Sudirman Enggan Laporkan Kasus Setnov ke Penegak Hukum
Berita

Sudirman Enggan Laporkan Kasus Setnov ke Penegak Hukum

Namun, ia mengakui dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk mendapatkan sesuatu dari Freeport sebagai bentuk pelanggaran etik.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Persidangan perdana etik Mahkamah Kehormatan Dewan terhadap kasus dugaan skandal Freeport yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) resmi digelar. Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, sebagai pelapor dimintai keterangan dalam persidangan terkait dengan laporannya.

Sudirman dalam keterangannya di persidangan etik mengaku enggan melaporkan kasus tersebut ke penegak hukum. Ia beralasan bukan pihak yang berkompeten untuk melaporkan ke penegak hukum. Namun, ia mengakui bahwa dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk mendapatkan sesuatu dari Freeport sebagai bentuk pelanggaran etik.

“Yang kami yakini di awal, sekurang-kurangnya ini tentang etika. Silakan publik menilai. Kalau dianggap pelanggaran hukum, tanpa pengaduan penegak hukum akan menindak,” ujarnya di ruang MKD Gedung DPR, Rabu (2/12).

“Apakah tidak akan melaporkan  ke penegak hukum,” timpal anggota MKD, Akbar Faisal.

Menanggapi cecaran Akbar Faisal, Sudirman mengaku berlum berpikir untuk melaporkan ke penegak hukum. Menurutnya, lembaga penegak hukum memiliki penilaian ketika kasus pelanggaran etika ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana.

Motivasi melaporkan Ketua DPR Setya Novanto, kata Sudirman, sudah tertuang gamblang dalam surat pelaporan beberapa waktu lalu ke MKD. Ia mengaku tak memiliki persoalan pribadi dengan Setnov. Malahan acapkali terdapat acara kenegaraan, Sudirman bertemu dengan Setnov.

Namun menyangkut persoalan penyelenggara negara, ia tak main-main untuk melaporkan ke pihak berwenang, seperti MKD. Sudirman mengaku concern terhadap pihak-pihak yang tidak berkepentingan masuk ke ranah negoisasi perpanjangan kontra karya Freeport dengan meminta imbalan.

“Perasaan saya ini tidak sesuai dengan kode etik. Ini judgment professional saya. Saya menteri dan tahu pimpinan lembaga tidak patut merendahkan martabat negara ini,” ujarnya.

Sudirman dalam paparannya menjelaskan berdasarkan hasil rekaman yang didapat dari Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoedin, Setnov diduga menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk menawarkan solusi agar kontrak karya PT Freeport dengan pemerintah dapat segera diperpanjang. Rekaman percakapan antara Setnov, pengusahan Riza Chalid dan Freeport bernuansa cawe-cawe.

Rekaman yang diserahkan ke MKD memang tidak utuh. Menurut Sudirman, jika diperlukan MKD, ia bakal menyerahkan rekaman secara utuh. Rekaman tersebut memang dijadikan alat bukti jika menjadi bumerang terkait dengan pelaporannya. Menurutnya, ia tak memiliki kompetensi untuk menyimpulkan apakah tindakan Setnov masuk kategori pelanggaran hukum atau sebaliknya.

Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mempertanyakan informasi terkait dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. “Apakah saudara pengadu mengetahui Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan termasuk urusan ini,” ujarnya.

Sudirman menanggapi. Menurutnya, meski mengetahui tidak langsung dari Kejaksaan Agung, namun informasi yang didapat dari media sudah membuktikan penegak hukum sudah mulai bergerak tanpa adanya aduan. “Dari media saya baca. Saya mendengar itu. Tetapi tidak langsung dari Kejaksaan Agung,” tukasnya.

Sebagaimana diberitakan, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyerahkan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam skandal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia kepada para penegak hukum.

"Ya kan juga polisi, lewat Pak Kapolri pernah menyatakan itu, bahwa ini sudah memenuhi kriteria, tindakan kriminal. Terserah mereka," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (1/12).

Wapres mengatakan jika lembaga penegak hukum baik Kejaksaan Agung maupun Polri mengetahui ada masalah pada suatu kasus namun tidak mengusutnya, maka hal itu keliru.

Kejaksaan Agung sendiri bakal melakukan penyelidikan dan pendalaman kasus Setnov. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, tengah mendalami kemungkinan adanya dugaan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Tags:

Berita Terkait