Success Fee Mechanism dalam KPBU Indonesia
Kolom

Success Fee Mechanism dalam KPBU Indonesia

Butuh perbaikan atas kendala teknis agar regulasinya menjadi implementatif yang berdaya laku dan berdaya guna.

Bacaan 4 Menit
Reghi Perdana. Foto: Istimewa
Reghi Perdana. Foto: Istimewa

Pemerintah terus berupaya menarik minat investor untuk mempercepat pembangunan infrastruktur Indonesia. Upaya ini bagian dari pemenuhan layanan dasar dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bangsa. Berbagai kemudahan dan regulasi yang memberikan insentif bagi dunia usaha terus disempurnakan. Salah satunya adalah regulasi di bidang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur.

Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) terkait KPBU disempurnakan serentak. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional telah diundangkan, sedangkan tiga peraturan lainnya masih dalam proses penyusunan.

Baca juga:

Peraturan yang telah diundangkan tanggal 29 September 2023 itu adalah Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Permen PPN KPBU Penyediaan Infrastruktur). Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 serta perubahannya dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 2 Tahun 2020. Hal baru dalam regulasi terkini adalah simplifikasi proses, waktu, kelembagaan, dan dokumen penyiapan proyek KPBU. Diatur pula hal baru yang dapat menarik minat investor antara lain KPBU skala kecil, Panel Badan Penyiapan, Probity Advisor, dan Swiss Challenge Mechanism.

Satu topik yang menarik jadi sorotan adalah success fee mechanism. Ketentuan ini menjadi hak dari Badan Penyiapan atas keberhasilan baik dalam penyiapan maupun transaksi proyek KPBU.

Success Fee Mechanism

Badan Penyiapan adalah Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi internasional untuk melakukan pendampingan kepada pemerintah. Pendampingan itu mulai dari tahap penyiapan (penyusunan prastudi kelayakan) hingga tahap transaksi (pengadaan Badan Usaha Pelaksana) KPBU—bisa juga melakukan pendampingan pada tahap transaksi KPBU saja.

Meski menggunakan terminologi “pendampingan”, sesungguhnya penyusunan dokumen prastudi kelayakan (business case)—serta proses yang menyertainya baik itu survei lapangan, real demand survey, konsultasi publik, penjajakan minat pasar (market sounding), maupun penyusunan dokumen pengadaan—dan seluruh proses pengadaan dilakukan serta dibiayai Badan Penyiapan. Badan Penyiapan lalu akan mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan ditambah imbalan keberhasilan (success fee). Besarnya paling banyak 25% dari biaya yang telah dikeluarkan.

Penggantian biaya dan success fee tersebut akan didapat oleh Badan Penyiapan dengan dua syarat. Pertama, telah berhasil memilih Badan Usaha Pelaksana Proyek KPBU. Kedua, telah tercapai financial close (kondisi saat Badan Usaha Pelaksana telah mendapatkan pinjaman/kredit dan telah mendapatkan pencairan dana untuk membiayai sebagian proyek).

Sebagaimana dijelaskan di atas, Badan Penyiapan dapat berupa Badan Usaha. Misalnya perusahaan konsultan baik dalam negeri maupun luar negeri. Bisa juga berupa lembaga/institusi/organisasi internasional semacam World Bank, ADB, IFC, dan lain sebagainya. Badan Penyiapan berupa Badan Usaha dipilih melalui seleksi. Di sisi lain, Badan Penyiapan berupa lembaga/institusi/organisasi internasional dipilih melalui seleksi langsung. Tata cara seleksinya mengikuti ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Kepala LKPP.

Badan Penyiapan dan success fee mechanism diadaptasi dari praktik baik (best practice) di negara lain. Pemerintah berupaya mendorong kualitas penyiapan dan transaksi, serta menutupi kekurangan pemerintah baik dalam menganggarkan biaya penyiapan maupun transaksi. Sebab, jika proyek KPBU mencapai tahapan financial close, biaya penyiapan dan success fee-nya ditanggung oleh Badan Usaha Pelaksana KPBU, bukan oleh pemerintah.

Kendala Teknis

Masalahnya, sejak success fee mechanism diperkenalkan di Indonesia, belum ada Badan Usaha yang berminat menjadi Badan Penyiapan. Baru satu lembaga internasional yang menjadi Badan Penyiapan. Lembaga tersebut adalah IFC yang menjadi Badan Penyiapan Proyek KPBU Central Java Power Plant tahun 2008. Faktor penyebabnya—selain tingkat maturitas KPBU Indonesia yang belum memadai—karena tidak ada kepastian pengembalian biaya jika proyek KPBU tidak mencapai financial close yang bukan disebabkan kesalahan Badan Penyiapan. Guna mengatasi hal tersebut, Pasal 17 Permen PPN KPBU Penyediaan Infrastruktur kini memberikan solusi.

Biaya yang telah dikeluarkan Badan Penyiapan dapat tetap diganti tanpa disertai dengan success fee yang telah disepakati sebelumnya. Syaratnya adalah proyek KPBU tidak berlanjut bukan karena kesalahan Badan Penyiapan. Pemerintah lewat instansi pemilik Proyek KPBU dapat menggantinya. Instansi itu dapat melibatkan penilai—baik publik maupun internal—serta berkonsultasi dengan lembaga auditor/aparat pengawas internal pemerintah untuk menghitung biaya yang harus diganti. Hal ini agar tidak terjadi over claim oleh Badan Penyiapan.

Namun, hingga saat ini mekanisme rinci penggantian biaya itu pun belum jelas. Apakah akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)? Kapan anggaran direncanakan dan dialokasikan? Apakah dialokasikan sebelum penyiapan/transaksi—seperti proyek infrastruktur pada umumnya—atau setelah terjadi kejadian tertentu yang bukan kesalahan Badan Penyiapan?Jika dialokasikan sebelumnya lalu proyek KPBU sukses mencapai financial close, apa yang akan dilakukan terhadap alokasi anggaran itu? Jika dialokasikan setelahnya, kapan akan dianggarkannya?

Persoalan akun mata anggaran yang digunakan juga sampai saat ini belum ada kejelasan. Apakah menggunakan akun mata anggaran belanja konsultansi seperti pengadaan jasa konsultansi pada umumnya atau perlu ada mata anggaran khusus? Inilah yang perlu dijawab baik oleh Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri yang masih disusun. Mungkin juga usulan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dapat dikaji lebih lanjut: kegagalan penyiapan proyek yang bukan karena kesalahan Badan Penyiapan dapat dijamin oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.

Masih ada lagi ketidakjelasan berikutnya. Apa kriteria kejadian yang bukan kesalahan Badan Penyiapan? Memang hal ini dapat diperjelas dan disepakati antara instansi pemilik proyek KPBU dengan Badan Penyiapan di dalam kontrak. Namun, belum memadainya maturitas KPBU Indonesia butuh kriteria yang ditetapkan langsung oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Kriteria ini dinantikan sebagai pedoman bagi instansi pemilik proyek KPBU, Badan Penyiapan, dan pihak terkait seperti Aparat Pengawas Internal Pemerintah.

Semua usulan perbaikan teknis tadi diharapkan meningkatkan minat Badan Usaha dan lembaga/institusi/organisasi internasional terlibat dalam success fee mechanism KPBU. Jadi, Pengaturan Badan Penyiapan dalam Permen PPN KPBU Penyediaan Infrastruktur akan menjadi implementatif yang berdaya laku dan berdaya guna.

*)Reghi Perdana, S.H., LL.M., Dewan Pengawas Perkumpulan Ahli Profesional KPBU Indonesia

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait