"Saat itu posisi Indonesia sangat lemah karena membutuhkan investasi asing,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/3).
Isran melihat sudah saatnya BIT direnegosiasi. Kesimpulan ini ia dapati dari gugatan perusahaan tambang asal Inggris Churchill Mining Plc di pengadilan arbitrase internasional, karena izin usaha pertambangannya dicabut. Menurut Isran, gugatan Churchill ini dibantu oleh Planet Mining, perusahaan asal Australia yang juga menggugat Indonesia di International Centre for Settlement of Invesment Dispute (ICSID).
“Masuknya gugatan Planet, membuat Tribunal arbitrase internasional memeriksa dan meneliti ketentuan-ketentuan BIT antara Indonesia-Inggris dan Indonesia-Australia. Tentunya dengan adanya gugatan Churchill ini membuahkan pelajaran bagi kita semua, sudah saatnya kita melakukan renegosiasi BIT-BIT, kalau perlu abaikan BIT tersebut," tegasnya.