana perdamaian itu,” tuntut Dwi lagi.

Mendengar penetapan majelis, kuasa hukum BII Swandy Halim mengatakan tetap beriktikad baik dalam menyelesaikan persoalan ini. Sejak awal, BII memang ingin berdamai. Swandy juga memahami gagalnya Dayaindo dalam memenuhi persyaratan yang diajukan BII lantaran belum ada investor yang siap mengucurkan dana segar.

Dayaindo sangat bergantung pada investor. Soalnya, Dayaindo tidak memiliki kekuatan untuk membayar pembayaran awal kepada BII senilai Rp15 miliar. Tambah lagi, angsuran bulanan dari Maret-Mei yang total keseluruhannya mencapai Rp25,8 miliar. Untuk itu, Swandy mengimbau agar Dayaindo menggunakan dengan sebaik-baiknya waktu yang telah diberikan majelis dalam mencari investor yang dapat memberikan dana segar untuk menyelamatkan perusahaan dari pailit.

“Perkara ini will be going nowhere. Pasti pailit, ini soal matter of time. Jadi, kami tidak ingin mencabut ‘nafas’ mereka dengan cepat,” tutur Swandy usai persidangan, Rabu (12/6).

Keputusan BII untuk mengajukan persyaratan tersebut lantaran Dayaindo mengaku telah ada investor yang akan menyuntikkan dana segar untuk membayar sebagian utang-utangnya. Lebih lagi, Dayaindo juga mengatakan bahwa tidak ada persoalan yang berarti untuk segera membayar utang-utangnya. Hanya soal hari, bukan lagi soal uang.

“Mereka mengatakan ini matter of days. Jadi, kenapa tidak? Ternyata investornya pergi,” ujar Swandy.

Tags:

Berita Terkait